“Baiklah! Jangan merasa canggung hanya karena akan sendirian di tempat ini sebentar! Aku tidak akan lama, Ruby. Kalau perlu, aku akan ngebut 150 km per jam! Yang lainnya juga sebentar lagi pasti akan tiba,” terang pria berwajah cukup tampan, tersenyum dari jendela mobil box putih milik sebuah jasa layanan kebersihan.
Rubyza Andara menatapnya cemas, menggeleng cepat dan membalasnya sangat pelan seperti orang kurang makan, tapi nadanya cukup serius penuh perhatian.
“Tidak boleh. Tidak boleh. Kamu tidak boleh ngebut. Kalau kecelakaan bagaimana?”
“Benar juga. Kalau aku sampai kecelakaan, aku pasti tidak bisa menikmati bekal buatanmu yang sangat lezat itu. Eh? Tunggu! Tapi, kalau aku masuk rumah sakit, kamu pasti akan datang dan membawakanku bekal buatanmu setiap hari, kan? Bukankah itu jauh lebih bagus?!”
Ruby menghela napas berat, kedua bahunya melorot. Wajah memuram, mencoba membujuknya sebisa mungkin.
“Argon. Jangan bicara begitu. Kalau kamu tidak selamat, bagaimana?” balas Ruby pelan sekali lagi, kening mengencang lemah.
Untungnya, pria bernama Argon itu bukanlah tipe pria keras kepala. Segera mengamini ucapan sang wanita.
“Eh? Be-benar juga, ya? Kalau aku mati, tidak akan bisa lagi menikmati bekal buatanmu yang super enak di dunia itu, kan? Baiklah. Aku akan mengemudi dengan sangat hati-hati,” kekehnya seraya menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal.
Rubyza Andara melambaikan tangan kepada pria yang baru saja pergi untuk mengambil alat penting kebersihan mereka.
Senyuman di wajah wanita ini perlahan menghilang, kini berganti dengan kemuraman dan tidak percaya diri di wajahnya.
“Baiklah, Ruby. Kamu pasti bisa. Gedung besar ini bukan apa-apa. Sebentar lagi yang lainnya juga akan tiba seperti kata Argon. Sebaiknya bawa dulu peralatannya masuk ke dalam,” gumamnya kepada diri sendiri, memasang kembali masker medis yang sempat diturunkannya sebentar, lalu berbalik ke arah pintu. Dia mulai mendorong trolinya setelah membungkuk sopan kepada seorang satpam di dekat pintu sebagai kode meminta izin.
Suasana elit dan mewah segera menghantam semua indera Rubyza Andara. Dia yang sudah berada di dalam penjara cukup lama, sudah melupakan seperti apa sisi kehidupan satu ini.
Kalau dilihat dari luar saja, tentu tidak akan begitu jelas terasa. Tapi, saat masuk ke dalamnya, rasanya siapa pun dari kalangan biasa akan merasa sangat kecil dan tidak percaya diri.
Itulah yang dialami dan dirasakan oleh Ruby saat ini. Sekarang, dia hanyalah orang biasa dengan wajah monster. Bukan lagi primadona yang selalu dikagumi dan dikejar-kejar oleh banyak pria dari berbagai kalangan.
Gedung yang menjadi tugas mereka saat ini terbilang yang paling hebat dari semua gedung yang pernah Ruby datangi. Benar-benar sangat luar biasa sampai dirinya merasa menciut bagaikan semut.
Langit-langitnya tinggi, dan semua yang ada di sekitarnya bagaikan dunia lain dari sebuah drama orang kaya super elit.
“Wuah... hebat sekali gedung ini,” gumamnya berbisik dari balik masker medis yang dikenakannya, sesekali mengangguk sopan kepada para penjaga keamanan di sana.
Ketika Ruby masih mendorong trolinya di ruangan super luas dan panjang itu, di depan pintu utama gedung, sebuah kaki melangkah keluar dari mobil hitam nan mewah. Sepatu yang dikenakannya adalah sepatu kulit terbaik dan terlihat mahal.
“Tuan Huo, untuk masalah tanah di wilayah timur, sepertinya Grup Winarta juga sedang mengincarnya. Apa yang akan kita lakukan terhadap mereka?” tanya sang asisten begitu sudah berdiri di sebelah Aidan.
Aidan Huo mengerutkan keningnya dalam, mata masih tertuju pada layar tablet.
Sambil masih menggerakkan layar sambil menjawab, “cari kelemahan mereka, dan ancam sampai mereka keluar dari tender itu. Lakukan secara diam-diam.”
Pria muda di sebelah Aidan membungkuk sedikit, menjawab patuh, dan membiarkan bosnya berjalan menuju pintu masuk, “baik, Tuan Huo!”
Di sisi lain, Ruby terus mendorong troli peralatan kebersihan. Dalam benaknya, sudah membayangkan banyak hal baru untuk dilihat hari ini.
Selama berada di penjara, ada banyak hal yang berubah dengan cepat dan menakjubkan. Beberapa hal itu hanya bisa dilihatnya melalui siaran TV yang dijatah per minggu, sisanya menjadi hal baru baginya setelah keluar dari rumah tahanan.
Kegembiraan kecil Ruby saat ini, tidak lama lagi akan menjadi sebuah bencana yang tidak akan bisa dibayangkan olehnya sendiri bagaikan sebuah domino runtuh.
Ketika Aidan Huo memasuki pintu gedung tersebut, semua mata tertuju kepadanya, dan kepatuhan bagaikan sihir hadir di mata semua karyawan di lantai satu tersebut.
Tidak ada yang tidak tahu siapa Aidan Huo. Dia adalah CEO muda berbakat dan sangat genius. Segera saja beberapa orang menyambutnya dengan sangat sopan.
Tentu saja Ruby yang tengah melamun sambil mendorong pelan trolinya sama sekali tidak peduli, dan memang sudah kebiasaannya untuk mengabaikan hal di sekitarnya karena menganggap dirinya tidak penting sama sekali, dan tidak akan ada yang meliriknya.
Prinsip Ruby dalam memulai hidup barunya yang sederhana adalah tidak terlihat, tidak diketahui, transparan, dan tidak menarik perhatian siapa pun.
Jarak antara Aidan dan Ruby hanya beberapa meter, dan kedua orang ini sama sekali tidak menyadari kehadiran satu sama lain.
Malang bagi Ruby, tidak hanya ada Aidan di lantai satu tersebut, tapi dari beberapa arah mata angin berbeda, secara bersamaan, 4 mantan suaminya juga muncul seolah akan mengepung Ruby yang kini telah mencapai tengah ruangan, dan trolinya malah tersangkut sesuatu di lantai.
Saat Ruby mengecek kaki roda trolinya, lalu mencabut sebuah permen karet bekas, matanya syok begitu melihat dari arah lift tampak seorang pria berpakaian kasual dan topi bisbol hitamnya. Itu adalah Andy Ozkana (mantan suami ketiganya, seorang aktor dan model) muncul dari arah lift yang terbuka, sibuk berbicara di telepon sambil mengomel kepada seorang wanita yang patuh mengikutinya di belakang.
Tubuh Ruby menegang!
Puncak kepalanya bagaikan disiram sebaskom air es begitu saja!
Saat matanya panik ingin mencari tempat sembunyi, dari seberang ruangan yang berlawanan dengan posisi Andy berada, matanya menangkap sosok dingin dan dewasa berkacamata tebal. Itu adalah Sagara Baskara bersama para koleganya! Pengacara dingin dan merupakan mantan suami keempat Ruby!
Bagaimana ini? Kenapa dua orang itu ada di sini? batin Ruby panik dan kalut, sama sekali tidak punya keberanian dan rasa percaya diri jika dikenali oleh dua mantan suaminya itu. Apalagi dengan penampilan hancur dan kacaunya seperti sekarang!
Baru saja Ruby hendak mendorong trolinya ke arah lain, mata mengintip takut-takut di balik masker medis yang sengaja ditarik menutupi wajahnya lebih banyak, di depannya, di meja resepsionis, Arga Sirius Baizan (mantan suami keduanya, penerus Grup Baizan) bersama sekretarisnya, tengah berbicara dengan seorang resepsionis wanita, dan mereka hendak diantarkan ke ruang tunggu yang berada di sebelah kanan Ruby saat ini.
Ruby bagaikan disambar petir kali ini!
Tiga? Tiga mantan suaminya dalam satu tempat? Bagaimana bisa?!
Dia kena kutuk apa pagi ini sampai harus bertemu ketiga pria berengsek itu semua?!
Sayangnya, Rubyza Andara tidak menyadari kalau bukan hanya ketiga mantan suaminya itu yang muncul di hadapannya bagaikan mimpi.
Dua bencana yang sangat ingin dihindarinya juga ada di sana. Tentu saja itu adalah Aidan Huo dan Alaric Jiang!
Rubyza Andara yang sangat panik semakin gemetar dingin di sekujur tubuhnya, sudah ingin ke toilet saking ketakutannya!
Dia tidak salah apa pun, tapi kenapa tidak bisa mengendalikan tubuhnya seperti ini?
Apakah karena rasa rendah diri dan tidak berharga tiba-tiba menusuk hatinya setelah melihat ketiga mantan suaminya itu malah semakin tampan dan awet muda? Sementara dirinya sudah berwajah rusak, kulit kusam dan keriput mirip seorang wanita tua?
Karena tidak punya pilihan lain, dan tidak berani mendekat ke arah sana yang merupakan arah tujuannya, Ruby segera meraih ember berisi sedikit air di dalam troli, mulai pura-pura mengepel lantai. Canggung dan kikuk. Tubuhnya dimiringkan ke kiri dan ke kanan menghindari ketiga pria itu. Kepala terus menunduk patuh ke lantai.
Sosoknya yang kurus dan berpakaian seragam putih kebersihan, tentu tidak akan bisa dikenali oleh mereka bertiga.
Apalagi sama sekali tidak ada yang pernah peduli kepadanya sejak dulu, pastinya tidak akan mengenali figurnya sedikit pun. Namun, tetap saja dia merasa takut dan tidak aman!
“CEO Jiang, apakah artikel media itu kita biarkan saja? Memang sama sekali tidak memberikan pengaruh buruk kepada Grup Jiang, tapi bagaimana dengan nona Paula? Apakah tidak apa-apa?”
“Tidak perlu. Biarkan saja apa adanya.”
“Baik!”
Punggung Ruby seketika mendingin hebat bagaikan digigit es beku begitu mendengar suara Alaric Jiang (mantan suami kelima Ruby, CEO Grup Jiang), baru saja berlalu di belakangnya.
Mata wanita bermasker medis ini membola syok, pupil menyusut. Kedua tangannya gemetar memegang gagang pel di depannya. Tubuh membeku.
Alaric Jiang? batin Ruby, linglung dan merasa semua ini seolah tidak nyata.
Setelah bertahun-tahun lamanya ingin bertemu dengan Alaric, tidak sangka malah akan bertemu dengan cara seperti ini?
Mata Alaric Jiang melirik sekilas pada punggung rapuh Ruby ketika lewat di dekatnya, lalu dengan dingin mengabaikannya dalam sekejap mata, berjalan cepat menuju bagian resepsionis.
Ruby melakukan gerakan seolah-olah tengah mengepel kembali, memunggungi pria bermantel hitam itu yang sekali lagi meliriknya dingin dan misterius.
Bagaimana? Bagaimana ini? batin Ruby panik, mata dipejamkam kuat-kuat.
Di dalam benaknya, Ruby sudah membayangkan sebuah skenario kalau keempat mantan suaminya pasti akan menatapnya hina dan rendah, penuh rasa jijik kepada dirinya yang sudah menjadi monster buruk rupa. Menyedihkan dan memalukan!
Rasa sakit bagaikan jarum panas menusuk dadanya.
Ruby sudah tidak mau bertemu mereka semua! Kenapa malah jadi seperti ini?
Otak Ruby bagaikan gedung tinggi yang tengah terbakar hebat. Tidak tahu bagaimana memadamkan api kepanikan yang menyulut semua hal di dalam dirinya. Membuatnya gelisah dan resah luar biasa!
Dengan keringat dingin, Ruby menaikkan pandangannya ke arah lift yang seharusnya telah digunakannya sejak tadi, tapi sialnya, hal tak terduga malah terjadi di hadapannya saat ini.
A-apa yang terjadi? Kenapa keempat pria itu malah berjalan ke arah sini semua? batinnya kalut, cepat-cepat menundukkan kepalanya lagi, mengepel lantai cepat dan cepat.
Jantung Ruby sudah deg-degan parah!
Kabur! Kabur saja, Ruby! Bodoh amat dengan tempat ini! batinnya lagi kepada diri sendiri.
Sadar kalau keempat pria itu benar-benar tengah berjalan ke arahnya, atau lebih tepatnya tengah berjalan menuju arah pintu keluar.
Ruby yang panik dan tidak menyadari situasi, segera menenteng ember, memeluk tongkat pel, dan menarik trolinya cepat-cepat menuju arah pintu keluar.
“Hei, nona pembersih!” tegur Alaric Jiang kepada sosok Ruby yang sudah berjalan menuju pintu, tapi bukannya berhenti, Ruby malah kaget dalam diam, dan buru-buru mempercepat langkahnya.
“Tuan Jiang! Tuan Jiang! Akhirnya kami bisa bertemu dengan Anda saat ini!” teriak seorang pria tua berjas hitam mewah, mencegat Alaric dengan cepat.
Di belakang pria tua itu sudah berderet beberapa pria tua lain, memakai setelan serupa. Sepertinya semuanya adalah para pebisnis hebat.
Alaric Jiang melirik sekilas kepada sosok Ruby yang sudah semakin jauh, lalu tersenyum membalas pria yang tengah menyambutnya.
“Halo. Senang bertemu dengan Anda, Direktur Purnama!”
Kedua pria ini bercakap-cakap dengan sangat formal dan profesional, sesekali suara tawa terdengar dari kelompok ini yang membuat bulu kuduk Ruby berdiri.
“Aku tidak mau tahu! Cepat bereskan kontraknya! Apa seperti itu cara kerjamu selama ini? Kalau tidak becus memilih kontrak, berhenti saja jadi managerku!” maki Andy Ozkana dengan wajah tampan galaknya kepada sang manager.
“Jangan khawatir. Akan aku bereskan secepat mungkin!”
Suara teriakan Andy sang aktor terdengar membahana hingga membuat semua mata tertuju kepadanya, hal itu tidak luput dari mata semua mantan suami Ruby yang lain.
Suara teriakan itu memicu Ruby semakin berjalan cepat ke arah pintu dengan kepala terus ditundukkan sangat rendah.
Sialan! Kenapa gedung ini luas sekali?! batin Ruby tidak sabaran, merasa pintu keluar di depannya bagaikan sebuah fatamorgana di padang pasir.
Siapa sangka, ketika mencoba mengecek jarak pintu keluar di depannya, Ruby malah berhenti tepat di depan sebuah sosok tinggi berpakaian mahal. Dari tubuhnya yang menawan dan kokoh menguarkan bau parfum yang khas.
Rubyza Andara tahu parfum mahal dan langka itu!
Hanya bisa dipesan khusus di tempat tertentu, dan pemiliknya hanya ada satu di dunia ini!
“Berisik sekali! Apa dia tidak punya tata krama berteriak seperti monyet begitu?” gerutu Arga kepada sekretaris pribadinya.
Suara mantan suami keduanya yang mendekat itu menusuk telinga Ruby. Tanpa pikir panjang lagi, Ruby yang sangat panik dan berkeringat dingin, segera meraih ember menutupi kepalanya hingga air kotornya membasahi tubuh Ruby tepat di depan mata Aidan Huo.
“Tuan! Tolong selamatkan saya!” pinta Ruby dengan suara serak jeleknya.
“Apa yang kamu lakukan?” tanya Aidan Huo dingin, memicing sinis kepada sosok berkepala ember yang kini tengah duduk di lantai sembari memegangi sebelah kakinya erat-erat.