Awal yang baik
Briana Calista wanita berparas cantik dengan rambut lebat, panjang sepunggung dengan warna pirang itu terlihat sangat menawan. Wajahnya begitu cantik, di hiasi kaca mata hitam. Dengan gaun merah terlihat lebih elegan di badannya.
Dan bahu putih terekspos bebas melihatkan kulit lembutnya, selembut sutra. Dan memang sudah di akui oleh para lak-laki yang kenal dengannya. Menampakkan kulit mulusnya. Dia berjalan dengan langkah ringan, bak model internasional. Kaki jenjangnya terlihat lebih kurus dari pada dia waktu sekolah, yang di ejek dengan kaki gemuk.
Kali ini dia ingin bertemu kakaknya. Meski sudah sangat lama dia tidak bertemu dengannya. Dan bahkan sudah hampir berapa bulan tak bertemu. Dan mungkin juga ada satu tahu. Dia bahkan tak menghitungnya. Meski baru satu tahun lebih terjun dalam dunia artis. Nama Ana sudah melambung tinggi.
Mengalahkan artis senior lainya. Begitu banyak tawaran drama yang masuk padanya. Dia dia sendiri yang menyeleksi mana yang bagus untuknya.
Ana menarik napasnya dalam-dalam. Dia berdiri tepat di depan pintu sang Ceo. Ia merasa ragu saat ingin membuka pintunya. Dalam satu tarikan napasnya. Ana membuka pintunya. Langkah terhenti saat dia mendengar kakaknya sedang berbicara dengan orang di dalam.
"Iya… Kamu urus semuanya. Aku gak mau jika mendapatkan citra jelek."
Saat Miko kakaknya sudah mematikan ponselnya. Ana tersenyum, memegang gagang pintu. Memutarnya, lalu membuka pintu semakin lebar perlahan.
"Hai… Kak." panggil Ana, tersenyum tipis ke arahnya. Ia gak lupa menutup pintunya kembali. Dan berlari masuk ke dalam ruangan Miko.
Kakak tiri Ana. Dia di pungut orang tuanya saat kehilangan ibu dan ayahnya di sebuah kecelakaan tragis. Dia punya trauma melihat darah. Miko laki-laki introvert yang tak pernah keluar dari ruangan kerjanya jika tak ada masalah penting. Apalagi jika berhubungan dengan adiknya. Dia pasti langsung meluncur.
Meski Ana tidak tahu. Jika semua yang melindunginya. Dan mengatur semua pekerjaan adalah dirinya. Bagi Ana dia hanya bekerja sesuai yang dia inginkan. Dan tanpa tahu jika semua adalah ikut campur dari kakaknya, yang sekarang membuat nama Ana menjadi paling populer dari artis lainya.
Ana berjalan memegang ke dua pundak kakaknya. Dengan senyum sedikit merayu.
"Kak… Ada proyek baru, gak? Setidaknya aku bisa jalan-jalan keluar gitu."
"Proyek apa, adikku sayang." gumam Miko. "Memangnya kamu mau jalan-jalan ke mana? Ke luar negeri? Dubai? New Zealand? Atau ke paris? Prancis? Atau entah… kamu mau kemana?"
"Ada proyek gak di sana?" tanya Ana, tersenyum menarik turunkan alisnya.
"Proyek apa?" tanya Miko.
"Drama, kakak sayang." Ana menguntupkan bibirnya. Beranjak duduk di meja kerja Miko.
"Masak kakak gak tahu. Kau bosan, kan. Semua drama aku syuting di ambil di kota ini. Apa gak ada tempat yang lebih indah dan romantis gitu." Ana menghela napasnya kesal. memalingkan wajahnya.
Miko bukanya mendengarkan apa yang di katakan Ana. Dia lebih fokus melihat bajunya yang membuatnya menggelengkan kepalanya.
"Bajumu," Miko memalingkan wajahnya seketika saat melihat baju seksi Ana, yang menunjukan belahan di dadanya
Ia melepaskan jas hitam miliknya. Menutupi d**a Ana yang sedikit terbuka.
"Jangan umbar tubuh kamu. Jika kamu ingin di hargai seorang laki-laki." gumam Miko.
"Lagian, kamu mau kemana pakai baju seperti itu?" tanya Miko. "Berpakaianlah dengan baik, jika kamu ingin di hargai laki-laki."
Miko melepaskan tangan Ana di pundaknya. Ia kembali menata pekerjaannya.
"Kak… Aku hanya pergi meeting. Lagian ada jadwal meeting nanti jam 9." gumam Ana.
"Ya, kakak sudah tahu dari manajer kamu. Si Belle." Miko sedikit jutek. Dia gak suka jika adiknya terlalu terbuka menggunakan pakaiannya. Ia juga tak suka melihat dia terus dekat dengan laki-laki yang sengaja ingin berkencan dengannya agar bisa menaikan namanya. Tapi Ana tidak bisa di bilangin. Jika dia belum melihatnya secara langsung nantinya.
"Turun dari mejaku." pinta Miko.
"Kakak… Kenapa kamu jadi jutek?" tanya Ana, wajahnya cemberut. Menarik-narik kerah kemeja Miko.
"Aku bilang turun dulu dari meja kerjaku." Pinta Miko semakin tajam.
"Tapi, kak!"
"Turun!"
Ana menghela napasnya kesal. Ia bergegas turun dari meja kerja Miko. Menatap ke arahnya bingung. Miko meraih jas yang menutupi tubuh Ana. Laki-laki itu memakaikan jas miliknya. Menutupi semua tubuhnya yang terbuka.
"Ini lebih baik, jangan berpakaian terbuka di depan para laki-laki."
"Jangan pakai baju kekurangan bahan seperti itu." Miko kembali menatap ke meja kerjanya.
Sedangkan Ana memincingkan matanya bingung. "Hello… Kakak.. Apa kakak gak tahu fashion. Bukanya kakak sendiri seorang Ceo. Dan harus mengerti gimana Fashion model terkini. Itu seperti apa?"
"Banyak artis yang tidak suka menggunakan gaun terbuka seperti itu. Setidaknya tutup aurat kamu."
"Terserah, deh. Kak.." ucap kesal Ana.
"Sekarang aku minta proyek baru.. Setidaknya drama atau pembawa acara apa gitu." Ana menguntupkan bibirnya. Mengerutkan semakin ke depan dengan ke dua tangan di lipat ke depan dadanya.
"Kenapa kamu cemberut. Bukanya proyek drama kamu sudah banyak?" Miko berdiri menatap Ana. Memegang ke dua pundaknya.
"Lebih baik kamu perintah manajer kamu. Untuk mengatur jadwal kamu yang padat itu dengan baik." Miko, mengusap ujung kepala Ana.
"Hah… Kaka, nyebelin!" Ana menepis tangan Miko di kepalanya. Dia masih saja tetap saja mengerutkan bibirnya.
"Proyek baru sudah aku serahkan pada artis baru. Felista."
"Kenapa di kasihkan dia. Dia itu gak cocok dengan proyek itu. Lagian dia juga artis baru. Dan belum cocok jadi pemeran utama."
"Meski dia artis baru. Tapi peminat drama ini sangat banyak jika pemeran utama Felista dan Edward."
"Kenapa harus Edward… Pemeran utamanya. Kaka tahu, di masih kencan denganku. Dan sekarang dia beradegan kecupan dengan wanita lain." Ana menghentakkan kakinya kesal. Dia mengambil tas channel miliknya di atas meja kerja Miko. Ia menarik jas Miko yang menutupi pahanya. Melemparnya ke belakang tepat jatuh di atas meja Miko.
"Gak ada adegan kecupan di drama itu. Jadi gak usah khawatir." jelas Miko. Ia mulai kembali menatap pekerjaannya yang terlihat sangat menumpuk di mejanya.
Ana tetap saja pergi. Ia membuka pintu ruangan Miko. Berjalan keluar, lalu menutup pintunya lagi kasar. Membuat suara decitan pintu itu terdengar sangat nyaring.
Miko hanya diam menggelengkan kepalanya. Helaan napasnya keluar perlahan dari indra penciumannya.
"Dia gak bisa bertingkah lebih sopan lagi?" gumam Miko. Ia meraih ponselnya. Dan segera menghubungi asistennya untuk mengikuti kemanapun Ana pergi.
Miko khawatir dengan Ana pergi dengan pakaian terbuka seperti itu. Banyak laki-laki mata keranjang yang seenaknya menatap pemandangan gratis baginya.
-------
Ana berjalan masuk ke dalam mobilnya. Dia membenarkan kaca mata hitamnya. Menutupi ke dua matanya. Dan mulai mengemudi mobilnya dengan kecepatan tinggi menuju ke rumah kekasihnya. Edward.
Edward adalah kekasih Ana. Bahkan semua sudah tahu tentang hubungan mereka. Dan para fans menganggapnya sangat cocok. Dan berharap mereka segera menikah. Tetapi itu bertolak belakang dengan pikiran Edward dan Ana. Mereka belum ingin menikah sama sekali.
Ana memelankan laju mobilnya. Dia mulai meraih ponselnya di dalam tas miliknya. Menghubungi manajernya. dia ingat jika sampai manajer bawel itu masih ada di rumahnya. Setidaknya jika dia keluar bisa aman jika kencan dengan Edward.
Ana memakai handset bluetooth miliknya. Gara bisa berkomunikasi dengan siapapun di dalam mobil. Meski dalam keadaan sedang berkendara.
"Ada apa?"
"Kamu segera datang ke tempat meeting, Elle. Aku mau pergi sebentar."
"Bukanya kamu ada meeting?" tanya Elle.
"Iya, satu jam lagi meetingnya. Jadi aku temui Edward dulu. Aku ingin berbicara sesuatu padanya." ucap Ana.
"Baiklah, cepat selesaikan. Dan aku gak mau wartawan tahu kalau kamu sedang berada di rumahnya." ucap Elle.
"Dan ingat. Jangan sampai kamu bertindak macam-macam. Apalagi sampai terlibat skandal panas. Itu akan mengancam karir kamu."
"Iya.. Bawel…" decak Ana. "Lagian gak mungkin aku melakukan adegan panas. Apalagi ini ada di dunia nyata bukan drama." Ana mematikan ponselnya dan kembali fokus mengemudi mobilnya.
"Eh… Ana.. Jangan di mematikan dulu. Aku aku bicara denganmu." Elle terus bergumam kesal saat Ana sengaja mematikan ponselnya.
Punya manajer bawel seperti dia. Bikin kepala pusing. Dan asisten juga begitu. Dia gak tahu kemana, gak ada kabar, ngilang terus.
"Sekarang entah di mana tuh, orang. Di saat aku butuh dia tidak ada. Giliran aku gak putih dia selalu ada. Dasar tuh, Asisten gak punya beban hidup atau gimana sih, santai banget hidupnya."
-----
Sampai di rumah Edward. Dia ia tak melihat mobilnya di sana. Ana segera memarkirkan mobilnya di halaman jauh dari pintu rumahnya. Dan wanita itu menurunkan kaca mata hitamnya, lalu mencoba mengamati sekitarnya.Di mana dia?" gumam Ana.
"Apa mungkin dia ada syuting sekarang. Tapi gak mungkin, dia aja baru dapat drama baru. Dan harusnya sekarang dia free.." Ana keluar dari mobilnya. Dia berjalan mengendap-endap mengintip rumahnya. Semoga saja gak ada wartawan yang tahu. Pikirannya hari ini ingin sekali memberi tahu kejutan untuk Edward jika dia akan main baru. Mulai tidak bersamaan seperti ini patut juga di permasalahan nantinya.
Ana mencoba membuka pintu rumahnya. Tak dikunci? Merasa curiga, wanita itu berjalan masuk ke dalam rumahnya. Dan langsung menuju ke kamar Edward.
"Mungkin dia masih tidur. Aku harus bangunkan dia sekarang." gumam Ana, begitu antusias.
Sampai di depan pintu kamarnya. Langkah Ana terhenti saat dia mendengar suara desahan dari kamar Edward. Ia mencoba mengintip dari balik pintunya. Seketika tubuhnya lemas. Melihat kekasihnya sedang b******u mesra dengan wanita lain di dalam kamarnya. Hatinya terasa sangat sesak, ingin rasanya melempar batu ke arah Edward. Tapi ia tak sanggup melakukan itu semua.
Di saat dirinya sudah sangat mencintai Edward. Dan ternyata laki-laki itu bermesraan dengan wanita lain di belakangnya. Dan bahkan mereka sekarang seakan tanpa dosa mereka b******u mesra di belakangnya. Di depan terlihat seperti teman. Di belakang dia sering kanan kiri.