Memories-7 NOW

1756 Words
~NOW~ Pagi sekali Melody sudah sibuk  mempersiapkan kebutuhan Arkan. Melody menyiapkan bekal untuk Arkan yang tidak akan sempat meluangkan waktunya untuk sekadar makan siang di kafetaria kantor, karena hari ini adalah hari Senin. Hari sibuk bagi seorang pekerja kantoran seperti Arkan. Tidak hanya menyiapkan kebutuhan sang suami, Melody juga disibukkan dengan mempersiapkan kebutuhan Levi. Benar-benar pagi yang padat. Lengkap sudah kesibukan Melody karena Mbok Hartik hari ini izin tidak bekerja sampai dua hari ke depan. "Kalau kamu ikut acara parenting, Levi sama siapa? Diajak ke sekolah gitu emang nggak bisa?" tanya Arkan saat hendak masuk ke mobilnya. "Kamu tahu sendiri kan, anak kamu itu nggak betahan. Dia ke sekolah trus di sana nggak ngapa-ngapain yang ada dia boring trus ngerengk-ngerengek minta pulang. Aku titipin di toko aja. Jinan hari ini mau ke toko juga," jelas Melody. "Usahakan jangan lama-lama. Nggak enak sama Bang Luthfi kalau istrinya harus menjaga dua anak sekaligus." "Iya, aku udah bilang Bang Luthfi juga. Lagian ada baby sitter, jadi Jinan nggak pegang dua anak banget. Lagi si Levi udah bisa main sendiri." "Ya sudah. Pokoknya kamu jangan lama-lama. Kalau sudah selesai acaranya langsung pulang. Nggak usah ikut acara ibu-ibu wali murid kumpul-kumpul. Paling juga ujung-ujungnya bergosip." Melody tertawa mendengar jawaban Arkan. "Kamu tahuan aja, ibu-ibu kalau udah kumpul pasti bergosip?" tanya Melody. "Di kantor soalnya begitu kerjaannya karyawan-karyawan perempuan. Apalagi yang sudah ibu-ibu. Aku berangkat ya, assalamualaikum." Setelah mobil yang dikendarai Arkan melaju meninggalkan rumah, Melody melesat masuk ke rumah. Dia harus membangunkan anak laki-laki kesayangannya. Saat Melody masuk kamar Levi, anak laki-laki itu sudah duduk di pinggiran ranjang dengan wajah khas orang bangun tidur. "Eh, kesayangan mommy sudah bangun," ucap Melody, menyibak tirai jendela kamar Levi. "Hari ini sekolah, Mom?" tanya Levi. "No, hari ini bukan kamu yang sekolah, tapi mommy." "Libur? Aku mau tidur lagi aja." "Eits...tunggu dulu! Meski libur kamu harus tetap bangun, mandi dan sarapan seperti biasanya. Sebelum ke sekolah kamu, mommy harus antar kamu ke toko. Tunggu di sana sampai Mommy selesai," jelas Melody. "Aku ikut mommy aja," rengek Levi. "Mommy takut lama di sekolah kamu, Levi." "Aku di rumah aja deh." "Di rumah nggak ada orang, sayang. Mbok Hartik hari ini nggak masuk. Ayo buruan, keburu siang ini. Acara sekolah kamu jam sembilan udah mulai." "Oke, Mom!" jawab Levi lesu. Dia melangkah gontai menuju kamar mandi dan segera mandi sesuai yang diperintahkan oleh Melody. >>>>> Meski hari masih pukul tujuh pagi tetapi Jasmine sudah tidak tampak ada di rumahnya. Dia sudah meninggalkan rumah sekitar pukul enam pagi, setelah menyiapkan sarapan instan dan pakaian untuk Bayu dan Lody. Profesinya sebagai sekretaris vice president sebuah perusahaan milik negara menuntutnya untuk datang lebih pagi dari staf yang lain dan tentunya pulang paling akhir dibanding staf lainnya. Kantor Jasmine memang cukup jauh dari rumah dan melintasi jalanan yang rawan macet meski sudah berangkat sepagi mungkin. Bayu sudah menawarkan mengambil rumah yang lebih dekat dengan kantor Jasmine, tetapi Jasmine menolak dengan dalih tinggal di pusat kota itu tidak baik untuk kesehatan mental. Padahal Jasmine sendiri menghabiskan waktu hampir 12 jam di pusat kota. Namun Bayu tidak terlalu ambil pusing soal itu, dia mengikuti saja apa yang diinginkan dan dilakukan oleh Jasmine. Karena percuma menggoyah kehendak Jasmine, yang ada akan berakhir perdebatan panjang yang tidak menemukan jalan keluar. "Lody bosan sarapan roti terus, Yah," keluh Lody saat menatap piring ceper berisi roti bakar yang sudah dibaluri s**u kental manis. "Lody pengen sarapan apa?" "Nasi." "Nasi aja?" Lody menggeleng lemas. Bayu mengusap puncak kepala putri semata wayangnya dengan penuh kelembutan. "Nanti kita beli sarapan di jalan aja. Kalau sekarang nggak nutut. Bunda tadi kayaknya nggak sempet masak nasi." Lody mengangguk pasrah. Dia lalu mulai menikmati sarapannya dengan wajah ditekuk. "Wajah barbie Lody kok kusut? Nanti kalah cantik sama barbie Didy loh," canda Bayu, menowel pipi chubby Lody. "Barbie Didy didandanin sama Lody makanya cantik. Kalau Lody?" "Lody kan juga didandanin sama Ayah dan Bunda?" Lody mengedikkan bahunya. Wajahnya masih terus saja bermuram durja. Bayu tidak lagi banyak bertanya pada Lody yang tampak kurang bersahabat pagi ini. Bayu segera menyantap roti dan juga meminum kopi paginya. Dia harus bergegas karena masih harus menitipkan Lody di tempat penitipan anak sebelum menuju ke sekolah Lody. Lody yang sudah terbiasa dititipkan di tempat penitipan anak, terbiasa mandiri sejak usia empat tahun. Anak usia enam tahun itu terbiasa melakukan apa-apa sendiri. Salah satunya mandi. Setelah Lody selesai mandi dan berpakaian sesuai dengan pakaian yang telah disiapkan oleh ibunya, dia mencari keberadaan sang ayah untuk membantunya mengikat rambut. Bayu lantas mengikat jadi satu rambut Lody membentuk ekor kuda. Bayu juga menyematkan sebuah jepit rambut berbentu kupu-kupu di atas ikatan rambut Lody. "Cantik sekali anak ayah," puji Bayu, melihat penampilan Lody. "Lody nggak ke sekolah hari ini, Yah? Kenapa Bunda siapin baju pergi-pergi buat Lody, bukan seragam," tanya Lody mengikuti langkah tergesa Bayu menuju garasi. "Iya, hari ini Ayah yang ke sekolah Lody. Ada pertemuan wali murid dan guru." "Levi juga ya?" "Levi siapa?" tanya Bayu mengernyitkan keningnya, mencari tahu soal nama yang baru saja disebutkan oleh Lody. "Levi itu teman baru di sekolah Lody, Ayah. Kok udah lupa, baru juga kemarin cerita." "Oh, teman baru yang itu. Abis gimana, dong. Selama ini Lody nggak pernah cerita soal teman-teman sekolahnya, sih. Jadi Ayah belum terbiasa dengar nama teman-teman Lody," sesal Bayu. "Ayah nggak pernah tanya, sih. Sibuk kerja. Pulang kerja capek. Bunda juga gitu," jawab Lody. "Iya maaf," jawab Bayu, kemudian menutupkan pintu mobil untuk Lody lantas mengemudikan mobil keluar dari dalam garasi. Setelah mobil berada di luar halaman rumah, Bayu kembali ke dalam rumah untuk memastikan rumah sudah aman terkendali dan siap ditinggal sampai petang nanti. "Lody suka sekolah di sekolah yang sekarang?" tanya Bayu sembari mengemudikan mobil meninggalkan rumah "Nggak tau," jawab Lody singkat. Tanda anak itu sedang malas membahas sesuatu hal yang ditanyakan sebelumnya.  Bayu mengantar Lody hingga bertemu dengan Mirna. Perempuan berusia tiga puluhan yang biasa menjaga Lody sejak masih batita. "Lody mau ikut Ayah ke sekolah," rengek Lody enggan melepas genggaman tangan ayahnya. "Acaranya takut lama. Ayah juga harus kerja, Lody." Seperti biasa Lody pasang tampang cemberut berharap keinginannya dituruti dengan cara seperti ini. Namun kali ini dia tidak berhasil karena ayahnya melesat pergi setelah menitipkan Lody pada Mirna. *** Benar saja, Bayu terlambat lima belas menit. Dia terpaksa lewat pintu belakang dan duduk di deretan bangku belakang juga. Dia datang bertepatan dengan kepala sekolah yang baru saja menyelesaikan pidato sambutan. Bayu sangat konsentrasi mengikuti acara parenting ini. Dia mendengar dengan seksama penjelasan-penjelasan yang disampaikan oleh orang-orang yang berkompeten di bidangnya. Acara parenting kali ini memang diisi oleh beberapa narasumber yang merupakan pakar pendidikan anak usia dini. Banyak ilmu yang bisa didapatkan oleh Bayu di acara ini. Dia tidak menyesal meluangkan waktunya untuk pagi ini. Setelah sesi presentasi dari semua narasumber selesai dilakukan, dibukalah sesi tanya jawab. Sesi tanya jawab akan dibagi menjadi dua sesi. Masing-masing sesi, tiga wali murid dipersilakan untuk memberikan sebuah pertanyaan dan akan dibahas satu persatu. "Maaf saya mewakili pertanyaan Mama Ziona yang katanya malu untuk mengutarakan uneg-unegnya," ujar seorang wanita dari bangku deretan paling depan. Bayu tidak bisa melihat dengan baik wajah salah satu wali murid tersebut. Dia hanya bisa mendengar suaranya dari microphone yang menggema hingga ke seluruh aula. "Iya silakan, Bunda," ujar moderator acara parenting. "Yang ingin ditanyakan bagaimana cara yang baik mengenalkan anak pada lingkungan sekolahnya untuk pertama kali?" Setelah menyampaikan pertanyaan tersebut Melody mengembalikan microphone pada salah satu pengajar yang bertugas mengantar mic pada wali murid yang ingin bertanya. "Makasih loh, sudah mau gantiin saya bertanya, Mama Levi. Saya soalnya bingung caranya merangkai kalimat. Takut belepotan ngomongnya, nanti malah pada bingung narsum dan wali murid yang lainnya," ucap seorang wanita yang duduk tidak jauh dari bangku Melody. "Sama-sama Mama Zio. Mungkin ada wali murid lain yang juga butuh jawaban atas pertanyaan yang sama. Semoga saja ikut terbantu." Wanita yang disapa Mama Zio oleh Melody tadi mengangguk setuju dan keduanya lantas mengembalikan fokus mereka pada narasumber yang akan menjawab pertanyaan Melody. "Mom and Dad yang selalu bersemangat, selain mencari sekolah yang menyenangkan untuk anak-anak, kita sebagai orang tua juga perlu menjelaskan seperti apa sekolah dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh anak-anak. Bisa dengan cara bermain peran jadi guru dan murid, bisa juga dengan datang langsung ke sekolah untuk melihat langsung prosesnya. Satu hal lagi jadilah orang tua yang selalu ingin tahu tentang kegiatan anak-anak di sekolah. Bertanyalah, dan jadilah pendengar yang baik saat anak-anak berceloteh tentang sekolahnya, teman-temannya maupun guru-gurunya. Jangan sampai anak jadi malas bercerita karena orang tuanya juga malas mendengarkan," jelas salah satu narasumber menjawab pertanyaan dari Melody. Suasana aula menjadi begitu hening. Para oang tua yang hadir dalam acara ini seolah sedang merenungi setiap kata yang disampaikan oleh narasumber tadi. Termasuk Bayu. Tiba-tiba dia merasa menyesal karena jarang melakukan hal yang disarankan oleh narasumber. Yang dia lakukan selama ini hanya memastikan kebutuhan Lody tidak kurang satupun dan jangan sampai Lody merasa kekurangan secara finansial, seperti dirinya saat kecil. Tidak terasa acara parenting sudah berlangsung selama dua setengah jam. Sampai juga di acara penutupan. Namun sebelum moderator menutup acara, ada hal yang disampaikan perihal kedatangan siswa baru. Moderator lantas memberi kesempatan pada Bayu untuk memperkenalkan diri. "Terima kasih atas kesempatan yang diberikan untuk saya memperkenalkan diri. Saya Bayu Aksara, wali murid dari ananda Melody Shirrina Aksara." Melody ingin memastikan kalau dia tidak salah dengar. Dia pun menoleh tanpa memutar tubuhnya. Melody seolah berputar di porosnya setelah dia melihat siapa di balik suara yang tak asing di rungunya itu. Dia mendapati pria yang sedang memperkenalkan diri adalah pria dengan postur tubuh, tatapan mata dan nada suara yang sama dengan pria yang pernah meninggalkannya sembilan tahun lalu. Dialah Bayu Aksara, orang yang hanya selalu menjadi kenangan indah di hati Melody. Dikarenakan Bayu diburu waktu dia tidak bisa bertahan hingga acara selesai. Dia memutuskan meninggalkan aula pertemuan setelah selesai memperkenalkan diri. Menyadari Bayu keluar dari aula pertemuan, Melody bergegas keluar untuk mengejarnya. Saat Melody berhasil menemukan Bayu yang sedang berjalan cepat menuju parkiran luar gedung, suara Melody tiba-tiba seperti tercekat di tenggorokan. Dia kesulitan ketika ingin menyerukan nama Bayu dari kejauhan. "Cepet banget, sih, jalannya?" gerutu Melody dengan napas tersengal. Kini dia hanya tertegun menatap mobil Bayu melaju kencang keluar dari halaman sekolah. Melody melangkah lesu kembali ke aula pertemuan. Dia pun tidak bisa berkonsentrasi penuh pada saat sesi konseling dengan guru pembimbing kelas Levi soal pengembangan bakat putranya. Pikirian Melody saat ini dipenuhi oleh Bayu dan nama anak yang disebutkan oleh Bayu tadi. Ada banyak pertanyaan yang mampir di kepala Melody saat ini. Demi Tuhan Melody tidak akan bisa tenang sebelum menanyakan semuanya pada Bayu. ~~~ ^vee^ 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD