Penjara Hati
BAB 1 - Mencari Jati Diri
Matahari telah terbit di pagi hari. Membuat sejuta harapan-setiap manusia di hari ini. Berharap setiap harinya akan menjadi insan yang lebih baik dari kemarin. Pagi hari adalah waktu yang tepat untuk bermunajat pada Allah. Meminta segala sesuatu yang kita harapkan menjadi nyata. Impaian dalam hidup menjadi tergapai.
Seorang perempuan berhijab syar'i tengah melakukan rutinitas yang biasa ia lakukan sehari-hari. Dia sedang asik berdialog dengan Allah. Melalui tadarus Al-Qur'an, hatinya terasa sangat tenang. Setiap lantunan ayat per ayatnya ia perhatikan betul. Jangan sampai salah membacanya, karena akan salah artinya.
Perempuan itu bernama, Habibah Ma'rifatunnisa perempuan cantik muslimah yang sangat menjaga auratnya. Kulitnya yang putih, matanya yang sayu dan hidungnya yang mancung. Selalu menarik kaum Adam. Namun, Habibah selalu menjaga jarak dengan yang bukan muhrimnya. Habibah memang sejak kecil di ajarkan agar bisa menjaga dirinya sendiri. Karena dengan menjaga jarak dengan bukan muhrimnya itu adalah suatu kehormatan bagi wanita muslimah. Mendekatkan diri pada Allah. Karena Allah sang maha pencipta yang telah memberikan napas kehidupan pada Habibah.
Habibah menutup Al-Qur'an nya usai membaca ayat terakhir dalam surat Al-Kahfi. Bacaan wajib setiap hari yang selalu Habibah adalah Al-Masurat dan surat Al-Kahfi. Al-Masurat adalah sebuah dzikir Rasulullah. Yang sunahnya di baca setiap pagi setelah shalat shubuh dan sore setelah shalat asar. Isi bacaannya sangat menenangkan hati. Banyak do'a-do'a yang baik dalam dzikir Al-Masurat.
"Habibah!" Panggil umi Abidah, ibunya Habibah.
"Iya, Umi. Sebentar!" Sahut Habibah sambil melipat mukena yang ia pakai. Kalau sudah tadarusan kadang Habibah suka lupa waktu. Dari habis shalat shubuh sampai menjelang shalat Dhuha. Kadang sampai uminya memanggil Habibah seperti itu.
Habibah menghampiri uminya ke dapur. Ia membantu umi Abidah yang sedang menyiapkan untuk sarapan pagi.
"Sudah selesai nak tadarusannya?" Tanya umi Abidah.
"Sudah, umi. Sini biar Habibah bantu umi. Habibah juga ingin pintar masak seperti umi." Habibah segera mengambil beberapa sayuran yang ada di samping umi Abidah. Kemudian Habibah mulai memotong sayuran itu.
"Iya dong, biar nanti bisa masak untuk suamimu," sindir Abidah.
Umi Abidah memang sudah menginginkan anaknya untuk segera menikah. Karena menurut umi Abidah usianya cukup untuk siap berumah tangga. Tidak sedikit orang yang datang untuk mengkhitbah Habibah. Namun, Habibah terus menolaknya dengan alasan ingin lebih fokus pada pendidikannya. Karena pendidikan lebih utama bagi Habibah. Dan memang belum ada yang cocok di hati Habibah.
"Umi, jangan bahas itu terus. Habibah pasti menikah kok, tapi nanti," Habibah nyengir kuda.
"Habibah, menikah itu sunah rosul yang kamu harus jalani. Ingat sayang, pendidikan memang penting untuk kamu dan masa depan kamu. Umi cuma mau mengingatkan, mempunyai pasangan hidup juga perlu. Sekarang kamu sudah menjadi karyawan di perusahaan ternama. Kamu mempunyai materi dan memiliki kelebihan. Namun, apa gunanya kalau kamu tetap sendiri seperti ini. Kalau ada pasangan, kamu bisa berbagi cerita sama dia. Percayalah sayang, menikah itu indah," nasihat umi Abidah.
Habibah tampak berpikir dengan nasihat yang di ucapkan uminya. Entah kenapa meskipun usianya sudah matang, tapi Habibah merasa belum pantas untuk menjalankan sunah rosul yang itu. Rasanya Habibah masih perlu memantaskan diri dulu. Sebelum ia bertemu dengan calon imamnya. Apalagi kalau abinya tahu Habibah di khitbah orang. Pasti akan banyak syarat yang di ajukan oleh Arifin, abinya Habibah.
"Lihat kakak kamu, dia sudah bahagia sama suaminya. Sudah punya anak dua lagi. Kamu jangan terlalu asik mengejar pendidikan Habibah. Umi ingin anak-anak umi bahagia dengan pasangannya masing-masing," lanjut umi Abidah.
Umi Abidah memang selalu mengaitkan hal itu dengan kakaknya Habibah. Hanifah Khoernunissa adalah kakak pertama Habibah. Hanifah menikah saat usia sembilan belas tahun. Bagi Habibah menikah di usia semuda itu. Masih terlalu dini. Karena masih banyak pencapaian yang harus Habibah raih. Mungkin kalau Hanifah tidak mempunyai keinginan untuk mengejar pendidikan sampai tinggi. Jadi saat ada yang mengkhitbahnya. Langsung Hanifah terima. Eit, jangan salah untuk melamar anak-anak abi Arifin itu tidak mudah. Abi memberi syarat pada pria itu. Beberapa syarat tentang keagamaan. Seperti tes sholat dengan baik dan benar, hafalan berapa juz Al-Qur'an dan masih banyak lagi. Sampai Yusuf lolos ujian dari abi Arifin. Dan sekarang telah menjadi ayah dari anak-anak Hanifah.
Habibah sudah kembangkan semua hal itu. Pasti saat nanti calon imamnya datang untuk mengkhitbah Habibah. Abi akan menguji dulu calon mantunya. Sama seperti yang Abi lakukan pada Yusuf. Apa calon imam Habibah sanggup memenuhi ujian yang di berikan abi Arifin? Habibah berharap jika memang dia benar jodoh untuk Habibah. Ia ingin yang terbaik saja untuk dirinya dan tentunya calon imam yang juga mencintai Allah.
"Hari ini Abi pulang dari Surabaya. Kamu bisa pulang cepat hari ini kan?" Tanya umi Abidah.
"Bisa dong umi, hari ini kan hari sabtu. Jadi Habibah kerja setengah hari," sahut Habibah.
"Baguslah, nanti sore kakak kamu mau datang sama suami dan ponakan-ponakan kamu. Kita akan makan malam bersama. Kamu jangan pulang terlambat ya," pinta umi Abidah.
Abi Arifin memang sedang ada pekerjaan di luar kota beberapa bulan ini. Sebelum abi Arifin ada kerjaan di luar kota. Mereka sekeluarga memang sering berkumpul di rumah untuk sekadar makan malam bersama. Kalau tidak hari Sabtu. Ya, hari Minggu nya. Pokoknya dalam seminggu sekali mereka dan anak-anak berkumpul. Membahas apapun yang bisa dibahas. Dari mulai hal yang penting sampai hal yang membuat canda tawa tercipta.
Habibah pasti akan jadi topik utama. Karena pasti abi Arifin atau Hanifah akan menjodoh-jodohkan Habibah dengan kenalannya. Padahal usia Habibah belum sampai kepala tiga. Masih di kepala dua. Aneh saja kalau harus memaksakan menikah muda. Di kepala Habibah masih banyak rencana yang belum terlaksanakan. Termasuk rencana menikahnya. Cinta itu memang anugrah Allah, Habibah tidak mau dipaksa untuk menerima khitbah dari orang yang Habibah tidak cintai. Habibah ingin mencintai pria itu karena Allah. Merasakan getaran cinta yang membuatnya lebih dekat dengan Allah.
Ya, semua itu hanya harapan Habibah saja. Kalau Habibah mencari yang sempurna. Tentu tidak ada. Karena hanya Allah yang maha sempurna. Habibah mengerti hal itu, tapi setidaknya calon imamnya nanti. Yang menuntun Habibah lebih baik dan menuntunnya ke Surganya Allah.
Habibah kembali fokus membantu umi Abidah memasak. Umi Abidah ini masakannya sangat enak sekali. Ia selalu bisa mengolah bahan makanan apapun menjadi enak. Sepertinya kalau soal masak memasak umi Abidah sudah hatam. Dan mungkin hal itu akan di warisi pads Habibah. Karena dari zaman masih sekolah. Habibah selalu membantu umi Abidah di dapur. Sementara yang giat belajar, dulu itu Hanifah. Eh malah Hanifah duluan yang menikah dengan Yusuf. Jodoh menang rahasia Allah. Namun, kita juga harus memilih yang terbaik, untuk hidup lebih baik. Karena soal jodoh bukan untuk main-main. Hanya sekali seumur hidup. Habibah tidak mau terjadi perceraian karena tidak cocok. Karena Allah membenci perceraian.
Mereka selesai membuat masakan sederhana untuk sarapan. Habibah dan umi Abidah memang sudah terbiasa sarapan dengan menu langusng nasi, sayuran dan lauk pauknya. Tidak terbiasa hanya sarapan dengan roti saja. Kata umi Abidah sarapan dengan nasi akan membuat tubuh kita lebih kuat dibandingkan hanya sarapan dengan roti selai saja.