"Reyga? Kenapa kamu malam-malam ke sini? ini sudah hampir jam 12 malam. Kenapa kamu masih keluyuran? dan kamu mabuk? kenapa bisa kamu mabuk sampai se parah ini sih?" ucap Calista saat itu yang lalu mengajak lelaki itu segera masuk ke dalam rumahnya. Calista lalu menutup pintu itu rapat-rapat, untungnya Geri sudah pergi sedari tadi dan hanya tinggal dirinya saja yang berada di rumah saat itu. Namun sebelum Calista mengajukan pertanyaan lagi pada Reyga, lelaki itu sudah mendorong tubuh Calista menuju ke arah tembok yang berada di belakang punggung Gadis itu, membuat tubuh Calista bagian belakang langsung membentur tembok di belakangnya. Dengan kedua tangan kekar lelaki itu mengurung tubuh Calista di kedua sisi, membuat Gadis itu tidak bisa berkutik di sana yang ada hanya wajah Calista yang mendongak menatap kearah wajah Reyga, saat itu keduanya saling menatap satu sama lain.
"Harus berapa kali Aku menembakmu? mengutarakan perasaanku hingga kamu menerima perasaanku, tapi kenapa? kenapa lelaki lain yang bahkan aku tidak pernah tahu jika Ia menyukaimu atau pun mengutarakan perasaannya padamu. Kenapa dengan mudahnya malah kamu berhubungan dengan dia? bagaimana jika nantinya dia akan melukai perasaanmu?" ucap Reyga yang nampak berapi-api. Dengan salah satu tangan yang sudah terangkat kemudian menyusupkan semua jarinya ke sela-sela rambut Calista membuat kepala gadis itu hanya bisa terjaga di sana sembari kedua matanya menatap lekat ke arah Rey dan sedetik kemudian Rey sudah mendaratkan ciumannya tepat ke bibir Calista, ciuman itu hanya Rey saja yang menikmatinya karena Calista memang benar-benar tidak mempunyai perasaan apapun pada lelaki itu dan Calista hanya menganggap Rey sebagai teman lelakinya. Saat itu Calista pun tidak menolaknya, karena percuma bagi gadis itu melakaukannya, tenaganya tidak akan mampu menandingi kekuatan lelaki itu. Hingga Rey menggiring tubuh Calista menuju ke arah sofa yang ada di ruang tamu. Rey mendorong tubuh gadis itu hingga terduduk di sana. Kemudian Rey demgan liar menarik pakaian handuk bagian depan Calista dengan kedua tangannya secara bergantian. Sampai Rey melihat kulit mukus bagian depan gadis itu di sana, membuat Rey sesaat terdiam di tempatnya. Ia menghela nafasnya dalam-dalam kemudian menghembuskannya. Lelaki itu berusaha untuk mengontrol emosinya, menahan diri agar tidak terbawa suasana lebih parah.
Akhirnya Rey pun tersadar, ia lalu duduk di sofa yang ada di samping gadis itu. Keduanya terdiam untuk sesaat di sana. Tanpa kata. Rey tersadar karena melihat bulir bening yang menetes dari pelupuk mata gadis itu.
"Rey, aku tahu perasaanmu padaku itu tulus. Aku juga tahu kalau cintamu padaku itu murni. Tapi, apa kamu tahu? bahwa perasaan itu tidak bisa di paksa. Meskipun kamu berjanji untuk memberiku dunia beserta isinya agar aku percaya. Namun tetap saja aku mencintai Geri." Ucap Calista yang saat itu membuat Rey terpukul. Lelaki itu pun lalu beranjak dari tempatnya. Namun Rey segera menghentikan lngkah kakinya jika teringat bahwa ia tidak akan bisa untuk menghadiri pernikahan Calista dengan Geri.
"Maaf Ca, sepertinya aku tidak bisa menghadiri pernikahan kamu dan Geri." Ucap Rey yang lalu pergi begitu saja meninggalkan gadis itu sendirian di sana. Calista sudah bisa menebak jika lelaki itu akan seperti biasanya. Kembali lagi padanya seperti seorang teman yang lain. Seperti biasa seolah tidak pernah terjadi apa-apa. Namun Calista salah! rupanya pertemuannya dengan Rey malam itu menjadi pertemuan yang terakhir. Karena malam itu juga Rey pergi meninggalkan Negara tersebut dan pulang ke Negara asalnya.
Pagi pun Tiba. Seperti biasa, Calista berangkat bekerja pagi itu, tidak lupa ia sekalian membeli kopi panas yang selalu akan ia bagi dengan Rey di kantor. Di kantor keduanya, tidak ada yang tahu jika Calista tengah menjalin hubungan asmara dengan atasannya. Ya itu Geri. Sedangkan teman sekantor Calista dan Rey, malah mereka tahunya jika Rey tengah berusaha mengejar cinta Calista. Dan saat gadis itu masuk di kantor, bangku Rey yang ada di depan mejanya tepat, saat itu tengah kosong. Dan biasanya lelaki itu tengah berada di bar kantor. Tapi Calista tidak menjumpai Rey ada di sana. Sampai Geri memanggilnya.
"Ca, ayo rapat denganki ke ruang rapat besar. Ada yang ingin aku diskusikan." Ucap Geri pada wanita itu. Dan saat itu pula, Calista langsung patuh dan berjalanengekori Geri hingga sampai ke ruang rapat besar.
"Ada apa Yang?" tanya Calista pada lelaki itu. Ketika keduanya sudah masuk ke dalam ruangan tersebut dan hanya mereka berdua saja.
"Kamu tahu? jika teman kamu itu hari ini mengundurkan diri? apa dia nggak waras? mana mungkin dia dapat pekerjaan yang baik seperti sekarang jika sampai ia mengundurkan diri?!" ucap Geri pada Calista. Namun gadis itu malah terkejut bukan main. Kedua matanya melebar dan bibirnya hampir ternganga ketika mendengar ucapan dari lelaki di sampingnya itu.
"Apa? apa kamu bilang? dia mengundurkan diri? nggak mungkin! kenapa dia tidak memberi tahu aku?" ucap Calista saat itu.
"Harus ya dia bilang sama kamu? lihat saja ini!" ucap Geri sembari memberikan surat pengunduran diri Reyga yang sudah sejak ia tiba di kantor tadi dan mendapati surat itu ada di atas meja kerjanya. Dengan tangan yang sedikit gemetar Calista menerima surat itu dan membukanya. Calista membaca surat itu. Dan memang benar yang ada di sana adalah tanda tangan Rey.
"Sudahlah! fokus saja pada acara pernikahan kita yang kurang dari dua minggu ini." Ucap Geri pada wanitanya. Kemudian beranjak pergi meninggalkan gadis itu sendirian di sana. Calista terdiam mematung di sana, sembari kedua matanya berkaca-kaca. Ia tidak menyangka jika ucapan Rey kemarin malam adalah serius. Dan Calista baru menyadari jika ia sudah sangat keterlaluan pada lelaki itu.
Sedangkan saat itu Rey sudah berada di dalam pesawat yang akan membawanya kembali ke Kampung halaman. Meski Rey tidak memiliki siapapun di sana, yang pasti ia punya seorang sahabat yang bisa ia mintai bantuan untuk mencarikan tempat tinggal untuknya. Dan ketika ia mendarat di Negara tersebut. Rey sudah memiliki tujuan. Meski ia tahu jika ia pasti akan langsung di terima di perusahaan tersebut. Karena ia adalah lukusan mahasiswa terbaik di kampus ternama di luar Negeri dan ia sudah memiliki pengalaman kerja di perusahaan besar dan terkenal di luar Negeri. Tapi Rey memilih untuk sesaat tidak melamar pekerjaan, ia lebih ingin menghabiskan hari-harinya untuk liburan dan memulihkan luka hatinya karena kehilangan orang terkasih.
Setelah Rey mendarat, ia langsung di sambut oleh sahabatnya tersebut. Yang langsung membawanya menuju ke salah satu bar ternama di Kota. Bar yang sudah menjadi langganan bagi teman Rey.