Rex terus memukul-mukul Muay Thai dengan semangat yang menggebu-gebu. Wajahnya sudah memerah. Peluh bercucuran di seluruh tubuhnya. Kali ini Rex memilih memakai kaus singlet tipis berwarna hitam di balik tubuhnya yang sispack berotot.
Rex memukul alat karung tinju itu dengan raut wajah tegang. Terselip rasa marah didalam dirinya. Semenjak mendengar suara lirihan Aifa kemarin emosinya tidak stabil.
Rex jadi tidak konsentrasi dalam melakukan pekerjaannya. Apalagi kemarin Rex sengaja menghindar kegiatan rapat yang seharusnya ia hadiri. Alasannya satu. Pria itu tidak ingin bertemu dengan Franklin. Sosok adik Aifa yang selalu menatapnya dingin setiap kali bertemu.
"Kamu tidak lelah sejak tadi memukul-mukul karung tinju itu?"
Suara teguran Fay tidak mempengaruhi Rex kali ini meskipun sekarang pria itu melakukan aktivitas olahraga di ruangan gym milik Fay.
"Rex!"
Bayangan wajah sendu Aifa kembali hadir. Tiba-tiba kedua tangannya melemas sampai akhirnya Rex menyerah. Ia menghentikan semuanya dengan deru nafas yang tersengal-sengal.
"Rex? Kamu baik-baik saja?"
Kali ini suara Aulia yang kembali terdengar. Adik sepupunya itu baru saja masuk sambil membawa dua botol air mineral. Aulia memberikannya satu botol untuk Fay lalu satu botol lagi untuk Rex.
Rex mengulurkan tangannya menerima sebotol air mineral tersebut. Beralih duduk lalu meminumnya.
Aulia bersedekap. "Gak capek jadi pria munafik terus? Munafik itu dosa loh."
Rex melirik kearah Aulia. Lalu meletakan botol air mineral tadi disampingnya. "Aku tahu."
"Terus?"
"Apanya yang terus?" tanya Rex balik tanpa beban.
"Kalau kamu masih cinta sama Aifa kenapa gak nikahin dia aja sih? Sudah hampir 5 tahun loh. Aifa itu bukan kayak ikan asin yang di jemur sampai kering kerontang. Didiamin gitu aja."
"Jangan membahas Aifa. Oke Angel?"
"Aulia."
"Oh iya lupa."
Aulia menggelengkan kepalanya dengan jengah. Lalu beralih duduk disamping Fay. Bersedekap sambil memberengut kesal.
"Jangan marah." bisik Fay di sampingnya.
"Aku bukannya marah Fay. Aku cuma benci sama pria pengecut macam sahabatmu itu."
Fay terkekeh geli. Tanpa ragu ia merengkuh pinggul istrinya lalu menumpukan dagunya pada bahu Aulia. Aulia sama sekali tidak keberatan meskipun saat ini tubuh Fay berkeringat.
"Biarkan saja dia Li. Kita lihat sampai dimana bocah tengil itu akan bertahan. Kita sepemikiran. Rex itu masih mencintai Aifa. Aku tak habis pikir hal apa yang mempengaruhinya sehingga dia berusaha mati-matian menolak Aifa lagi."
Rex memakai kembali kaosnya lalu tersenyum sinis. "Kalian berdua habis berteman sama dukun dan jadi sok tahu?"
"Kami melihat dari kenyataan kok." seru Aulia.
"Mommy!!!!!!"
Suara Franz kembali hadir. Bocah kecil itupun mendatangi Aulia.
"Hai sayang. Iya ada apa nak?"
"Kata Kakek tampan kita harus ke ruang makan. Jam makan siang sudah tiba." Secepat itu Franz menoleh kearah Rex. "Wah ada Om Rex!"
"Ck. Dasar Kakekmu itu. Sudah encok masih aja menggangap dirinya tampan." timpal Fay.
"Hush." Tegur Aulia pada Fay. "Gak boleh gitu. Biar bagaimanapun dia Papa Farhan yang kami sayangi."
Franz berlari ke arah Rex. Dengan senang hati Rex menggendong tubuh Franz lalu membawanya keluar.
"Ayo kita pergi dari sini jagoan."
"Yey! Oce Om Rex! Hari ini Nenek cantik sudah memasak makanan enak! Nenek juga sudah membuatkan puding coklat kesukaan Om Rex!"
Rex terkekeh geli lalu keluar membawa Franz tanpa memperdulikan Fay dan Aulia lagi. Pintu ruangan gym tertutup. Fay menatap Aulia dengan senyuman smirk.
Aulia berdiri. "Ayo kita-"
"Biarkan saja mereka duluan."
Aulia menatap Fay dengan bingung. "Kenapa? Ini jam makan-"
"Tiba-tiba aku merindukan." Tanpa diduga Fay menarik pergelangan tangan Aulia hingga wanita cantik itu memeluk tubuh Fay
"Dasar kamu ini.."
"Aku tidak perduli. Suami istri mah bebas. Gak kayak Rex. Si jomblo sok tegar itu." kekeh Fay geli hingga akhirnya ia mencium pipi Aulia.
New York city
Ray terlihat mondar-mandir dengan gelisah. Kedua tangannya dingin. Ia benar-benar gugup. Sebenarnya Ray ingin menghubungi Aifa. Tapi Ray ragu. Saat ini ia berada di ketinggian lantai 15 kamar hotel yang berada di New York.
Ray milih duduk. Menenangkan diri sejenak. Ia mencoba rileks sampai akhirnya ia pun memutuskan melakukan panggilan Aifa.
Butuh deringan hingga ke lima kalinya Aifa mengangkat panggilannya.
"Halo Asalamualaikum?"
Jantung Ray berdegup kencang. "Wa'alaikumussalam hai kak."
"Ray? Hai Ray ada apa?
"Em tidak apa-apa. Apakah kakak sibuk?"
"Iya nih. Lagi masak."
Ray terdiam. Ia baru ingat jika sekarang di Indonesia sedang pagi hari.
"Oh ya? Masak apa?"
"Ayam goreng Ray. Kan Aifa calon istri yang lagi belajar masak buat Rex."
Ray tersenyum miris. Ia tak habis pikir kenapa setiap menghubungi Aifa selalu saja ada hal-hal yang berhubungan dengan Rex. Ray berusaha menekan rasa cemburunya.
"Oh gitu. Em semangat aja lah kak."
"Iya makasih ya calon adek ipar!"
Rex memaksakan senyumnya. "Iya kak. Ah masakan kak Aifa pasti enak. Kapan-kapan aku ingin mencobanya."
"Benarkah?"
"Insya Allah iya kak Aifa. Apapun yang kak Aifa masak pasti enak. Sayang sekali kakakku itu menolaknya."
Terdengar suara helaan nafas panjang. "Iya Ray. Aifa sedih. Tapi Aifa akan terus berusaha kok. Aifa tidak akan menyerah untuk bisa menjadi calon kakak ipar untuk Ray yang baik hati."
Ray terkekeh geli. Bagi Ray Aifa memang sosok yang menggemaskan saat ini. Membuatnya secara tidak langsung semakin mencintai Aifa.
"Kak."
"Ya?"
"Em.. sebenarnya ada yang ingin aku ungkapin ke kakak."
"Oh ya? Apa? Ungkapin aja."
"Sebenarnya... "
Aifa menunggu di balik panggilan saat ini meskipun ia tetap fokus dalam memasaknya kali ini.
"Sebenarnya. Aku.."
"Ya?"
"A-aku.. aku suka-"
"Aifa! Ya ampun... Itu tukang ayam datang didepan rumah! Astaga kenapa banyak sekali ayamnya hidupnya?!!! Kamu mau bikin hajatan atau kondangan?"
"Aifa mau masak ayam lagi. Kata Om di pasar ayam segar itu ayam hidup."
"Cepat kesini!!"
"iya Daddy iya!!!! Bentar. Aifa akan keluar!"
Ray terdiam. Ia mendengar suara Om Fandi yang begitu nyaring.
"Em Ray. Maaf ya. Aifa harus keluar rumah. Didepan rumah ada Ayam Aifa datang. Dadaaaa Ray yang baik hati. Asalamualaikum."
"Wa'alaikumussalam."
Setelah panggilan berakhir, Ray kembali menatap miris hidupnya yang saat ini menginginkan hijrah bersama Aifa. Tapi ia harus kembali sabar menunggu waktu yang tepat.
"Hm.. sepertinya aku harus mengalah lagi dengan Ayam itu."
Ada yang mudah ingin ungkapkan. Tapi harus ngalah sama suatu hal yang kadang bikin ngakak. - Ray
Ada yang sok gak mau ngakuin hatinya. Tapi sebenernya dia perduli - Rex.
Makasih sudah baca. Kalau author udpatenya pagi, berarti semalam ketiduran
Sehat selalu buat kalian.
With Love
LiaRezaVahlefi
Instagram
lia_rezaa_vahlefii