Pesta telah usai.
Sebuah pesta pernikahan yang bertujuan untuk menghancurkan seorang mafia bernama Brooklyn Montano.
Ya, bagaimana tidak? Brooklyn lagi-lagi harus menyaksikan wanita pujaannya menikah untuk ketiga kalinya.
Elsa Alexis Huglof kembali menikah dengan sahabatnya sendiri, Freddy Candra. Pernikahan mereka terjadi ketika mereka masih berusia belasan tahun. Pernikahan jadi-jadian yang dilaksanakan di sebuah gereja. Brook menjadi saksinya waktu itu. Kemudian pernikahan kedua Elsa dengan seorang pria bernama Axel Candra yang tak lain adalah sepupu Freddy.
Di pernikahan kedua Elsa, Brooklyn telah sangat terlambat datang ke acara itu. Ia datang tepat setelah Axel dan Elsa selesai mengucap janji pernikahan mereka. Detik itu juga dunianya hancur.
Brook ingin menyeret Elsa dari altar kemudian membawa wanita itu pergi. Namun, ia tidak bisa. Memisahkan Axel dan Elsa sama saja menciptakan neraka baru bagi Elsa. Saat itu, Brooklyn hanya bisa menatap pedih pernikahan mereka.
Hari ini, Brooklyn kembali harus menghadapi kenyataan pahit mengenai hubungannya dengan Elsa. Elsa lagi-lagi menikah dengan Freddy, sesuatu yang sangat buruk bagi kehidupan Brook. Wanita itu selalu menolaknya. Menolak kehadiran Brooklyn di sisinya. Bahkan Elsa tidak membalas ciuman yang Brook berikan untuk ucapan selamat tinggal. Ciuman itu sudah tidak ada artinya lagi untuk Elsa. Seketika itu juga, separuh semangat hidup Brooklyn melayang bersama Sang Angin.
“Kuatkan hatimu, Brook!” ucap Beverly serak. Brooklyn saat ini tengah memapah adinya-Beverly Montano yang sedang mabuk berat. Mereka berjalan beriringan menuju kamar hotel.
Setelah memastikan Beverky tidur di ranjangnya, Brooklyn kembali ke bar untuk mengambil satu botol anggur lagi. Malam ini, ia butuh lebih banyak anggur. Tetapi, Brooklyn bertekad tidak akan mabuk. Elsa melarangnya mabuk-mabukan. Jadi, ia tidak akan menginkari janjinya pada Elsa.
Elsa lagi. Brook mendesah pelan. Biarlah hidupnya yang sudah dipenuhi dengan semua tentang Elsa biar saja seperti ini. Brook tidak mau merubahnya. Toh, bukankah dia tidak akan bisa? Elsa memang telah lama menjadi napasnya. Senyumnya adalah detak jantung Brooklyn. Jadi, untuk apa Brook mencoba melupakan Elsa?
Langkah Brooklyn terhenti ketika ia melihat seorang wanita berdiri tak jauh darinya. Atau tepatnya di sisi kamarnya dan Beverly. Wanita itu tampak kesulitan membuka kamarnya dengan kartu kucinya. Terlihat jelas jika wanita itu sedang sangat mabuk, dari caranya berdiri, tubuhnya yang hampir limbung, serta pakaiannya yang berantakan mampu mendeskripsikan kondisi wanita itu dengan sangat jelasnya.
Brooklyn bersikap acuh dengan melewati wanita itu. Ia berencana menyesap anggurnya sesegera mungkin. Semakin lama ia berada di luar, semakin ingin Brooklyn menjebol kamar Elsa dan mengajak wanita itu menghabiskan satu malam penuh dengan bercinta.
“Hey, kau!” seru wanita itu saat Brook berdiri di depan pintu kamarnya.
Brooklyn menoleh, mendapati wanita itu ternyata Kayla. Seharusnya ia sadar sejak pertama kali melihatnya, tapi, pikirannya yang saat ini dipenuhi oleh bayang-bayang Elsa membuatnya tidak focus dengan hal-hal kecil di sekitarnya.
“Bisakah kau membantuku membuka pintu sialan ini?”
Brooklyn tidak menjawab. Tidak ada gunanya berbicara dengan orang mabuk. Ia membuka pintu kamarnya sendiri dan…
Bugh!
Sebuah sepatu berwarna putih mendarat di kening Brookly. Sepatu siapa lagi kalau bukan milik Kayla? Kayla lah yang sengaja melemparkan sepatunya ke arah Brooklyn.
“Aku meminta bantuanmu. Kenapa kau sombong sekali?” gerutu Kayla.
Kesal dengan perlakuan Kayla, Brooklyn menghampiri wanita itu kemudian membawanya masuk ke kamar. Brook membantu Kayla melepas sepatu Kayla yang lain kemudian menidurkan Kayla di atas ranjang. Peris seperti yang ia lakukan pada Beverly.
Ketika Brook berniat pergi, Kayla menarik kemeja Brooklyn hingga pria itu terjatuh di pelukannya.
“Apa yang kau lakukan?” erang Brooklyn.
“Aku ingin mencicipi….” Kata-kata Kayla menggantung . “anggurmu…” sambungnya parau.
Tidak! Brook tidak akan membiarkan Kayla minum lebih banyak. Tetapi wanita itu berusaha mencuri anggur dari tangannya. Tanpa pikir panjang, Brook meneguk habis wine itu sebelum Kayla mencoba mencurinya lagi.
“Kau…” desis Kayla kesal. Ia kembali menarik kemeja Brooklyn.
Mereka terjatuh di ranjang bersamaan.
Pandangan Brooklyn kabur. Ia seperti melihat wajah cantik Elsa dalam balutan gaun tipis berpotongan d**a rendah. Brook mengambil bibir wanita yang ia kira sebagai Elsa itu lalu mengunci dengan bibirnya. Semua tentang Elsa memenuhi kepalanya. Brooklyn ingin memiliki Elsa. Untuk satu malam saja. Untuk sekali ini saja.
Kayla menyambut ciuman yang diberikan Brooklyn dengan begitu antusias. Bibir Brooklyn begitu manis, aroma wine dan parfum maskulin menyeruak memenuhi indra penciumannya. Terasa sangat maskulin dan menggoda Kayla.
Brook menarik tali kecil di bahu Kayla. Gaun tipis, itu melesat meninggalkan tempatnya. Tidak ada bra di sana. d**a Kayla padat dan berisi, Brook menyukainya. Kulit putih mulus Elsa, dadanya yang padat , sudah sangat lama sekali ia mendamba akan hal itu. Brokk membutuhkan Elsa untuk hidupnya. Ia tidak akan puas hanya dengan mendengar suaranya saja. Suara lembut yang selalu berhasil menenangkan saraf-sarafnya.
Kayla masih setengah sadar ketika Brook melucuti pakaiannya lalu melihat tubuh telanjangnya. Kayla juga masih bisa merasakan kengerian luar biasa ketika Brook menyatukan tubuh mereka. Ia tidak akan lupa bagaimana rasanya. Ini adalah pertama kalinya untuk Kayla. Pertama yang akan membuat hubungan itu terasa luar biasa. Namun, akhirnya ia harus menerima sakit yang tidak bisa ia sembunyikan ketika nama Elsa-lah yang keluar dari bibir Brooklyn.
Sudah sangat lama sekali. Sejak pertemuan pertamanya dengan Brooklyn Montano, Kayla memendam perasaan kagum itu. Ya, hanya sekedar kekaguman belaka, awalnya. Tetapi, lambat laun Kayla sama sekali tidak bisa menghilangkan pria itu dari benaknya. Dan malam ini, ketika ia seolah telah memiliki Brooklyn, ketika mereka sama-sama menikmati satu sama lain, harapan akan memiliki hati pria itu menguap bagai setets air saat terkena sinar matahari. Kayla kalah, ia kalah dari pertempuran melawan perasaannya sendiri. Ia tidak akan bisa memiliki Brooklyn sepenuhnya. Semua itu hanyalah ilusi belaka baginya.
“Elsa…” suara lembut Brooklyn kembali terdengar, menyayat hati Kayla dengan begitu dalamnya. Kayla menitikkan air mata. Tidak bisakah Brook melihatnya?
“Elsa… tetaplah bersamaku…”
“Jangan tinggalkan aku…”
“Aku mencintaimu…”
“Kumohon, jangan pergi, Elsa sayang.”
“Aku tidak akan pernah bisa hidup tanpamu.”
Suara-suara itu mengiringi pelepasan Brooklyn. Brook pun jatuh di sisi Kayla, ia menyesap leher Kayla sebelum menggumamkan nama Elsa sekali lagi kemudian terlelap.
Bagi Kayla, malam itu adalah akhir dari mimpi buruknya bersama Brooklyn Montano.
Sudah cukup ia menjadi pelampiasan pria itu.
Kayla akan menghapus jejak Brooklyn secepat yang ia bisa.
Tetapi, mampukah ia?