Bab 11: Tepung

1018 Words
*** "Tak baik minum fanta di pagi hari." Raihan baru saja pulang dari mesjid. Dia masih memakai pakaian kokoh dengan kopiah berwarna putih menghiasi kepalanya. Lalu, matanya tertuju pada Adriana yang tengah meneguk minuman berwarna merah jambu di meja dapur. Setahu Raihan, minuman itu tidak baik diteguk dalam kondisi tertentu. "Siapa yang bilang fanta tidak sehat apabila di minum di pagi hari? Kamu itu jangan ngawur ya. Tidak ada batasan bagi siapapun meminum apa saja yang ia mau." Seperti biasanya, Adriana akan menjawab ketus. Bukannya mendengarkan perkataan suaminya, Adriana justru semakin semangat menambah minumannya. Dia menuangkan minuman soft drink itu ke dalam gelas lagi dan lagi. Dilihatnya Raihan menggumamkan kata istighfar. Sok alim betul lelaki itu, pikir Adriana. Bukannya sadar diri, Adriana malah tersenyum miring. "Terserah awak sajalah. Saya dah bagitahu. Bila tak nak percaya, oke. Bila percaya pun oke." Tak ingin berdebat semakin lama, Raihan menaruh sajadah di kursi. Dia bergerak melangkah menuju dapur. Adriana sedikit tersentak. Namun, ia tetap memperhatikan apa yang akan dilakukan lelaki itu. Semakin hari, Raihan semakin misterius. Entah apa lagi yang akan dilakukannya. "Mau masak? Biasanya beli sarapan." Adriana duduk di meja. Melihat Raihan di dapur seolah pemandangan yang mengagumkan. Jarang sekali ada cowok yang mau menghabiskan waktunya di dapur apalagi memasak untuk dirinya sendiri. Kebanyakan lelaki Indonesia hanya ingin dilayani. Adriana berkaca ke suami teman-temannya. "Saya nak masak buat bekal. Nak bawa kat office. Buatan sendiri tu pastilah sihat. Lagipun, saya dulu course masak. Saya guna ilmu tu takpe kan?" Raihan membalik badan ke arah istrinya. Mata mereka beradu. Raihan menaikkan sebelah alis seakan menanyakan kenapa Adriana memperhatikannya begitu serius, seolah sedang memperhatikan lelaki pujaan hatinya. "Kamu ngapain kirim kode begitu? Itu pelecehan buat perempuan tahu," kata Adriana. Wanita itu kembali meneguk minumannya yang tinggal setetes. Benar-benar haus sepertinya. "Itu bukan kode pelecehan. Saya nak tanya why you looking at me like that? Tadi awak perhatikan saya ni macam perhatikan laki yang awak suka. Nampak mulai jatuh hati dengan saya." Raihan mengambil tepung gandum. Sepertinya ia akan membuat burger untuk makan siangnya. Pria itu memang lelaki Melayu. Namun, ia tumbuh besar di Amerika. Saat kuliah, ia banyak menghabiskan waktu di Massachusetts dan beberapa kali liburan di Eropa. "Jatuh cinta apa? Jika di dunia ini pilihannya Roy Kiyoshi atau Raihan. Aku akan memilih Roy Kiyoshi. Kamu adalah orang terakhir yang akan aku pilih dari sekian banyaknya cowok." Adriana melipat tangan, sekadar membuktikan kalau kata-katanya merupakan sebuah kebenaran. Adriana tidak mengidolakan Roy Kiyoshi, selebriti Indonesia yang bisa melihat hantu. Adriana cenderung tidak menyukai artis itu. Namun, jika pilihannya hanya Roy Kiyoshi dan Raihan. Dia merasa bahwa ia akan memilih Roy Kiyoshi walaupun artis itu bukan tipenya. "Roy Kiyoshi tu yang dapat lihat hantu tu ya? Aii, selera awak tu ngeri sangat. Pantas awak pilih dia. Because awak tu la hantunya. Sama-sama serasi lah. Satu bisa lihat hantu, satunya lagi adalah hantu." "Sembarangan!" Adriana memukul punggung suaminya sekeras yang ia bisa. Raihan tersentak karena tidak menyangka istrinya akan melakukan itu. Dia menoleh, dan Adriana tak kunjung berhenti memukulinya. "Aww! Sakit ni. Stop! Awak stop atau saya siramkan awak dengan tepung ni mau?" ancam Raihan. Adriana tidak peduli dan masih memukuli suaminya. Wanita itu tak terima dikatakan hantu oleh Raihan. Selama ini teman-temannya menyebutnya ratu kecantikan. Lalu dengan entengnya Raihan bilang Adriana memiliki wajah bak hantu. Ini tidak bisa dibiarkan. Ini penghinaan untuk kecantikan paripurna milik Adriana. "Stop. Atau aku siramkan awak tepung ni!" Adriana pura-pura tak dengar. Tersenyum bahagia, Raihan menyiram tepung di atas kepala Adriana. Setelah itu dia tertawa puas. Suaranya menggema melihat rambut Adriana memutih. Benar-benar mirip hantu. Raihan tidak menduga wajah Adriana bisa buruk seperti itu. "Sudah macam hantu pun! Awak kirimkan foto si Roy Kiyoshi tu. Awak ni hantu sungguhan! Hahahaha." Adriana diam sesaat. Dia memikirkan cara membalas suaminya. Raihan menebak istrinya akan menyiraminya tepung. Jadi, cowok itu segera mengambil bungkus tepung gandum yang tak jauh darinya. "Sori, awak takkan bisa siramkan aku dengan tepung ni. Saya ni lulusan Harvard, pintar sangat. Awak takkan bisa kalahkan saya. Hahaha." Tawa milik Raihan membuat amarah Adriana semakin menjadi. Dia melihat sekeliling dapur. Ada dua telur yang ada di belakang Raihan. Dengan sigap Adriana mengambil dua telur itu kemudian memecahkan telurnya di wajah sang suami. Raihan berhenti tertawa. Kini giliran Adriana yang menertawainya. "Ish! Awak ni macam b***k!" "Bukan aku yang seperti anak kecil. Tapi kamu, Mas Raihan. Hahaha. Kasihannya muka kamu itu. Sudah mirip anak SMA yang dibully. Hahaha," ledek Adriana. "Ah, sudahlah. Sudah impas." Raihan menggerutu. Raihan melepas tepung yang ada di tangannya untuk membersihkan telur yang ada di wajahnya. Sialnya, Adriana mengambil tepung itu dan menumpahkan di wajah Raihan. Kebahagiaan Adriana semakin menjadi. Raihan berusaha menghentikan istrinya. Satu-satunya cara yang bisa ia lakukan adalah menahan tubuh Adriana dengan cara memeluk istrinya dari belakang. "Lepasin gak! Kamu ngapain sih, Mas Raihan! Ngapain peluk-peluk!" "Saya tak peluk awak. Saya nak hentikan awak bikin onar kat dapur ni!" Raihan berusaha meraih tepung yang ada di tangan istrinya. Namun, Adriana berontak. Alhasil ia semakin mengeratkan pelukannya. Sementara Adriana kehabisan tenaga memberontak. Ketika tubuhnya sudah tidak bergerak, rasanya benar-benar aneh dipeluk oleh Raihan. Mereka berpandangan menyadari keadaan mereka. Bagaimana pun juga mereka berdua masih normal. Tidak ada laki-laki atau pun perempuan yang berpelukan tidak memiliki rasa apa-apa. Jantung keduanya berdebar. Adriana memperhatikan wajah suaminya. Sangat mustahil menemukan ada lelaki yang tidak memiliki bekas jerawat di wajahnya. Raihan bahkan tidak melakukan perawatan, dan kulitnya sebagus itu. "Saya tak pedulikan awak." Raihan melepas pelukannya sehingga Adriana terjatuh bebas di lantai. Dia menyadari apa yang ia lakukan. Tidak seharusnya mereka berpelukan dengan cara yang seperti itu. "Aww! Lelaki tak berperasaan! Bisa-bisanya kamu hempaskan aku ke lantai." Adriana mengadu setelah bokongnya membentur ke lantai. Memang tak ada silikon di sana. Akan tetapi tetap saja, bukan kebiasaan baik membuat wanita jatuh ke lantai, apalagi membiarkan bokongnya sakit. Bagaimana pun itu benda berharga wanita. "Saya tak hempaskan. Saya cuma lepaskan awak. Itulah makanya, jangan terlalu terpesona dengan pesona saya! Mati pun saya takkan peduli!" Adriana menggerutu lagi. Ingin sekali memukul pria itu. Namun, sepertinya pertengkaran mereka sudah sepatutnya di akhiri. Adriana meninggalkan dapur. Dia segera mengganti pakaiannya yang sudah berlumuran tepung.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD