SELAMAT MEMBACA
***
"Selamat sore Juragan," Dei menyapa juragan Karno yang tengah berjalan- jalan bersama seorang pemuda yang Dei tidak tau siapa. Mungkin keponakan juragan Karno, begitulah yang ada di pikiran Dei.
"Sore Dei, sudah mau pulang?"
"Iya Juragan, sudah selesai pekerjaannya,"
"Oiya Dei, kenalkan ini Pak Alvaro. Dia yang berencana membeli perkebunan ini," juragan Karno memperkenalkan laki-laki yang sejak tadi berdiri di sampingnya.
"Saya Deidamia Tuan,"
"Alvaro," laki- laki yang ternyata Alvaro itu menerima uluran tangan Dei.
"Kalau begitu Dei pulang dulu Juragan, mari." Dei berpamitan untuk segera pulang, meninggalkan juragan Karno dan Al yang masih betah berdiri di tempat mereka.
"Sudah lama dia bekerja di sini Juragan?" tanya Al saat sudah tidak melihat Dei lagi di belokan ujung jalan.
"Sejak kecil dia sudah membantu budenya kalau bekerja Pak Al, anak nya baik sekali, cantik pula. "
"Iya Juragan sangat cantik," Al berbicara seperti berguman.
"Kalau Pak Al belum menikah, sekedar info saja Deidamia itu gadis yang paling cantik di desa ini. Selain cantik dia juga sangat pintar, saya kadang bingung kenapa gadis seperti dia memilih tinggal di desa kecil seperti ini ketimbang bekerja di kota,” Al menyimak dengan seksama penjelasan dari juragan Karno.
Benar yang di katakan juragan Karno jika Dei adalah gadis yang sangat cantik, kulitnya putih bersih meski setiap hari terpampar sinar matahari. Al tersadar dengan pemikirannya, sebelum dia memikir kan yang tidak – tidak tentang gadis itu.
“Maaf ya Pak Al, saya malah membicarakan Dei Jadi bagaimana kelanjutannya tadi, apa besok sudah bisa kita mulai mengurus surat – suratnya karena saya harus segera berangkat ikut anak saya.”
“Bisa Juragan besok saya bawakan uang pelunasannya sekalian kita akan urus surat – surat kepemilikannya,” jawab Al.
“Senang berkerja sama dengan Anda Pak Al.”
“Begitu pun saya Juragan.”
****
Keesokan harinya Al benar – benar datang kembali ke kebun teh milik Juragan Karno membawa uang pelunasan pembelian kebun teh bersama seseorang yang akan mengurus urusan surat menyurat kepemilikan kebun teh tersebut.
“Deal …”
Al dan Juragan Karno bersalaman sebagai bentuk kesepakatan atas jual beli yang telah mereka lakukan.
“Kalau begitu, mulai saat ini seluruh perkebunan ini menjadi milik Pak Al. Urusan saya mengenai perkebunan ini telah selesai. Lusa saya akan berangkat ke Malaysia setelah semuanya siap.”
“Terima kasih Juragan, selamat menikmati hari tua Anda…”
Setelah urusan dengan Juragan Karno selesai Al pun memutuskan untuk berjalan – jalan ke kebun teh lagi. Dia sangat menyukai udara di sana, udaranya sangat sejuk, hawanya dingin. Tidak seperti di Jakarta yang penuh dengan polusi.
Al melihat masih tersisa lahan kosong yang sangat luas di sana. Ketika dia bertnya kepada salah seorang pekerja yang tengah memetik teh mereka mengatakan bahwa lahan tersebut akan di tanami pohon teh yang baru karena pohon yang lama telah mati.
Al berfikir kenapa tidak membangun sebuah villa di tengah – tengah kebun teh, dengan pemandangan yang ada pasti villa tersebut akan sangat nyaman jika di gunakan untuk tempat peristirahatan dari kepenatan pekerjaan di ibu kota.
Di tengah lamunannya Al melihat Dei yang tengah asik memetik daun teh sambil berbincang – bincang, entah apa yang mereka bicarakan sehingga terlihat sangat seru.
“Dei,” mendengar ada yang memanggil namanya Dei pun menoleh.
“Pak Alvaro, kenapa bisa disini?”
“Panggil saja Al, saya hanya sedang berjalan – jalan.”
“Ooo begitu, Pak Al mau saya temani jalan – jalan berkeliling sini? Kebetulan pekerjaan saya sudah selesai.”
“Dengan senang hati Dei kalau kamu mau menemani saya berkeliling saya dari tadi merasa bodoh berjalan – jalan sendiri.”
“Hahahha, Bapak ini bisa saja.” Al terpesona menlihat tawa Dei, sangat cantik itulah deskripsi Al saat ini. Mereka berjalan – jalan sambil mengobrol, entah apapun yang mereka lihat mereka bahas.
"Jadi Pak Al berencana akan membangun villa pribadi di barat perkebunan tadi?"
"Iya Dei, saya lihat disana tadi ada tanah kosong yang sangat luas jadi kenapa tidak saya bangun villa untuk peristirahatan?"
"Kalau dari struktur tanahnya, wilayah barat perkebunan itu kurang cocok untuk di bangun villa Pak.”
"Maksud kamu?" tanya Al dengan bingung.
"Struktur di sana sangat labil, tanahnya masih berupa endapan belum terkompaksi di khawatirkan kalau di bangun villa nanti longsor karena tekanan dari bangunannya." Dei menjelaskan mengenai kondisi tanah di mana rencannya akan Al bangun villa.
"Kamu tau masalah begini Dei, seprti ahli sipil saja?"
"Jelek- jelek begini saya ini insinyur Pak," jawab Dei dengan nada bercanda, membuat Al bertanya – tanya dengan apa yang Dei katakan.
"Yang benar kamu?"
"Bapak lihat ini, ini Apa?" Dei mengambil sebuah batu di tepi sungai.
"Batu kan?" jawab Al singkat.
"Bagi Bapak ini memang batu, tapi kami menyebutnya ini andesit, dia datang dari tempat yang jauh dengan arus traksi, bentuknya yang hampir rounded mencerminkan arus dan transportasinya."
"Kenapa seorang insinyur geologi bisa menjadi pemetik teh di desa kecil seperti ini?" tanya Al dengan tiba - tiba.
"Jadi Bapak percaya kalau saya ini insinyur?" tanya Dei, dengan tawanya yang riang seolah tanpa beban.
"Saya punya paman di Jogya dia seorang dosen geologi dan bibi saya juga orang geologi dan apa yang kamu katakan seperti yang pernah paman saya ceritakan dulu."
“Saya fikir keluarga Bapak pembisnis ternyata ada yang mainan batu juga hehehe,”
“Keluarga saya memang pembisnis Dei, tapi keluarga istri dari kakak Mami saya yang terjun kedunia batu seperti yang kamu katakan. Jadi jadi sedikit tau tentang geologi.”
Dei tidak tau jika ternyata dunia kebumian sangat erat dengan laki-laki yang ada dihadapannya ini. Dei fikir dia berasal dari keluarga pembisnis, ternyata ada juga keluarganya yang menekuni dunia Teknik dan literal. Dei kemudian melempar berujung ada di genggamannya ke arah air sungai, kemudian dia duduk di di batu besar dekat sungai.
"Kalau Bapak mau membangun villa lebih baik di sebelah timur perkebunan saja, di sana tanahnya lebih stabil dan lagi lebih dekat dengan pegunungan, jika Villanya menghadap ke timur maka akan langsung berhadapan dengan pemandangan yang sangat indah akan lebih menyenangkan untuk bersantai."
"Kalau saya membangun di sebelah timur, apa suatu saat kamu mau bersantai disana bersama saya?" tanya Al dengan pelan.
"Kenapa Bapak mengajak saya, kenapa tidak istri Bapak atau orang terkasih Bapak," Jawab Dei.
"Karena rencananya, saya berharap kamulah orangnya di masa depan."
****BERSAMBUNG ****
WNG, 3 NOV 2020
SALAM
E_PRASETYO