06 - Ukuran Pakaian Dalam

1522 Words
Happy Reading dah! Awas aja kalo komennya dikit beud ******* Suasana hening dan aura dingin menguar di dalam mobil mewah milik pria b******n di mata Naara. Wanita itu menelisik setiap jengkal isi di mobil. Satu sisi ia begitu senang bisa merasakan sensasi menaiki mobil mewah yang harganya sangat gila. Mungkin butuh puluhan tahun Naara bekerja baru bisa mengumpulkan uang sebanyak harga mobil yang ia tumpangi. Di sisi lain, ia merasa muak karena dipermainkan oleh pria otoriter seperti Aderaldo. "Kau pria paling b******n yang pernah aku temui dan aku tahu," desis Naara dan Aderaldo melirik sambil tersenyum miring. "Terima kasih atas pujiannya. Aku merasa tersanjung," balas Aderaldo santai. Naara berdecih. "Kau tidak t***l ‘kan? Kau bisa membedakan mana pujian mana umpatan," ucap Naara semakin berani. "Menurutku kata b******n darimu adalah suatu pujian. Kata itu memang begitu pas untukku yang seorang b******n ini," balas Aderaldo dengan nada begitu tenang. "Dasar pria gila. Otakmu benar-benar sudah tidak waras, Aderaldo," umpat Naara sambil bergidik ngeri. "Ya. Beberapa orang memang sering berkata demikian tentangku dan aku merasa tidak ada masalah tentang itu semua.” Naara menggelengkan kepalanya tidak percaya atas setiap jawaban yang dikatakan oleh Aderaldo. Pria itu sangat pintar mengolah kata agar orang lain semakin kesal dibuatnya. "Jangan panggil aku Aderaldo. Aku tidak ingin kau memanggilku dengan nama itu. Kau harus camkan di dalam otak minimu ini," kata Aderaldo sambil menunjuk kepala Naara dengan telunjuknya. Naara melotot garang. "Apa hakmu melarangku? Bukankah namamu memang Aderaldo? Lantas kenapa kau tidak membolehkanku memanggilmu dengan namamu sendiri? Kau benar-benar gangguan jiwa," kesal Naara. "Karena kau milikku, jadi aku berhak untuk mengatur semua tentangmu. Panggil aku Early! Tidak ada penolakan," ucap Aderaldo tegas. "Aku bukan milik siapa pun! Aku bukan milikmu. Atas dasar apa kau mengklaim jika aku milikmu?" bentak Naara. Aderaldo menaruh telunjuk panjangnya di depan bibir, seakan menyuruh Naara untuk diam. "Aku tidak membutuhkan persetujuanmu. Jika aku bilang kau milikku, maka kau milikku. Kau hanya perlu diam dan patuh atas apa yang aku katakan," kata Aderaldo tenang dan penuh penekanan. Naara kehilangan kata-katanya. Gadis itu hanya diam sambil berpikir keras, mengapa ada pria berhati iblis seperti pria ini. Pria tidak punya perasaan yang seenaknya mengatakan jika orang lain harus patuh terhadap ucapannya. Apakah Naara saat ini sudah menjadi boneka mainannya? Ingin rasanya Naara memukul kepala pria ini dengan sepatu yang ia pakai agar otaknya kembali lagi normal seperti manusia pada umumnya. Naara memilih mengamati jalanan di sekitarnya, ini bukan jalanan menuju kampus. Mobil ini mengarah ke pusat kota dan Naara semakin kesal dibuat pria sialan ini. "Aku mau ke kampus? Ini bukan jalanan menuju kampus!" kata Naara memprotes Aderaldo. Seakan tuli, pria tampan itu tetap diam sambil menatap jalanan yang cukup padat. "Kau tidak tuli ‘kan? Ini bukan jalanan menuju kampus. Aku punya mata kuliah hari ini. Kau bisa membuat nilaiku turun. Aku tidak ingin beasiswaku dicabut," kata Naara marah. "Tidak perlu khawatir. Selama kau bersamaku, semua yang kau takutkan, tidak akan pernah terjadi," ujar Aderaldo seakan tidak ada beban. "Kau berkata seolah kau pemilik kampus itu," sindir Naara. Aderaldo menggosok dagunya sambil mengangguk kepala. "Penyumbang dana terbesar, pemilik saham 80% dan pemberi beasiswa untuk mahasiswa tidak mampu, tapi berprestasi, apa itu tidak cukup untuk menobatkan diriku sebagai pemilik kekuasaan penuh di kampus yang sedang kau takutkan itu?" Ucapan sombong Aderaldo sontak membuat lidah Naara keluh. Gadis itu berusaha keras berpikir, apakah yang dikatakan pria ini adalah hal sebenarnya atau hanya karangannya saja agar Naara takut padanya. "Jika kau ragu, kau bisa mencari namaku melalui internet. Hmm ... tapi melihat ponsel jelekmu itu, aku ragu jika di dalam sana bisa berseluncur bebas di dunia maya. Ponsel murahan yang mengerikan," sindir Aderaldo kejam sambil melirik ponsel Naara yang sedang digenggam gadis itu. "Memangnya apa yang salah dengan ponsel ini. Ponsel ini berfungsi dengan baik," ucap Naara polos sambil membolak balikkan ponselnya. Mobil mewah itu mengarah ke salah satu blok yang berisikan gedung pencakar langit yang begitu mewah dan megah. Naara pikir itu adalah sebuah hotel bintang lima. Wanita itu sudah akan bersiap-siap untuk kabur jika Aderaldo membuka pintu mobil ini. Ia tidak akan sudi bersama dengan pria itu di dalam kamar hotel. Kunci pintu dibuka, Naara segera berancang-ancang ingin segera lari dari sana, tapi harapan tinggal harapan. Di balik pintu itu sudah begitu banyak barisan pria tinggi bertubuh kekar yang berjejer rapi menatapnya garang. Jangankan untuk berlari, melangkah pun sudah terasa berat sekali. Gadis itu menoleh Aderaldo yang sudah berdiri dengan gagah di depan pintu masuk bangunan mewah itu. Dengan langkah pelan dan enggan, Naara terpaksa mengekor pria otoriter itu dengan diawasi banyaknya mata dari para pria bertubuh tegap dan sangar di depan pintu. Gadis cantik itu menatap sekelilingnya dengan rasa penasaran yang tinggi. Semua orang di sana menunduk seperti menaruh hormat pada pria yang memakai jas berwarna navy di depannya. "Kau membawaku ke hotel? Kau jangan pernah macam-macam denganku. Kenapa kau membawaku ke hotel, b******n!" desis Naara ketika mereka berdua berada di dalam lift. Aderaldo menatap Naara dengan tawa mengejek. "Gadis polos yang cukup bodoh ternyata," gumam pria itu. "Apa kau bilang?" tanya Naara dengan tatapan nyalang. "Gadis polos yang cukup bodoh. Kau sudah mendengarnya dengan baik, bukan?" ulang Aderaldo tanpa ragu. "Aku tidak bodoh! Aku mahasiswi beasiswa berprestasi," kata Naara membela diri. Pria itu tertawa terbahak mendengarnya. "Ya, karena kau terlalu pintar jadi susah membedakan perusahaan dan hotel. Naara Kiva, kau mainan paling menarik," "Apa maksudmu?" tanya Naara marah. Mendengar kata "mainan" membuat jantungnya bergemuruh ingin meledakkan emosinya. Ia tidak akan pernah sudi untuk dipermainkan. Naara merasa bukan boneka mainan yang seenaknya digunakan sang pemilik. Gadis pemilik bola mata cokelat itu harus mengklarifikasi maksud ucapan Aderaldo sialan itu untuknya. Aderaldo hanya tersenyum miring menanggapi pertanyaan Naara. Pria itu begitu senang melihat ekspresi Naara yang berubah-ubah dalam sekejap mata karena ucapannya. Pria tampan itu tidak pernah merasakan sensasi seperti ini saat bersama wanita-wanita lainnya. Langkah kaki Aderaldo berhenti di depan pintu besar yang bertuliskan nama ADERALDO CETTA EARLY, yang menandakan jika ruangan itu miliknya. Tempat kekuasaan billionaire tampan itu. Mata Naara berjelajah mengamati setiap detail lorong sepi yang hanya dihuni oleh satu orang yang sedang berdiri sambil sedikit menunduk di seberang pintu besar yang bertuliskan nama pria sialan itu. Seorang wanita seksi dengan kemeja sempit yang menonjolkan sepasang melon segar miliknya, wanita itu tersenyum penuh arti pada Aderaldo, sedangkan menatap sinis Naara. "Jangan menatap dia dengan tatapan sinismu. Aku bisa menyuruh salah satu bodyguard-ku untuk mencongkel bola matamu," desis Aderaldo pada sekretarisnya yang baru saja sehari bekerja di sana. Setelah insiden pemecatan pada sekretarisnya yang lama karena terlalu membosankan serta menjijikkan, Aderaldo menyuruh asistennya mencari pengganti sekretaris dengan yang baru. Dengan persyaratan harus pintar, seksi dan bisa memuaskannya. Meskipun yang baru ini belum dicicipinya, tapi sikapnya sudah membuat pria itu il-feel karena menatap Naara sinis berlebihan. Aderaldo menggenggam telapak Naara untuk masuk ke dalam ruang kerjanya. Gadis itu ikut melangkah masuk dan berdecak kagum. Naara seakan melupakan apa yang tadi terjadi di dalam lift, gadis itu memilih untuk mengedarkan pandangannya ke segala penjuru ruangan besar itu. "Ini ruang kerjamu?" tanya Naara tanpa sadar. Aderaldo mengangguk sambil bersandar di meja kerjanya memperhatikan Naara yang sedang mengagumi perabot yang ada di sana. Pria itu begitu menyukai ekspresi Naara yang berubah-ubah dalam sekejap. Ekspresi kagum yang tidak dibuat-buat dan apa adanya. "Ini pasti sangat mahal," gumam Naara mengelus sofa berwarna navy berbulu halus. "Ini tidak layak disebut ruang kerja. Ini mungkin bisa disebut kamar paling mewah di dalam hotel.” Gadis itu bermonolog. "Benar-benar bagus, menakjubkan dan luar biasa mewah," ucap Naara tanpa sadar. Aderaldo berdeham untuk membuyarkan fokus Naara. Gadis itu tersadar dan segera menoleh dan berdiri kaku menatap Aderaldo. "Untuk apa kau membawaku kemari?" tanya Naara akhirnya, kembali ketus dan tidak bersahabat pada pria itu. Lagi-lagi Aderaldo terkekeh. 'Benar-benar wanita unik,' pikir pria itu. "Aku ingin kau memutar tubuhmu 360 derajat," ucap Aderaldo dan Naara mengerutkan dahi dalam. "Berputar. Tubuhmu berputar," tegas Aderaldo. Naara mengikuti ucapan pria tampan itu sambil menunduk, merasa aneh dengan ucapan Aderaldo. Pria itu berjalan menuju Naara berdiri. Wanita itu refleks mundur dan menutup mulutnya, antisipasi sebelum Aderaldo secara tiba-tiba melakukan serangan pada bibirnya. Hanya berjarak beberapa jengkal tangan, tubuh pun hampir menempel, Aderaldo memeluk pinggang Naara dengan posesif. Naara terkejut dan refleks memukul lengan pria itu. Keadaan lengah wanita itulah yang dimanfaatkan oleh Aderaldo untuk mencium kembali bibir yang cukup seksi itu. Naara berusaha mendorong tubuh kekar dan tegap Aderaldo, tapi sia-sia. Pria itu tetap berdiri, mendekap semakin erat tubuh Naara dan memperdalam ciumannya. Naara berhenti berontak karena akan sangat sia-sia usahanya, tenaganya tidak sebanding dengan tenaga pria itu. Aderaldo melepas ciuman mereka dan mengelap sudut bibir dengan sebelah jempolnya. Tangannya yang lain masih sibuk mendekap erat tubuh Naara, mengunci wanita itu agar tidak bisa berontak lagi. Naara menatap Aderaldo dengan tatapan kebencian. Gadis itu merasa sangat marah dengan perlakuan pria otoriter di depannya ini. "Berapa ukuran bra-mu dan juga underwear mu?" bisik Aderaldo tepat di telinga Naara. Pertanyaan pria berengsek di mata Naara itu sukses membuatnya naik pitam beratus kali lipat. Tamparan keras mendarat di pipi Aderaldo dari tangan mungil Naara. Hadiah atas pertanyaan kurang ajar pria itu untuknya. ****** Kasih tau gak ya ukurannya? wkwkwk kepo aja ini si babang
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD