bc

TUAN MUDA

book_age18+
4.4K
FOLLOW
46.6K
READ
billionaire
love-triangle
boss
sweet
city
betrayal
like
intro-logo
Blurb

Novel tamat berkoin. Harap bijak saat membaca cerita ini. Ambil segi positif dan jangan lupa tahan napas pada pertengah bab. Happy Reading.

Bagaimana jadinya jika seorang wanita mulai merasakan kehambaran dalam hubungan percintaannya? Inilah yang tengah dirasakan Seira Danisha Pawitri. Menjalin hubungan asmara yang berlangsung selama tiga tahun tidak menjamin hubungan Seira dan Aldo kekasihnya baik-baik saja. Sikap Aldo yang terlalu lembek serta selalu sibuk dengan profesinya sebagai guru honorer membuat Seira seringkali kesal dan merasa tidak diperhatikan.

Perasaan sayang yang ia rasakan mulai memudar di saat pertemuannya dengan Adrian. Seorang tuan muda yang telah menyelamatkannya dari gangguan penjahat. Seira merasa nyaman bersama Adrian. Lelaki itu memberi kesan pertama yang tidak akan pernah bisa dilupakan oleh Seira saat pertama kali bertemu.

Pesona duda beranak satu itu sukses membuat Seira semakin tak bisa menjauh darinya. Apalagi Seira terikat janji dengan putri semata wayang Adrian, bernama Aurel yang begitu merindukan kehadiran mamanya yang wajahnya begitu mirip dengan Seira.

Bagaimana kelanjutan hubungan Seira dan Adrian saat Aldo mengetahui hubungan gelap sang kekasih. Bagaimana pula sikap Seira saat melihat mantan istri Adrian yang tiba-tiba saja datang kembali pada kehidupan sang tuan muda.

chap-preview
Free preview
Pertemuan
Deru napas itu masih begitu terasa, aroma mint yang keluar dari mulutnya membuatku tak bisa melupakan kejadian beberapa menit yang lalu. Ucapannya yang lembut masih membekas di telinga. Sentuhan lembutnya benar-benar membuatku terbuai dengannya. Ini benar-benar rasa yang bodoh. Di saat hati ini telah bertuan justru malah memikirkan yang lain. Adrian, itulah namanya. Lelaki mapan dengan kekuasaan yang melimpah beberapa menit lalu menolongku dari godaan preman. Dia menghajar habis-habisan para preman yang menggangguku. Entah pesona apa yang membuatku terjerat dengan ucapan manisnya. Tubuhku terasa membeku saat berhadapan dengannya. Bibir itu seketika menempel dan membuai waktu, meleburkan semuanya. Pergerakan lima menit itu benar-benar di luar kendaliku. Aku hanya diam tanpa melawan. Wajah itu seolah membiusku untuk mengikuti permainannya. Dia melepas tautan bibirnya dan meninggalkanku begitu saja tanpa sepatah kata apapun. Bayangannya menghilang di antara bayangan malam yang semakin pekat. Perasaanku kali ini benar-benar gila. Wajahnya yang tampan masih saja menar-nari di pikiranku. Sikapnya yang tegas dan pemberani membuatku kagum pada sosoknya. Jika diberi kesempatan aku ingin bertemu dengannya sekali lagi dan mengucapkan ‘terima kasih’. “Seira, kamu baik-baik saja?” Mas Aldo datang menghampiriku di teras minimarket. Wajahnya tampak khawatir setelah aku menelponnya beberapa menit yang lalu. Lelaki itu yang seharusnya menolongku, tetapi ia malah sibuk dengan pekerjaan paruh waktunya sebagai guru private. Aku hanya mengangguk, wajahnya begitu teduh penuh kelembutan. Ia duduk mendekati dan menggenggam tanganku erat. Entah kenapa pikiranku terasa nakal ingin menjauh darinya dan mengejar yang lain. Bukannya aku tak setia, tetapi sikapnya yang terlalu mengalah membuatku jenuh dengan hubungan ini. Semua menjadi terasa biasa saja. Aku butuh sosok yang selalu ada untukku dan bisa membuatku benar-benar menjadi wanita seutuhnya. Munafik rasanya jika aku harus bersembunyi di balik senyum getirku. Semenjak memutuskan menikah, rasa yang dulunya membuncah tiba-tiba menghilang begitu saja. Semua terasa biasa saja. “Aku baik-baik saja, Mas. Kamu tak perlu khawatir.” Mas Aldo menggandengku dan mengajakku menjelajahi kota dengan motor butut miliknya. Lelaki itu tampak merasa sangat bersalah karena membiarkanku menunggu dan hampir saja menjadi korban pelecehan. Berulang kali kata maaf itu meluncur dari bibirnya. Hingga membuatku bosan mendengarnya. Suasana malam yang semakin ramai membuat hiruk pikuk kota Jakarta semakin menunjukkan pesonanya. Lampu kota berwarna-warni menghiasi jalanan. Aku mendekap Mas Aldo dari belakang, merasakan semilir angin malam yang semakin dingin, mencari kembali rasa nyaman yang mulai menghilang. Aku hanya terdiam, tak ada satu patah kata pun yang terucap. Hati ini merasa kecewa, kenapa bukan dia yang menolongku? Kenapa harus orang asing? Pikiranku masih teringat jelas saat lelaki itu berusaha menolongku, dan yang paling tidak bisa kulupakan adalah saat ... sudahlah, biarkan itu menjadi rahasia kami berdua. “Seira ... .” Aldo memanggilku. Aku baru tersadar ternyata kami telah sampai di depan kost-kostanku. Turun dengan perasaan hati yang lunglai membuatku semakin merasa bersalah. Wajah itu terlalu baik, aku merasa tidak pantas menjadi calon istri Mas Aldo. Bibir ini telah ternoda dengan yang lain. “Dek, kamu kenapa?” Mas Aldo menarik daguku, memandangi wajahku yang tampak lesu.”Mas minta maaf karena terlambat menjemputmu.” Mas Aldo benar-benar terlihat merasa bersalah. “Tak perlu minta maaf, Mas.” Aku melepas tangannya.“Aku hanya capek, Mas,” jawabku berkilah. Rasanya aku sudah tidak tahan terlalu lama berbasa-basi dengannya. “Ya sudah, Kamu istirahat. Sekali lagi Mas minta maaf karena terlambat menjemputmu.” Mengusap pucuk kepalaku dengan lembut, Mas Aldo terlihat begitu menyayangiku. “Aku masuk dulu, Mas,” ujarku lirih, aku sudah tak tahan dengan situasi ini, tidak ingin merasa bersalah lebih jauh dengan hubungan kami. Mas Aldo menarik tanganku, tak membiarkanku masuk ke dalam kamar terlebih dulu. “Selamat malam.” Kecupan di keningku terasa begitu lembut, sekujur tubuhku terasa menghangat, ini terasa berbeda. Bukan karena aku bahagia, tetapi karena aku semakin merasa bersalah. Manik mata itu berlalu dan perlahan menghilang dari pandanganku, seorang guru honorer yang telah menjalin hubungan denganku hampir tiga tahun. Merantau ke kota dengan harapan untuk mengadu nasib, kami bertemu di tempatku bekerja. Sebuah tempat yang melayani design graphis dan jasa cetak membuat Mas Aldo setiap hari datang dengan berbagai alasan, membuat kami dekat satu sama lain. Tepat satu tahun yang lalu orang tuanya datang melamarku, memintaku menjadi menantu mereka. Awalnya aku sangat bahagia, beruntung memiliki calon suami sebaik Mas aldo, tetapi beberapa jam yang lalu perasaanku terusik, hatiku bimbang. Apakah hubungan ini bisa dipertahankan? ***** Mataku masih terasa berat, berulang kali mengecek pesanan customer yang siap diambil. Layar monitor di depanku terasa kabur. Pandanganku terasa tak jelas, mungkin ini efek karena semalam aku tidak bisa tidur nyenyak. Ditambah lagi lagi tadi aku belum sarapan. Berangkat kantor terburu-buru karena takut terlambat. Bos Beni tak segan memotong gaji karyawan yang telat satu menit pun. Hal itu yang membuatku selalu mengabaikan perutku di pagi hari. “Seira, kamu antar banner ini ke alamat ini, ya?” Bos Beni menyuruhku. Lelaki itu benar-benar tidak mengerti kondisiku saat ini. “Kok, aku Bos? Kan ada Mas Rudi.” Aku sedikit protes, Malas rasanya keluar kantor saat kondisi seperti ini. “Rudi ada kerjaan lain. Buruan! Jangan sampai Bos besar komplain.” Bos Beni meninggalkanku dengan kata yang tidak terbantahkan. Mau tidak mau, akhirnya aku harus menurut, dari pada harus kehilangan pekerjaan. Aku bergegas mengambil ponsel dan memesan ojek online, membawa sepaket Banner yang siap ku antar. Kepala yang terasa aku biarkan. Siapa tahu dengan keluar aku mendapat udara segar dan membuat kondisiku lebih baik. Perjalananku tak membutuhkan waktu yang lama. Tukang ojek dengan cekatan mengambil jalur alternatif untuk mengurai kemacetan yang ada. Jam makan siang membuat jalanan semakin padat. Perutku semakin melilit dan tak bisa terkontrol. Berulang kali menggigit bibir bawahku untuk menahan rasa lapar. Tiba di sebuah perkantoran elit, aku sangat takjub. Membayangkan bisa bekerja di tempat se elit ini, pasti gajinya lumayan besar dan bisa mengirim uang lebih banyak pada Emak yang di kampung. Aku bisa membahagiakan mereka di usia senja. Aku melangkahkan kaki menuju pos satpam di depan. Seorang lelaki berpostur tegap menghadangku. Bersiap dengan berbagai pertanyaan. “Pak ini ada kiriman paket banner dari Grafika Offset.” Aku menyerahkan satu paket banner kepada satpam. “Langsung bawa masuk.” Tanpa basa-basi satpam menyuruhku masuk. Aku semakin bingung, ke mana harus menyerahkan banner ini. Lalu lalang orang begitu banyak, sepertinya akan ada acara besar di kantor ini. Aku menghampiri seorang reseptionist.”Mbak, ini ada banner dari Grafika Offset.” Kembali kusodorkan sepaket banner. “Langsung antar ke aula belakang saja, Mbak.” Reseptionist menunjukkan arah ke aula. Aku harus berjalan lagi untuk mengantar banner ini ke tempatnya. Lengkap sudah rasanya hari ini. Kondisi tubuh lemah dan harus berjalan lagi. Kembali kukayuh langkahku, menyusuri koridor. Melihat design interior kantor yang begitu bagus membuatku kagum, mataku berulang kali mengerjap memastikan ini bukan mimpi. Aku berada di dalam sebuah kantor yang megah dan mewah. Tiba di aula suasana begitu ramai, para karyawan sedang menyiapkan acara besar. Aku menghampiri salah seorang dan memberikan banner yang kubawa. Akhirnya tugasku selesai. Aku bisa kembali ke kantor dan bisa bersantai sejenak. Mungkin sebelum kembali mencari makanan siang menjadi pilihan yang sangat tepat. Perutku benar-benar tidak bisa diajak kompromi kali ini. Saat membalikkan badan seseorang terasa menarikku pergi dari kerumunan. Bagai tersihir, aku sama sekali tak melawan. Dia membawaku masuk ke dalam sebuah ruangan sempit yang terletak di ujung lorong. Punggung itu seperti tak asing, aku sangat mengenalinya, tetapi siapa dia. “Katakan padaku, apa maumu ke sini?” Suara itu terdengar ketus. Aku terkejut, bertemu dengan seseorang yang telah menyita perhatianku beberapa menit kemarin. Dia yang membuatku semalaman tidak tidur karena memikirkannya. Lelaki yang berhasil membuat hatiku berbelok dan berpikir akan menyudahi hubunganku dengan Mas Aldo. “Aku—Aku ... .” Gugup aku tak tahu apa yang harus kuucapkan. Ternyata Tuhan mengabulkan permintaanku. Wajahnya terlihat berbeda, kali ini lelaki di hadapanku seolah lupa dengan apa yang terjadi kemarin. Adrian semakin memojokkanku di dinding, mata itu terlihat sangat menantang. Kematangannya dan ketegasannya sangat terpancar dari wajah tampannya. Darahku terasa berdesir begitu hebat, mengingat kejadian malam itu, bibirku terkatup rapat dan mataku tak henti menatapnya kagum. Ah, sial apa yang terjadi denganku ini. Sikapnya yang kasar malah membuatku semakin memujanya. Bahkan ia sangat berbeda jauh dengan Mas Aldo yang terlihat begitu sangat menyayangiku. “Jika kamu mendatangiku hanya karena ini, kamu salah besar.” Adrian melempar beberapa lembar uang kertas berwarna merah ke mukaku. Ia memerlakukanku seperti wanita muraha. Rasa kagum yang muncul kutepis jauh-jauh. Lelaki macam apa yang telah menyihirku. Meneyesal rasanya jika aku mengorbankan hubunganku dengan Mas Aldo hanya untuk laki-laki seperti dia. “Apa maksudmu?” Aku mendorongnya menjauh dari tubuhku. Dia pikir aku w************n yang dengan gampangnya ia bayar. Lelaki sombong yang merasa punya kekuasaan. “Bukankah uang yang kamu cari datang ke sini?” Pandangan lelaki di depanku kini terlihat begitu menjijikkan. Semuanya terlihat berbanding terbalik dengan sosok yang aku kenal kemarin. Kelembutannya berubah seperti serigala yang sedang mencari mangsa. “Kamu pikir aku w************n!” mataku menatap tajam. Tak peduli perut yang sudah terasa lapar. Harga diri ini seolah diinjak oleh lelaki semacam Adrian. “Lantas? Bukankah kamu menginginkan bayaran untuk kemarin?” Ucapan Adrian terdengar begitu sumbang. Darahku terasa mendidih. Ingin rasanya kutampar lelaki di hadapanku. Kurobek mulutnya yang seenaknya berbicara tanpa batas. “Lupakan! Anggap saja kita tidak pernah bertemu! Bertemu denganmu adalah satu kesalahan bagiku!” Ucapanku cukup tajam. Bukannya kagum, aku malah semakin jijik dan benci melihatnya. Lebih baik aku pergi dari pada harus berlama-lama dengan orang yang tak menghargaiku. Bukannya menjauh, Adrian malah menarikku keluar ruangan. Langkahnya yang begitu cepat membuatku kesulitan mengikutinya. Entah apa yang akan dilakukannya padaku. “Lepas!” Aku berusaha meronta, tetapi tangannya semakin mencengkram, apa mau lelaki b******k ini. Bodoh bila aku semalam memikirkannya, lelaki yang hanya memandang wanita dengan uang. Ia membawaku ke tempat parkir. Mobil suv berwarna silver terparkir rapi di tempat khusus. Suasana yang sepi membuatnya leluasa menarikku untuk masuk ke dalam mobilnya “Masuk!” Ia membuka pintu mobilnya. Aku terpaksa masuk ke dalam mobil, hatiku merasa was-was. Kita berdua di dalam mobil. Apa sebenarnya yang Ia inginkan dariku? Setelah menghinaku dengan uang. Ia malah mengajakku di dalam mobil berdua. Lelaki itu berjalan memutar dan duduk di depan kemudi. Ia mengunci dan menutup seluruh kaca mobil. Lapisan film pada kaca mobil membuatnya tak nampak aktifitas apa pun yang terjadi di dalamnya. “A—pa maumu?” Aku merasa tersudut, Adrian mendekatkan tubuhnya, wajahnya kian mendekat. Tubuhnya menghimpitku hingga membuatku sesak napas. Tangannya mengunci tubuhku hingga tak bisa berkutik. “Kamu lupa apa yang telah kita lakukan kemarin.” Pandangannya mulai menyisir seluruh wajahku. Sorot matanya seolah tak ingin melepasku. Wajanya kian mendekat. Jarak di anatara kami hanya hitungan centi. Aroma minta yang keluar dari mulutnya membuatku benar-benar terbius olehnya. Tubuhku terasa kaku. Terkunci, tak ada daya untuk melawan. Bahkan akal sehatku tak menginginkan melawannya. Aku seolah merasakan sapuan napasnya yang menghempas di wajahku. Aku gugup, takut, semuanya sungguh berbanding terbalik dengan apa yang terjadi kemarin. Semua sungguh di luar kendaliku. Kini, lelaki di depanku terlihat beringas seperti serigala yang tengah lapar. “Aku ... .” Bibirnya terasa kelu saat wajah itu kian mendekat. Otakku terasa mati dan tak bisa berpikir sehat. “Stststst ... biarkan tetap seperti ini.” bisiknya lembut. Membuatku memejamkan mata dan merasakan sentuhan lembut bibirnya yang manyatu.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Dinikahi Karena Dendam

read
206.1K
bc

Siap, Mas Bos!

read
13.5K
bc

My Secret Little Wife

read
98.6K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Tentang Cinta Kita

read
190.6K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.6K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook