Chapter 11

712 Words
"Hanya kita saja? Mana yang lain? Aifa? Rex?" Pertanyaan Ronald kali ini membuat Luna menatapnya. Ronald menerima roti tawar yang sudah di olesi selai strawberry dari Luna. Saat ini mereka sedang melakukan aktivitas sarapan bersama di pagi hari. Cuaca diluar begitu dingin tapi tidak dengan kondisi saat ini yang sedang hangat karena pengatur suhu ruangan. Didepan Luna dan Ronald sudah ada si kembar Rayna dan Rayni yang mulai fokus menyantap sarapan paginya beserta Ray. Ray juga sama seperti adik nya yang kembar itu, Menyantap sarapan paginya dengan fokus. Berusaha bersikap tenang setelah melihat kejadian 1 jam sebelumnya karena melihat Aifa menangis. "Aifa baru saja pulang. 15 menit yang lalu." "Berarti baru saja?" tanya Ronald lagi. "Kenapa? Padahal aku belum mengobrol dengannya." "Katanya takut Daddy dan Mommynya memarahinya jika berlama-lama disini." Ronald mengangguk. "Bagaimana komunikasimu dengan kedua orang tua Aifa di Indonesia selama ini? Ah lebih tepatnya si Ayesha." "Alhamdulillah baik-baik saja Ron." "Jadi kapan kita ke Indonesia? Bulan depan?" "Insya Allah iya. Aku ingin ke Bali. Mengenang masa lalu kita." Ronald terkekeh geli. Lalu mencium pipi Luna hingga membuat wanita paruh baya yang masih tetap cantik itu protes. "Kamu ini menyebalkan! Lihat pipiku jadi celemotan karena selai roti di bibirmu." Ronald mengabaikan Luna yang protes. Ia melangkah sarapan paginya dengan santai hingga tatapan Rayna membuatnya ingin berbicara saat ini juga. "Mommy dan Daddy so sweet banget sih. Iya kan dek?" Rayna menyenggol siku Rayni. Saudara kembarnya yang benar-benar irit bicara itu. Rayni hanya mengangguk kemudian kembali menyantap makanannya. "Mommy dan Daddy hampir sama kayak Om Reynald. Saudara kembar Daddy yang suka menghabisi waktu liburan dengan Tante Irma itu. So sweet banget. Daddy tidak mengikuti jejak mereka untuk liburan dan menghabiskan waktu berduaan sama mommy?" "Daddy sibuk." ucap Ronald lagi sambil meminum kopi paginya. "Daddy harus memantau kinerja Ray di RD Corporation meskipun Rex membantunya." Seketika Luna teringat putranya. Ia pun hendak beranjak dari duduknya. "Mau kemana?" "Aku lupa dengan Rex. Dia harus sarapan juga. Aku-" "Biar pelayan saja yang memanggil Rex di kamar. Oke?" Akhirnya Luna mengangguk mengerti. Keluarga besar yang sedang menikmati sarapan pagi itu tidak menyadari bahwa sejak tadi Rex menatapnya dari jarak beberapa meter. Raut wajah Rex dingin tanpa ekspresi. Salah satu tangan didalam saku jeansnya terkepal. Perasaannya sungguh menyiksa sejak dulu bila melihat mommynya itu begitu cinta dengan Ronald beserta putra dan putrinya. Rex sendiri masih tidak menyangka kenapa mommy nya itu mau menikah dengan seorang pria yang pernah membunuh suaminya dimasalalu? Sebuah getaran dari ponselnya terasa. Rex menatap notifikasi pesan singkat di layarnya lalu membukanya. "Jika kakak terus menatap kami dalam kebencian. Sebaiknya hentikan saja. Jangan pernah terus bertanya kenapa mommy mau menerima Daddy meskipun dimasalalu Daddyku pernah membunuh ayah kandung kakak. Alasannya karena mommy cinta daddy. Setiap orang memiliki kesempatan untuk berubah. Sekalipun masalalunya yang buruk. Sama halnya dengan Kak Aifa. Jangan pernah memandang kekurangannya kak. Tapi jadikan kekurangan itu untuk saling melengkapi diantara kalian." Rex mencengkram erat ponselnya. Lalu mengabaikannya sampai akhirnya kedua matanya menatap ke arah ruang makan yang kini Ray tengah menatapnya balik. Rex memilih berbalik. Ia mengabaikannya. Rahangnya mengeras bertepatan saat ia bertemu dengan Davi di sebuah lorong ruangan menuju kamarnya. "Siapkan penerbangan menuju Indonesia." "Apakah anda akan mengakhiri liburan ini?" "Ini bukan liburan." ketus Rex dengan dingin. "Tapi kegiatan yang hanya membuang-buang waktu." Davi terdiam. Sungguh ia begitu tahu bila Tuannya itu sedang marah. Rex sudah sampai didepan pintu kamarnya. Lalu berbalik menatap Davi. "Tapi sebelum ke WK Group aku akan mengunjungi Om Farrel dan Tante Anna dulu." "Baik Tuan." "Segera atur jadwal Rapat di WK Group setelah begitu semua persiapan selesai." Davi mengangguk. Lalu segera pergi. Rex memasuki kamarnya. Bersiap untuk melakukan penerbangan saat ini juga. Baginya sekarang adalah liburan yang benar-benar gagal. Niatnya untuk refreshing merehatkan otak ternyata di luar ekspektasi. Jika Aifa mengikutinya, setidaknya ia akan memilih menetap di villa dengan kesendirian. Ketenangan dan tanpa gangguan. Tapi siapa sangka bila sang Mommy berkunjung di Villanya sambil membawa si pria pembunuh itu? Rex mendecak sebal. Lalu ia teringat isi pesan Ray tadi. Dengan raut wajah dingin ia membalas isi pesan itu. "Iyakah? Terserah. Kalau dirimu menyukai Aifa. Nikahi saja. Dia bukan tipeku." Send. Satu kata buat Rex... Makasih sudah baca ya. Semoga tahan baper sama Rex atau Aifa sampai insya Allah cerita ini tamat With Love LiaRezaVahlefi Instagram lia_rezaa_vahlefii
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD