Beby Romeo dan sang istri akhirnya bisa bersatu lagi setelah masing-masing sempat memiliki pasangan hidup. Namun, entah takdir Tuhan tuh emang unik, mereka bisa saling menemukan dan cinta untuk keduanya nggak hilang begitu aja. Berbeda dengan penyanyi cantik ibukota, Raisa—lupa nama panjangnya karena aku sering dengar tapi nggak nge-fans—yang sempet balik lagi sama Mas Keenan tampan itu, cuma akhirnya ya, mereka harus putus dan sekarang udah sama lelaki (yang katanya hawt) model Hamish Daud.
Ini juga kata mereka para akun yang meramaikan #PatahHatiNasional di saat pernikahan RaisaxHamish dulu. Padahal sampai sekarang aku masih kebingungan di mana letak hawt-nya sosok Hamish Daud dan cantiknya seorang Raisa. Yakin, habis ini aku pasti diserang sama fansclub mereka. Udahlah, Sist and Bro, terima aja kenyataan kalau seganteng dan secantik apa pun mereka, tetep aja yang memujamu adalah pasangan yang ada di sampingmu sekarang atau pasangan masa depanmu nanti. Itu kenapa, aku nggak bilang Hamish hawt dan Raisa cantik. Karena mereka nggak nyata. Cuma ada di balik layar kaca televisi dan smartphone. Think smart, ah!
Daaaaan, kalau dua mega bintang itu aja nggak mau mengakhirkan hidup mereka buat balik sama mantan, punya nyali apa si Niko Pratama itu datang lagi di hidupku? Enak aja main datang ke rumah Sarah dan dia mau memastikan aku udah bisa move on atau belum gitu? Let me say, aku cuma kadang rindu ciuman manisnya. Itu aja kok. Dengan kurang ajarnya, sekarang Niko senyum lebar sambil bilang, "Apa kabar, Bhooo?" Panggilannya yang pakai 'u' banyak itu sekarang gel.
Sarah langsung masuk ke dalam, membiarkan aku dan mantan pacar ngobrol di teras rumahnya. "Ngapain sih dateng lagi?"
"Aku tadi ke kontrakan kamu, kamu nggak ada."
"Udahlah, Nik. Kita udah selesai lama. Kamu itu terlalu baik buat aku. Serius. Mana ada sih lelaki baik kayak kamu dapet cewek setia kayak aku?"
Bukannya ngerasa kesindir gitu ya, si Niko ini malah ketawa sambil menggosok hidungnya. Argh! Kebiasaannya nggak berubah dan biasanya aku yang mengusap hidung merahnya setelah dia gosok itu. Ih, kangen dikit.
Mataku melirik waspada pas aku dengar bunyi grusak-grusuk dari pohon-pohon pembatas rumah Sarah sama tetangganya. Ya ampun .... si anjing galak lagi nongkrong mantengin kami dari kejauhan. Ih, nggak ada yang ingetin aku buat bawa senapan sih ya tadi. Aku padahal sudah bikin strategi efektif buat nembak hewan ganas itu tanpa perlu empunya tahu.
Sebentar ... kok dia nggak gonggong?
"Bhoomi, kamu denger nggak dari tadi aku ngomong apa?" Hm, aku rasa ini ada hubungannya sama cowok bule di depanku ini. Jangan bilang anjing itu betina dan naksir mantan pacar! "Bhoomi Gangika."
"Apa siiiiih.... Aku udah bilang milyaran kali ya, Nik kalau aku nggak mau balik sama kamu. Nggak ada juga pertemanan setelah menjadi mantan. Itu cuma buat step awal ke tahap re-baper. Paham?"
Dia ketawa lagi.
Kok lama-lama nyebelin juga ketawanya.
"Aku ke sini bukan buat minta balik atau jadi temen, Bhooo."
"Trus?"
"Aku mau ambil jaketku yang waktu itu abis kita nonton. Belum kamu buang kan?"
Aku melongo. Seriously, dia datang jauh-jauh cuma buat sebuah jaket bodol yang .... ya ampun, aku cuma bisa mengembuskan napas. "Nanti aku bakalan kirim ke rumahmu! Udah? Sana pergi!"
"Oke. Beneran dikirim ya? Itu jaket temenku soalnya, ditanyain terus karena katanya itu hadiah anniv dia sama—"
"I don't f*****g care! Nanti aku kirim. Sekarang pulang, menjauh dari pandanganku! NOW!"
"Kamu masih inget alamat---"
"Niko Pratama ... aku bakal keluar asap dari kuping nih, pergi nggak? Nggak usah terkekeh gitu, kamu udah nggak ganteng di mataku!"
"Iya, iya, Bhooo. Masih aja sih sensi gitu. Nanti nggak laku-laku lho." Niko mengeluarkan sesuatu dari tas slempangnya. Daan ... "Sekalian mau ngasih ini. Aku kapok kalau harus berstatus sama banyak cewek, Bhoo. Jadi sekarang mau satu aja. Dateng ya?"
"OH.MY.GOD! Nikooooo, kamu undang aku ke kawinanmu langsung kayak gini?" Ekspresi terluka kayaknya udah nggak bisa kuhindari. "Ya ampuuun, kamu tau nggak sih sakitnya kayak apa di sini?"
"Katanya udah move on?"
"Ya tapikan tetep aja sakit, kamu mau kawin sementara aku belum dapet pasangan baru!"
"Yaudah, gimana kalau join aja ke nikahan kami?"
"Dasar sinting!" Aku menyambar undangan dari tangannya dan masuk ke dalam rumah Sarah setelah membanting pintu keras-keras. "Dasar cowok nggak waras! Bisa-bisanya dia undang gue di saat dia tahu kalau gue masih sering kesepian!"
"Anak gue tidur, j****y! Jangan berisik!"
Mengabaikan omelan Sarah dari dalam kamar yang pintunya sedikit terbuka itu, aku mengempaskan tubuh di sofa. Sambil meratapi udangan putih bercampur abu-abu, aku mengingat kembali sedikit janji Niko yang katanya dulu mau nikahin aku di usiaku yang ke-25. Harusnya itu sekarang. Harusnya namaku yang ada di kertas ini, bukan dia.
"Muka lo kenapa?"
"Lagi pengin tampil jelek aja."
Sarah mendengus dan ikut menjatuhkan diri di sampingku. "Bhoo, berapa kali gue bilang, lo ke Niko itu cuma kangen sama kenangan kalian, bukan sama orangnya. Percaya gue, begitu lo nemu seseorang nanti yang pas, lo akan berterima kasih sama Niko."
"Gue maunya dapet orang itu sekarang."
"Kejar Pangeran Harry sono, ngapain masih di sini?"
"Hello, Saraaaaah, gue masih bisa bedain mana mimpi mana riil ya! Harry itu udah diklaim sama Meghan, gue bisa apa."
"Ya kalo gitu bangkit sekarang!"
"Gue udah bangkit tapi ambruk lagi, b**o!"
"Anak gue tidur, Kambing! Pulang sono!" Dan, seorang Sarah Milea benar-benar menarik tanganku, membawa keluar rumah. "Gue sama lo bukan sahabat kalo berhubungan sama baby Alya."
"j****y!"
"Elo yang j****y karena gue tiap malem udah lebih daripada dibelay!"
"f**k you!"
"Gue emang tiap malam sama Aji."
"Edan!" Aku mengibaskan tas ke depan wajahnya yang langsung ditangkis sama si Emak nyebelin. Dia nutup daun pintu bahkan sebelum aku benar-benar ninggalin rumahnya. Pak Panglima, punya teman dekat satu aja kok ngenes amat. "Astaghfirullah, Subhanallah, Masyaallah, allahuakbar dasar anjing sialan jangan gonggongin gue!" Aku ngacir keluar halaman rumah Sarah dan rumah tetangga sialannya itu. Sumpah ya, nanti aku kalau main ke rumah Sarah beneran bawa senapan.
Kenapa sih orang-orang suka banget sama anjing padahal dia kayaknya musuh banget sama aku? Boro-boro mau post foto bareng anjing, kalau kami ketemu aja dia udah siap nerkam. Ngeri banget.
***
Anastasia Steele punya bos cakep macam Zack ... eh, namanya siapa sih? Pokoknya dia ganteng banget. Anna aja yang b**o karena lebih milih CEO itu. Dan, berkat kisah hidupnya, aku menemukan beragam judul CEO di kaver majalah atau n****+. Great. Orang-oarang banyak yang punya CEO hawt begitu, sementara aku punya bos macam Dimas yang kalau lagi baik, aku suka berdoa supaya tiba-tiba keterangan agama di KTP-nya berubah jadi Islam gitu. Habis, aku kadang suka kesem-sem dan nggak kuat kalau pagi-pagi denger suara dia telepon entah ngasih tugas atau informasi apapun itu.
Kayak sekarang ini, aku lagi teleponan sama dia. "Langsung aja ke K-kafe ya, Ga. Nanti kabari saya kapan pastinya dan kalau clear, hubungi Anggun, Fika sama Dirga. Bilang ke mereka kalau liputan khusus K-kafe ini jangan main-main."
Waduh, kalau bos Dimas aja udah pakai editor, reporter dan fotografer terbaik di iFood, berarti K-kafe ini beneran nggak gampil ya.
"Siap, Pak."
"Kamu kalau diajak ngomong nggak ada antusiasnya sama sekali. Bosen kerja di iFood?"
"Enggak, Pak! Siap, Pak Bos! Laksanakan! Hormat!"
Suara tawa di seberang sana terdengar. "Saya nggak ikutan ngawas ya. Kamu handle semuanya. Awas aja kalau ada kendala."
"Eh, Pak. Tapi kan ini belum fix, masih mau diskusi gitu. Bisa aja owner itu nolak atau---"
"Kamu bilang nggak ada yang bisa nolak Dimasetyo kan? Buktikan!"
Ya ampuuuun .... aku salah eksekusi kemarin! "Siap, Pak."
"Yaudah. Jangan hubungi saya kecuali kabar bagus. Saya mau jemput Audy ke bandara."
Nggak nanya! "Siap, Pak."
"Kamu dapet salam dari Audy."
"Salam balik, Pak!"
"Oke bye."
"Bye, Pak!"
Harus buruan mandi supaya nggak datang telat ke K-kafe! Untuk urusan pekerjaan, lebih baik aku menunggu daripada ditunggu. Tapi di luar pekerjaan, sori sori aja ya. Aku bakalan lakban siapa pun yang dateng terlambat padahal dia yang buat janji duluan.
Tadi pagi, aku dapat kabar kalau owner-nya minta ketemu langsung. Katanya ngobrol di telepon itu suka banyak miss-nya. Ih, dia aja kali ya yang dodol. Aku selama ini sering kok ngobrol bareng klien lewat telepon. Tapi sudahlah, toh aku penasaran juga sama keadaan kafe itu dan menu-menu Italianya.
Karena aku nggak tau ke Jl. Casablanca, Menteng Dalam, Tebet, Jakarta Selatan itu naik kereta atau naik Transjakarta bisa apa enggak, aku pilih pesan taksi online. Sebenernya sih lebih murah ojek online-nya, cuma karena takut penampilanku berantakan di pertemuan pertama, sudahlah. Toh pakai uangnya Dimas. "Pak, nggak usah terlalu ngebut ya. Saya mau sambil dandan dulu."
Bapak driver-nya tertawa kecil. "Mau main sama pacar ya, Mbak?"
"Ini lebih baik dari pacar, Pak."
"Oh, calon suami?"
"Bukan. Klien." Aku nyengir. "Saya juga lebih baik daripada pacar Bapak, kan?"
"Betul. Karena saya punyanya istri."
"Exactly!"
Mobil kadang menjadi meja rias kedua kalau aku lagi santai begini. Tapi beda lagi kalau buru-buru karena matahari udah teriak minta cepat. Biasanya aku naik ojek online dan dandan di toilet kantor setelah dapat decakan kesal dari Bos Dimas.
Aku berjalan memasuki sebuah kafe yang tertempel tulisan 'K-KAFE, Italian dessert' besar. Kafe ini bagus, tapi ya bukan yang megah banget gitu. Aku yang sekretaris aja sanggup kok kayaknya makan di sini setiap hari. Nggak sampai ada resepsionisnya juga macam Kafe Olivier itu. Begitu masuk, kamu cuma perlu duduk, nanti bakalan ada pelayan yang menghampiri. Diantar makanannya. Selesai makan, minta bill dan mengeluarkan lembaran uang, kemudian diletakkan di atas meja. Itulah hasil dari pengamatanku pada orang-orang. Eh tapi, itu kan sistemnya orang hedon juga ya... Kayak di film-film gitu lho.
Aku mendekati satu pelayan. "Permisi, saya dari majalah iFood, punya janji sama Dilan, bisa tolong bantuannya?"
Pelayan perempuan itu tersenyum lebar. "Ada keperluan apa, Mbak?"
"Bilang aja, saya udah buat janji begitu."
"Tunggu sebentar ya, Mbak saya panggil dulu."
"Oke. Saya tunggu di sini, ya."
Nah, di tempat ini lumayan juga buat jadi markas pencarian jodoh. Bukan konglomerat juga bukan si melarat. Lihat tuh, di depan sana lho, banyak cowok sendirian yang lagi ngunyah sambil mantengin smartphone. Pakaiannya kemeja rapi, ada juga yang terlihat casual gitu. Ya ampun ... tinggal pilih ini mah! Mereka kebanyakan sendiri lagi. Kok ya pas banget sih. Untung aku tadi nggak pakai pakaian formal dengan rok span gitu. Jeans putih dan blus biru dongker tanpa lengan yang kugunakan ini membantuku kelihatan easy going banget kan?
"Mbak iFood ya?"
Aku langsung menoleh ketika mendengar suara berat seorang cowok. Kok suaranya beda sama yang ditelepon? "Iya. Bhoomi Gangika." Aku mengulurkan tangan dan menjabat tegas tangannya. "Dengan Mas Dilan?"
"Oh bukan. Saya Davanka Jayesh. Owner dari K-Kafe."
"Wow." Aku ketawa manis. Ya kubuat manis lah ya. Padahal ini tadi aku kayak mau teriak kencang gitu lho. Ini Owner, plase. Beda tipis sama CEO. Atau sama aja sih.
"Dilan itu asisten saya. Mbak ..."
"Panggil saya Bhoomi, Mas ..."
Dia ketawa sambil benerin kaca matanya. Rambutnya ikal-ikal keriting gitu panjangnya sampai di atas kuping. "Panggil Ongka. Gimana, gimana Mbak iFood?"
"Mas Dilan udah bilang belum perihal kerja sama yang kami tawarkan?"
"Udah. Dan, saya kayaknya nggak tertarik. Keuntungannya apa kalau saya terima tawaran ini?"
Tuhkan, benar. Aku coba buat bersikap santai dan nggak terpojok. "Seperti yang diketahui, meskipun majalah kami mengedepankan makanan khas daerah Indonesia, tetapi justru target kami adalah generasi millenial. Dan Mas Ongka bisa lihat di media sosial kami." Aku nyodorin smartphone ke hadapannya yang menampilkan bagaimana respon audiens dan follower kami di media sosial. "Seenggaknya, kalau K-Kafe masuk ke majalah kami, tiga puluh persen paling sedikit, mereka akan datang ke sini." Dan, keuntungan bagi kami adalah karena mereka suka hal berbau produk luar.
Mereka jadi baca iFood atau mungkin bakalan b**********n.
"Sebetulnya saya nggak terlalu suka kerja sama sama media gini, karena K-Kafe juga udah punya nama dan follower. Cuma nggak pa-pa deh, buat ucapan terima kasih."
"Terima kasih untuk?"
"Karena Mbak adalah Bhoomi, dan udah mengizinkan saya tinggal di nama Mbak selama dua puluh delapan tahun." Pak Panglima, dia merayuku. Bukannya tersipu kok aku malah jijik ya. Tersipu sih dikit. "Jadi, perjanjiannya apa aja?"
Aku berdeham pelan. Mulai menjelaskan apa saja yang harus kami sepakati mulai dari jenis menu yang akan kami pilih nantinya, proses pemotretan hingga model untuk di majalah nanti. "Oke. Nanti surat perjanjian resminya saya kirim ya , Mas."
"Oke. Mbak iFood mau coba menu andalan di sini?"
"Wah, apa tuh? Gratis kan ya, Mas?"
Dia tertawa. Memintaku menunggu sebentar, sementara dia berjalan ke belakang. Cowok kayak dia cukup bahaya. Ih, nyebelin karena mukanya tuh ceria banget mirip-mirip sama berengsek gitu. Para hidung belamg itu lho. Dan, melihat ini, kamu-kamu jelas tahu kalau Dimas bukan satu-satunya jawaban dari kriteria-ekspresi itu.
Namun, aku sih masih tetap Dimas banget.
Dia sudah kembali membawa nampan dengan senyuman lebar. Bahaya, yang tadinya aku jijik karena gombalannya tapi kalau doi senyum terus kayak begini, aku bisa apa selain mati kaku. "Ini ada Strawberry Panna Cotta, Semifreddo, Neopolitan Pastiera, Sfogliatelle atau kue cangkang." Aku kan bukan pecinta makanan Italia ya karena aku ini orang yang nasionalismenya tinggi. Suka sama makanan khas Indonesia. Jadi, aku nggak tau sama semua yang dia jelasin barusan. "Minumannya ada espresso, Capuccino, Macchiato, Granita. Granita yang ini dari buah. Terus ada Frappe."
"Bedanya sama Frappucino?" Oh, s**t! Ketauan kan aku juga suka tempat asal Amerika itu. Hehehe.
"Frappuccino Starbucks itu berasal dari kata Farappe ini. Kadar gulanya lebih tinggi dari Granita. Sekitar dua puluh persen dan mengandung s**u dan dibuat dari buah-buah."
Aku aja nggak tau Granita rasanya gimana kok. Dan, modal makanan gratisan, aku akhirnya mencicipi hampir semua menu yang dia hidangkan. Yang menjadi favoritku adalah Strawberry Panna Cotta dan Frappe.
"Enak enggak, Mbak?"
"Lumayan." Aku mengangguk samar. Padahal ... INI ENAK BANGET, BO! "Jadi, setelah tanda tangan surat resmi, kami bisa langsung liputan ya? Kira-kira nanti pemotretannya di mana, Mas?"
"Kita punya studio sendiri kok di dalam. Mbak siapin aja SDM-nya."
"Oke! Kalau gitu saya permisi. Makasih banyak buat hidangannya. Semoga sukses terus buat K-Kafe." Aku berdiri, ngambil tas biru dongker dan menjabat tangannya. "Mari, Mas Ongka."
"Mari." Sampai di depan pintu kafe, aku berhenti melangkah karena suara panggilan 'Mbak iFood'. "Sori," lirihnya pelan setelah dia berdiri di depanku. "Mbak tembus."
Aku diam, mencerna ucapan... "What the f**k!"
Menjauh darinya, Bhoomi!