Bab 26 Aidan Mengancam Ruby

2054 Words
#Warning rate 21 ++ Mohon maaf atas ketidaknyamannya. …………… “Apa yang kamu pikirkan?” sinis Aidan dingin ketika melihat Ruby keluar dari kamar mandi, terlihat segar dalam balutan handuk kimono putihnya. Rubyza Andara memerah malu dengan kepala tertunduk. Dengan gugup dia menjawabnya seceria mungkin. Senyum paksanya lebar dan tampak alami. “Aidan? Bukankah kita sekarang adalah suami istri? Kenapa harus malu-malu? Apakah kamu tidak tahu cara melakukannya? Atau....” Ruby tiba-tiba terdiam dengan wajah datar dan sorot mata kecewa. Niatnya menggoda Aidan pupus dalam jentikan jari. Belinda, wanita pujaan Aidan seketika melintas di benaknya tanpa diminta. Senyum ironis muncul di bibir manisnya yang menggoda. “Apakah kamu tidak tertarik melakukannya, karena aku bukan wanita itu?” Ruby tidak bisa mengerti. Jika dia dibandingkan dengan Belinda, maka semua pria akan tahu siapa yang paling menarik. Kenapa Aidan tidak bisa meliriknya sekali saja? Apakah cintanya begitu dalam kepada wanita itu? Meski memakai handuk kimono, Rubyza Andara tetap sangat cantik dan anggun dari ujung kepala sampai kaki. Kulit putihnya mulus bagaikan bayi. Tubuh sangat langsing dan ideal yang bisa dibilang melebihi standar seorang supermodel. Bahkan, rambut basahnya yang menjutai indah dan masih meneteskan air menambah nilai kesempurnaan yang dimilikinya. Sekali lihat, pria mana yang tidak akan bertekuk lutut dan terhipnotis oleh pesonanya? Sayangnya, itu berbeda dengan pria yang kini telah menjadi suaminya. Aidan Huo tampak dingin dan tidak ada emosi sama sekali ketika melihatnya. Seolah-olah dia tidak memiliki keinginan seorang pria sejati. Sejak dulu, dia memang begitu. Hanya saja, Ruby tidak menyangka kalau penampilannya yang sangat pribadi sekarang pun, ternyata tidak bisa meluluhkan hatinya. Malam ini adalah malam pertama mereka setelah menikah, tapi mungkin dia terlalu banyak berharap. Aidan malah lebih dingin dan tidak ada tanda-tanda akan melakukan tugasnya sebagai suami. Jawaban dingin Aidan datang dengan cepat. “Kalau kamu sudah tahu, kenapa masih saja bertanya?” Jantung Ruby berdarah, tertegun dengan wajah kaku yang berusaha mempertahankan senyum cantiknya. Tapi, itu gagal, karena dia seperti sakit gigi dan sudut-sudut matanya mulai memanas. “Kalau kamu tidak bisa tidur di sofa, aku yang akan tidur di sofa,” jelas Aidan dingin, membuka jas mewah yang dikenakannya, dan matanya menghindari Ruby. Tatapannya jelas sangat jijik dan muak. Dia membuka jas itu dengan sangat tidak sabaran, kening mengencang hebat. Seolah-olah jas itu adalah belenggu yang membuatnya sesak napas sejak acara pernikahan dimulai. Ruby hanya terdiam melihatnya tanpa ekspresi. Apakah dia menahan semuanya sejak tadi karena Belinda? Apakah Aidan sangat percaya kalau dia akan menyakiti wanita itu kalau dia tidak bersedia menikah dengannya? “Aku tidak suka ada suara ketika aku sudah tidur. Jadi, segera lakukan apa yang kamu lakukan selama aku membersihkan diri. Lampu juga harus dimatikan dan tidak boleh ada kegiatan lain sekecil apa pun,” titah Aidan dingin, acuh tak acuh melewati Ruby menuju kamar mandi. Ruby merasa kedinginan. Kedua tangan mengepal di sisi tubuhnya. Bibir merapat kuat. Itu adalah malam pertama kali Aidan bersedia satu kamar dengannya sebagai pasangan sampai pagi hanya karena terpaksa, tapi tentu saja mereka tidur terpisah. Karena masih berusaha untuk membujuk dan tidak ingin membuatnya marah, maka yang tidur di sofa adalah Ruby. Sementara Aidan tidur di ranjang king size yang indah dan nyaman sendirian dengan sangat lelap. Seolah-olah tidak ada Ruby di sana. *** Aidan Huo merasa isi kepalanya akan meledak hebat! Dia tidak bisa berhenti menikmati bibir kasar Ruby di bawahnya! Itu seperti candu aneh yang tidak bisa membuatnya merasa kenyang. Ingin lagi dan lagi! “Hentikan! Dasar berengsek!” teriak Ruby marah dan tergugu putus asa. Sayangnya, tidak ada hasil dari penolakan dan perlawanannya. Kedua tangannya ditahan semakin kuat di atas kepalanya. Ciuman demi ciuman diberikan oleh Aidan dengan sangat penuh semangat. Bahkan, jilatan demi jilatan bersaing dengan hisapannya yang datang silih berganti di dalam mulut Ruby. Pemandangan itu seperti orang yang sedang menikmati liar es krim kesukaannya. Berhenti? Mustahil! Aidan menggeram seperti binatang buas kehilangan akal sehat! Dia sendiri tidak tahu kenapa dia tidak bisa mengendalikan dirinya ketika bibir mereka berdua saling bertemu. Sadar atau tidak, rasa cemburu dan amarah menjadi satu di dalam dirinya. Bahkan, pria itu merasa dadanya bagaikan mengembang hebat dan siap untuk memuntahkan isinya kapan saja! Kenapa ketika malam pertama mereka sebagai suami istri, dia sama sekali tidak merasakan perasaan berbahaya seperti ini? Kenapa ketika dia mendengar Ruby dipermainkan, dan melihatnya yang berpakaian minim dan dikelilingi oleh pria-pria jahat malah membuatnya sangat tidak senang? Tangan kanan Aidan mulai menari di atas tubuh Ruby. Dia menyentuh apa yang ingin dia sentuh seperti orang yang kesurupan parah, dan itu dipermudah karena pakaian tipis Ruby sudah terbuka sebelumnya secara tidak sengaja. “Tidak! Jangan sentuh! Aku mohon!” pekik Ruby horor. Wajah pucatnya mengkelam suram ketika bagian pribadinya merasakan jari-jari besar dan lentik Aidan Huo mulai bermain dengan lembut di sana. Napas Ruby tertahan kuat, dan dia membeku dengan mata membelalak syok menatap langit-langit. “Jangan sentuh? Bukankah kamu sudah lama menginginkannya? Kenapa? Ingin berpura-pura menjadi polos? Ingin lebih banyak pria yang melayanimu?” ledek Aidan geram, seketika sudah lupa dengan ucapannya sendiri beberapa menit lalu. Dia yang berkata kalau klub malam itu bukanlah tempat murahan, tapi dia sendiri yang malah kehilangan kendali atas Ruby hanya dalam hitungan detik. Otaknya yang tiba-tiba teringat betapa murahan dan rendahnya Ruby dalam pelukan pria asing yang hampir berciuman di depan matanya, membuat emosinya semakin menggebu-gebu. Bibir Ruby kembali menerima siksaan liar dan ganas, sementara tangan kanannya terus menjelajah di bawah sana, merobek korset tipis itu hingga menyentuhnya secara langsung. Hati Ruby retak luar biasa! Dia kembali membeku dengan air mata menetes-netes di pelipisnya. Aidan melecehkannya dengan sangat rendah dan menjijikkan. Tidak pernah terbayangkan oleh Ruby kalau kesuciannya akan direnggut dengan cara keji dan kotor seperti sekarang di tangan mantan suami yang dulu pernah sangat dicintainya. Selama hampir 3 menit penuh, Aidan benar-benar tidak bisa menghentikan dirinya menikmati segala kelembutan Ruby. Dia seperti pria yang kehilangan segala pengendalian dirinya, dan menjadi binatang buas yang hanya menikmati buruannya sampai puas. Saliva menetes-netes turun dari bibir seksi Aidan ketika menarik wajahnya yang memerah sayu oleh nafsu dan gairahnya. Dia menatap Ruby dengan sorot mata penuh kegilaan dan obsesi yang aneh, dan ketika menyadari wajah mantan istrinya sangat menggoda meski tidak secantik dulu, Aidan dengan terburu-buru bagaikan kesurupan dua kali lipat, segera membuka kancing kemejanya, menekan Ruby dibawahnya dan kembali menikmati bibir mungilnya yang kasar. “Aidan... Aidan... Jangan... aku mohon... tolong lepaskan aku...” ucap Ruby putus asa dan lemah di sela-sela ciuman tersebut. Dia masih meneteskan air mata, dan hatinya sakit karena berpikir Aidan sengaja melakukan ini untuk menghinanya dan membuatnya semakin rendah. “Melepaskanmu? Kamu mimpi!” geram Aidan posesif, sorot matanya memancarkan kegilaan gelap yang sangat dingin dan penuh aura misterius. Dengan sangat tidak sabaran, dia membuka ikat pinggangnya sambil terus mencium Ruby dengan gaya Prancis. Di sisi lain, Ruby sudah sangat pusing luar biasa. Wajahnya panas, dan napasnya sesak. Dia mencoba memejamkan mata, berharap ketika dia membuka mata, semua yang sedang dialaminya sekarang hanyalah mimpi buruk dari sekian banyak mimpi buruk yang dialaminya. Sayangnya, itu bukanlah mimpi. Tubuh Ruby tersentak kaget ketika merasakan ujung benda panas dan kokoh menyentuh miliknya di bawah sana, membuat matanya terbuka lebar, dan punggungnya menegang oleh perasaan dingin dan horor luar biasa. “TIDAK! TIDAAAK! JANGAN SENTUH AKU, PRIA BERENGSEK!” maki Ruby marah sambil terus menangis. Wanita berambut palsu biru elektrik itu berjuang lebih hebat daripada sebelumnya begitu menyadari pertahanan Aidan mulai lengah. Kedua tangannya menahan dadanya yang kuat dan kokoh. Sangat keras seperti batu! Ruby kaget mengetahui kekuatan Aidan yang datang kembali kepadanya, dan mulai ditindih hingga sesak napas sekali lagi. “BAJINGAAAN! PRIA IBLIS! AKU SANGAT MEMBENCIMU! KENAPA KAMU TIDAK MEMBUNUHKU SAJA?! APAKAH KAMU SUNGGUH HARUS MELAKUKAN INI KEPADAKU? APAKAH KAMU TIDAK MALU KEPADA BELINDA?!” Makian Ruby menggelagar hebat di ruangan VIP, bergetar di udara hingga membuat ciuman Aidan yang sangat bersemangat tiba-tiba saja berhenti. Ruby kaget dan senang di saat yang sama menyadari trik menyebut nama Belinda berhasil menghentikannya di saat yang tepat. Ternyata, semua pria sama saja! Cinta dan nafsunya berjalan berbeda arah! Aidan menatapnya rumit, salivanya menetes di salah satu bibirnya, tapi membuatnya lebih seksi dan jahat di saat yang sama. Jantung Ruby sesaat terkejut dan berdetak aneh melihat keliaran itu. Namun, dalam sekejap mata, ditutupi dengan kebencian dan amarah! “Aidan Huo, setelah tidak bertemu, kamu ingin mencicipi makanan yang sudah basi? Apakah Belinda tidak membuatmu puas akhir-akhir ini?” sindirnya penuh sarkasme, tersenyum mengejek dengan wajah yang masih basah dan tergugu kecil. Sepuluh kuku jari Ruby tertancap kuat di kulit dadanya yang halus dan putih. Seolah-olah, jika dia mengerahkan kekuatan penuh, dia bisa mencungkil dagingnya begitu saja. Aidan sesaat linglung mendengar sindiran darinya. Dia hanya terdiam dengan wajah dingin tanpa ekspresi. Detik berikutnya, akal sehat dan logiknya kembali dengan cepat. Dalam hati, dia tersentak kaget menyadari apa yang sedang dilakukannya kepada Ruby. Wajahnya tiba-tiba menggelap mengerikan, lalu senyum menyeringai sangat jahat dan tampan muncul di sudut bibirnya. Sambil mencubit dagu Ruby, Aidan mendesis dingin penuh nada merendahkan. “Makanan basi? Benar. Itu adalah istilah yang sangat cocok untukmu. Kamu benar-benar pintar menilai diri sendiri, Rubyza Andara.” Pria dingin itu segera menarik diri dan memperbaiki celananya, tapi masih duduk di atas tubuh Ruby. Dengan sangat cepat, dia meraih ponsel yang terjatuh di lantai dan mengarahkannya kepada wanita di bawahnya. Syok! Bagaikan disambar petir di kepalanya, Ruby membeku kaget menyadari lampu kilat menerpa tubuhnya berkali-kali. “BAJINGAAAN!!!” jerit Ruby marah dan murka, mencoba meraih ponsel Aidan yang sedang memotret tubuh polosnya yang acak-acakan. Sayangnya, kekuatan pria selalu menang di mana-mana. Aidan dengan santai dan seolah tanpa tenaga menahan kedua tangan Ruby di atas kepalanya sekali lagi. Kilatan lampu kamera ponsel Aidan kembali menghujani tubuhnya. Mulai dari wajah, dadanya, hingga ke bagian pribadinya di bawah sana. “AIDAAAN!!!” jerit Ruby sangat marah dan histeris. Isi kepalanya meledak, dan mulai meronta seperti orang gila yang kesurupan. Rasa takut, putus asa, kengerian, malu, kecewa, sedih, dan segala macam perasaan rumit berputar-putar di dalam dirinya begitu menyadari Aidan kini berhasil mengambil foto super memalukannya. “Jika kamu berani kabur lagi dariku, lihat bagaimana semua foto-foto ini akan beredar luas di internet, Rubyza Andara,” terang Aidan dingin tanpa ekspresi, menurunkan perlahan kedua kaki Ruby yang baru saja dibuka lebar-lebar di depan kamera ponselnya. Aksi Aidan sangat jahat. Dia tidak puas hanya sampai di situ, tapi juga merekamnya seolah-olah itu adalah hal biasa dan bukanlah sebuah kejahatan serius. Ruby benar-benar sangat terpukul dengan apa yang menimpanya hanya dalam waktu singkat, tertegun bisu menatap langit-langit seperti boneka rusak sementara Aidan masih melakukan aksinya. Dia tidak bisa menggerakkan kedua tangannya, karena dikunci menggunakan ikat pinggangnya. Selesai merekam bagian bawah, ponsel bergerak pelan menuju bagian atas tubuh Ruby, dan berhenti pada wajahnya yang diam seperti batu. Semula, Aidan pikir dia akan sangat senang dan puas, karena telah berhasil menaklukkannya. Tapi, ketika melihat wajah terpukul dan diam Ruby yang sangat berantakan di layar ponselnya, Aidan Huo tiba-tiba tertegun kaget dalam diam. Sekilas, ada rasa menyengat menusuk jantungnya. Ekspresi Aidan perlahan melunak tanpa disadarinya. Bulu matanya merendah pelan, dan sorot matanya tiba-tiba dipenuhi dengan kelembutan yang belum pernah ada. “Aku...” Belum sempat Aidan melanjutkan kalimatnya, seorang pelayan pria muncul dan berteriak kaget dengan sebotol anggur jatuh dari nampan di tangannya. “Astaga! Maafkan saya!” Menyadari ada yang masuk tanpa izin, hanya dalam hitungan detik, Aidan Huo segera meraih mantelnya untuk menutupi tubuh polos Ruby. “Siapa yang menyuruhmu masuk?!” desis Aidan sangat marah, menggeram bagaikan binatang buas dengan wajah menggelap sangat menakutkan. Kedua bola mata sebeku esnya memancarkan cahaya dingin mematikan. Pelayan pria itu gemetar ketakutan hingga kedua kakinya lemas bagaikan jelly. Aura mengancam dari Aidan membuatnya hampir kencing di celana! “Ma-maafkan saya, Tuan! Saya pikir tidak ada orang di sini! Pintunya terbuka dan tidak ada suara manusia sama sekali,” terangnya terbata dan takut-takut. Keringat dingin membanjiri wajahnya, karena tahu kalau ruangan VIP itu biasanya dipakai oleh orang-orang kaya raya dan berpengaruh. Habislah dia! Selain itu, siapa yang tidak mengenal Aidan Huo?! “PERGI! KAMU DIPECAT!” Pelayan pria tidak berani membantah, segera pergi dengan tersandung kaki sendiri. Aidan mendengus kesal melihatnya, lalu melirik dingin Ruby yang masih diam bagaikan batu. Kening tampannya mengerut dalam dan rumit. Kemudian, dia menelepon seseorang. “Siapkan satu pakaian wanita di kamar lantai atas.” Selesai menelepon, Aidan meraih tubuh Ruby yang pasrah bagaikan boneka rusak, dan menggendongnya ala pengantin keluar ruangan.

Read on the App

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD