⌘ Bab 05 ⌘

1802 Words
“Kau butuh uang berapa?” “Lima ratus dolar.” Ucap Kanaya dan Sandra langsung berjalan ke arah meja kasir lalu mengeluarkan beberapa lembar uang seratus dolar seperti yang diinginkan oleh Kanaya. “Apa itu cukup?” “Aku akan mengembalikan ini setelah gajian nanti.” “Tidak usah terlalu dipikirkan, kau bisa mengembalikannya kapan pun jika kau memang punya uang.” “Kau memang sangat baik!” Kanaya meregangkan tangan agar bisa memeluk sahabatnya itu. Namun, Sandra yang merasa sedikit kesal dengan kelakuan Kanaya yang di luar nalar, membuat Sandra buru-buru melepaskan pelukan Kanaya darinya. “Oh, iya. Aku sudah membeli obat-obatan yang kau suruh aku beli semalam dan aku sudah memberikannya pada orang itu.” “Apa orang itu mengalami mual dan muntah sebelum kau memberikan obat-obatan itu?” Kanaya menggeleng. “Dia baik-baik saja, aku bahkan melihat dia makan sangat lahap dan kurasa dia sangat baik dengan tidak pergi ke mana pun dari tempat yang kuberikan padanya.” “Wah, tamumu sangat baik, ya. Dia sangat sopan sampai-sampai tidak pergi ke mana pun dari sofa yang kubiarkan dia untuk tiduri semalam.” Ingat Kanaya. Ya, benar. Setelah dia meninggalkan pria bernama Noel Erden itu di ruang tengah dan naik ke kamarnya di lantai atas, Kanaya sempat mengintip Noel dari ujung anak tangga, hal itu dia lakukan beberapa kali dan tidak ada apa pun yang terjadi. Noel masih di ruang tengah meski ketika dia melihat rekaman cctv di ruangan itu, Kanaya melihat Noel beranjak dari sofa, itu pun hanya untuk mengambil air minum dari dapur parahnya, Noel bahkan tidak menggunakan gelas, pria itu menadahkan mulutnya tepat ke kepala keran kemudian minum dari sana seperti air yang berasal dari keran itu benar-benar bersih. Hingga tadi pagi, ketika dia memutuskan untuk membeli obat-obatan yang diresepkan oleh Sandra, Noel pun masih duduk di sofa sambil menatap ke arah revolver miliknya yang dia taruh di atas meja. “Sebenarnya sedang apa dia itu?” gumam Kananya. Sandera sempat mendengar kalimat yang digumamkan oleh Kanaya tapi, pemilik pet shop ini tidak berusaha untuk bertanya, Sandra malah masih asik mengganti perban yang dia pasangkan pada kaki kucing yang dia pungut dari jalanan itu. “Kau sudah mengganti perbannya?” “Ah?! Apa?” “Aku tanya, apa kau sudah mengganti perban miliknya yang semalam?” “Apa itu harus diganti?” “Kalau kau tidak ingin lukanya infeksi maka kau harus menggantinya. Gunakan kain kasa, alkohol juga beberapa obat-obatan cair yang kutulis di dafta yang kau beli tadi pagi.” “Oh, aku beli. Tapi, aku belum sempat menggantinya.” “Kenapa? Hari ini kau tidak bekerja, kan?” “Aku bekerja! Aku akan pergi sekarang, kalau aku tidak pergi maka gajiku akan ditahan lagi bulan ini.” Kanaya memprotes. Tentu saja itu sangat membuat Kanaya kesal karena bekerja paruh waktu di sebuah pom bensin yang gajinya sangat kecil, itu pun sering ditahan hanya karena dia beberapa kali terlambat datang. Padahal, ketika dia masih bekerja sebagai seorang reporter uang yang dia dapatkan setiap bulan sangat banyak dan itu sangat cukup untuk membeli tas branded seharga satu unit mobil tapi sekarang dia sangat miskin bahkan untuk membeli makanan pun dia tidak punya cukup uang. Bahkan, hancurnya karier Kanaya membuat wanita ini harus meminjam uang dari bulan ke bulan dari Sandra yang memiliki pet shop dan klinik hewan. “Kalau begitu, nanti malam aku akan membawa beberapa P3K milikku untuk mengganti perban dan melihat lukanya.” Mendengar Sandra mengatakan itu, Kanaya tidak bisa menyembunyikan kesenangannya. Sekali lagi, Kanaya langsung memeluk Sandra lagi sambil berterima kasih sebelum akhirnya berpamitan untuk pergi ke SPBU tempatnya bekerja. “Aku titip dia, nanti siang aku pulang untuk membawakannya makanan.” ujar Kanaya sambil melambai dan pergi meninggalkan pet shop tersebut, sementara Sandra hanya bisa menggeleng melihat bagaimana kelakuan sahabatnya itu. Setelah Kanaya pergi dari tokonya, Sandra pun selesai mengganti kain kasa kucingnya. “Sekarang kau bisa main dengan bocah di sana.” ucap Sandra sambil membawa kucing itu ke spot penuh mainan di mana kucing sebelumnya masih asyik menggigiti mainan tikus yang dia dapatkan di antara mainan-mainan yang ada di sana. Meski kucing-kucing itu belum akur satu sama lain, Sandra sudah melepaskan mereka untuk kembali ke meja kasir, meraih ponselnya yang berada di dalam laci kemudian mengirim sebuah pesan singkat untuk seseorang. Usai mengirim pesan itu, cukup lama Sandra menunggu sambil memeriksa stok barang dagangan di tokonya tersebut hingga seorang gadis berusia belia, menggunakan hoddie berwarna kuning terang dengan gambar ‘X’ yang besar di bagian d**a, sebuah celana jeans sangat pendek dan sepasang sepatu kets berwarna putih tanpa kaus kaki. Sambil mengunyah permen karet, gadis berusia delapan belas tahun itu berjalan mendekat ke arah Sandra. “Aku hampir mendapatkan tiga juta dolar sampai kau memanggilku ke sini. Ada apa?” tanya anak gadis itu terdengar sangat congkak. Bahkan, di depan Sandra yang jauh lebih tua darinya pun, gadis itu sama sekali tidak berpikir untuk mencoba bersikap manis. Kendati demikian, Sandra masih berusaha untuk memaklumi tingkah adik kandungnya tersebut. Ya, gadis remaja yang saat ini berdiri dengan tudung hoddie yang nyaris menutupi seluruh kepala tapi rambut panjang lurusnya sama sekali tidak bisa dia sembunyikan karena rambut berwarna hijau metalik dengan perpaduan hitam legam dari rambut aslinya, Yuri masih terlihat sangat manis untuk anak remaja seusianya terlebih dengan wajah manis dan kulit putih yang tidak terlihat pucat sama sekali “Tolong bantu aku jaga toko ini sebentar. Bisa?” “Kau mau pergi ke mana?” “Aku ada urusan sebentar. Tolong juga jaga mereka,” ujar Sandra sambil menunjuk dua ekor kucing yang saat ini sudah terlihat akrab tapi si kucing jalanan yang dipungut oleh Sandra tidak bisa bergerak terlalu aktif karena kakinya yang masih terasa sangat sakit, “kucing biritsh short hair itu akan dijemput pemiliknya hari ini tapi aku tidak tahu jam berapa dia akan datang, dia tidak memberitahuku. Jadi, ketika dia datang, kau bisa buka ‘file costumer’ dan kau akan menemukan nama pemilik, Scan foto identitas juga nama kucing itu di sistem. Aku akan meneleponmu saat urusanku selesai." "Lama?" "Mungkin satu jam." "Aku minta jatah bulananku dinaikan." Yuri meminta sambil menarik kursi di belakang meja kasir, membalik sandaran kursi menjadi di depan dan meletakkan dagunya di sana. Dengan wajah kekanakan, Yuri menatap ke arah Sandra dengan tatapan kurang ajar sementara mulutnya tidak berhenti mengunyah permen karet. "Ini terakhir kalinya aku meminta tolong di bulan ini. Bulan depan, kau bisa main game penghasil bitcoin milikmu lagi, sepuasmu." "Tiga bulan tanpa interupsi." "Satu setengah." "Dua setengah." "Satu bulan." "Dua bulan." "Deal!" Sandra menyanggupi keinginan adiknya sambil mempersiapkan peralatan medical kit yang dia miliki dari semua perlengkapan yang berada di kantor miliknya. Yuri melambai mengiringi perginya Sandra dari dalam toko. Usai meninggalkan toko, Sandra langsung pergi menuju ke rumah Kanaya yang di mana ada seorang burnonan yang disembunyikan oleh sahabatnya. Rumah Kanaya yang hanya berbeda yang gang saja dari pet shop miliknya bisa dia jangkaunhanya degan berjalan kaki, memasuki sebuah gang yang hanya cukup untuk sebuah sepeda motor, rumah milik Kanaya terdiri dari dua lantai dengan konsep minimalis modern dengan cat dinding berwarna cokelat terang. Sebuah rumah yang terlihat sangat sederhana dengan beberapa pot bunga yang tergantung dengan tanaman yang merambat, terjuntai indah menghiasi bagian depan rumah tersebut. Setelah melewati pagar depan, Sandra mengambil sebuah kunci serep rumah yang biasa ditaruh oleh Kanaya di bawah salah satu pot bunga yang ada di sana kemudian membuka pintu rumah dan masuk ke dalam. Namun, saat Sandra masuk ke dalam rumah itu dia tidak menemukan siapa pun bahkan pakaian dan jejak bahwa ada seseorang di rumah itu pun tidak ada padahal sebelum pergi bekerja, Kanaya sempat mengatakan kalau pria bernama Noel Erden itu tidak beranjak sejengkal pun dari ruang tengah. "Ini aku," ucap Sandra sambil berjalan ke arah meja ruang tengah dan menaruh medical kit miliknya di sana, "aku ingin mengganti perban dan melihat lukamu." Setelah Sandra mengatakan itu baru Noel ke luar dari balik pintu dapur dengan revolver yang dia pegang sangat erat. Wajah pria itu juga terlihat sangat waspada, mengingat kalau dirinya adalah buronan. "Duduklah, aku akan mengganti perbanmu." Ujar Sandra dan Noel akhirnya menurunkan revolver miliknya dan mulai mendekat ke arah Sandra. "Turunkan senjatamu dan duduklah." Sandra memerintah sambil mengeluarkan beberapa gulung kain kasa dan beberapa obat lainnya yang dia butuhkan termasuk alkohol. "Wanita itu yang memintamu datang kemari?" "Bersikaplah sedikit sopan padanya karena, kalau bukan dia yang membiarkanmu untuk bersembunyi di sini jadi jangan buat orang yang sudah berbuat baik padamu merasa kecewa dengan tingkahmu yang tidak sopan padanya." Ucap Sandra sambil meraih perban Noel yang perban Noel sebelumnya yang dia pasang asal, usainpria itu membuka kancing kemeja yang diberikan oleh Kanaya semalam. Perlahan, kapas yang ditempel oleh beberapa plester itu dibuka oleh Sandra, memperlihatkan sebuah luka sebesar beberapa mili meter dengan jahitan yang terlihat rapi tapi masih sangat basah membuat Noel harus menahan perih ketika kapas itu ditarik dari lukanya. "Aku tidak tahu apa yang kau katakan padaku dan Kanaya semalam adalah kejujuran atau sebaliknya. Tapi, aku peringatkan padamu kalau kau membuat Kanaya dalam bahaya maka aku tidak akan segan melakukan sesuatu padamu." Sandra mengancam. Kendati demikian, tangannya terus bekerja, mengobati luka Noel yang dia operasi semalam. "Aku belum bisa pergi dari sini sebelum aku mendapatkan bukti kalau aku memang tidak bersalah." Noel menjawab ucapan Sandra dengan sangat tegas. "Kalau kau polisi, mungkin kau tidak asing dengan nama Kanaya Daniza, bukan?" Sandra kembali bertanya, "dia adalah anak dari veteran tentara angkatan laut, ayahnya meninggal bersama ibunya karena kecelakaan dan mereka meninggal dunia di tempat. Setelah memutuskan untuk berhenti kuliah dan bekerja di salah satu stasiun televisi Kanaya memulai karirnya sebagai seorang reporter, dan dari uang yang dia dapatkan, Kanaya memulai kembali kuliahnya hingga tahun demi tahun berlalu, Kanaya menjajaki tingkat tertinggi dari karirnya. Datang dan pergi mencari berita sudah menjadi makanan sehari-harinya bahkan, mendatangi TKP sendirian hanya untuk mendapatkan bukti dari berita yang tengah dia liput sendirian pun dia lakukan adal dia bisa mendapatkan kebenaran tapi, kebenaran yang selalu dia junjung tinggi malah membuatnya harus dipecat hingga sekarang dia hanya bisa bekerja sebagai petugas paruh waktu di sebuah SPBU." "Aku tahu." "Kalau begitu kau juga harus tahu tentang dia yang mengharapkan bisa mengembalikan karirnya yang dihancurkan oleh seorang pejabat korup." "Aku tidak berani berjanji kalau aku bisa mengembalikan itu tapi, jika aku bisa menemui kakekku dan mengatakan kalau aku tidak terlibat sedikit pun dengan kasus pembunuhan ini maka aku akan sedikit memberikan dia udara segar untuk situasinya yang sedang tidak baik." "Dengan posisimu yang sebagai buronan seperti ini, bagaimana caramu bisa mendekatinya?" "Karena itu aku butuh bantuannya." "Berapa persen bahaya yang bisa dia terima untuk pekerjaan ini?" "Aku harus melihat dulu, seberapa ketat pencarian diriku dan pengamanan di rumah kakekku." "Untuk semua itu, apa yang kau butuhkan?" "Aku butuh informan. Dan kurasa, temanmu itu bisa melakukannya menggunakan pengalamannya sebagai seorang reporter." ucap Noel sambil menatap ke dalam sepasang mata Sandra.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD