sadgirl (hidden love)

sadgirl (hidden love)

book_age18+
31
FOLLOW
1K
READ
like
intro-logo
Blurb

"Bukan, ini bukan anak lo!"

"Lo nggak perlu berbohong untuk nutupi semuanya!"

"Gue bilang, ini bukan anak lo! Gue, gue jalang, gue p*****r. Banyak cowok yang tidur sama gue. Jadi, ini bukan anak lo!"

Krystal, yang mengagumi sosok Aroon sejak kecil. Mereka tumbuh bersama, selalu berada dalam lingkup dan ruangan yang sama. Hingga pada akhirnya Aroon memutuskan untuk menikah dengan wanita impiannya.

Di saat hari pernikahan mereka, Krystal hamil. Aroon yakin itu adalah anaknya, Karna mereka pernah melakukan hubungan s*x lebih dari satu kali.

Lalu, bagaimana? apakah Aroon akan tetap menikahi Victoria? Atau memilih bertanggung jawab atas apa yang sudah ia lakukan dengan Krystal?

Jan lupa klik tanda love dan follow akun gw!

ic_default
chap-preview
Free preview
1. Awal
Bhuuk! Aku terduduk dilantai kamar mandi. Tangan bergetar menatap benda tipis dengan dua garis merah yang terlihat sangat nyata. Air mata luruh mengalir dikedua pipiku yang saat ini terlihat begitu tirus. Aku terisak kecil, menenggelamkan kepala dikedua lutut. Menangis menumpahkan sesak yang menghimpit d**a. Apa yang sekarang harus kulakukan? Tuhan, maaf, mohon maafkan kesalahanku. Sudikah Engkau memberiku jalan terbaik? Setelah aku mengecewakanmu atas perbuatan zinaku? Kupukuli perut tipis yang beberapa hari ini membuatku lemah. Seminggu genap hari ini, aku dinyatakan sakit. Nafsu makan yang tak ada, muntah setiap pagi dan lemas. Berkali-kali mama memintaku untuk periksa, tapi selalu ku tolak. Karna ini yang aku takutkan. Satu jam, aku menangis didalam kamar mandi. Setelah air mata mengering, aku keluar dengan keadaan yang lebih kacau dari kemarin. Menatap pantulan diri dicermin. Tak ada yang berubah, tubuhku masih langsing, untuk sekarang. Entah tiga bulan setelah ini. Kuelus perut yang terasa aneh. Di sini, ada makhluk kecil yang hidup. Berjalan dengan lemah, duduk disofa samping jendela. Menatap depan rumah yang dipasangi tenda biru. Ada janur kuning didepan rumah itu. Tepatnya besok pagi, akan ada pesta pernikahan. Bukan pestaku, tapi pesta pernikahan Aaron dan kekasihnya—Victoria. Mataku tertuju pada jendela kamar yang tepat rada didepan kamarku. Kamar Aaron. Sebulan yang lalu. Kebetulan kedua orang tua Aaron lebih banyak menghabiskan waktu mereka di Amerika. Karna memang perusahaan keluarga Aaron berada disana. Malam ini, hujan sangatlah lebat. Mama menyuruhku untuk mengantar makan malam ke rumah Aaron, karna memang keluargaku dan keluarga Aaron sangat dekat. Papa adalah sahabat baik papanya Aron. Sedangkan aku, menyukai Aaron sejak umurku 12 tahun. Seperti biasa, aku mempunyai kunci serep rumah Aaron, kalian tau kan, aku dan Aaron sangat dekat. Langsung masuk dan menyiapkan sayur yang kubawa diatas piring. Sudah aku pastikan, Aaron pasti ada didalam kamarnya, lantai dua. “Ron, Aaron!” panggilku sambil mengetuk pintu. Tak ada sahutan, tapi samar aku dengar suara berisik dari ponsel yang ada didalam kamar. Tak lagi kupanggil namanya, langsung aja kudorong pintu warna coklat ini. Kulihat Aaron duduk diatas tempat tidur dengan wajah yang fokus menatap layar didepannya. “Ron, makan gih! Mama tadi masak opor ayam. Udah aku taruh dipiring.” Ucapku, meraih kaos, jaket, celana yang berserakan disofa kamar. Cowok, biasa kan suka seenaknya naruh kek gini. Dan aku juga udah biasa beresin kamarnya. “Krys, sini deh.” Interupsinya dengan tanpa beralih pandang dari ponselnya. Aku mengerutkan dahi. “Apa?” “Sini, kita nonton bareng.” Ajaknya. “Nonton apa?” tanyaku yang masih sibuk beresin meja. “Taruh itu. Ayok nonton ini.” Karna penasaran, aku menurut. Ikut naik keatas tempat tidur, menatap layar yang ditangan Aaron. Mataku melotot menatap layar itu. Sebuah adegan dewasa yang diperankan oleh orang dewasa didalam kamar. Ternyata Aaron sejak tadi asik nonton film bo*ep. “Enggak, ah. Aku nggak mau nonton kek gitu.” Tolakku. Aaron menarik lenganku agar aku tetap duduk disampingnya. “Kita udah gede, Krys. Umur kita udah 24 tahun. Apa salahnya nonton kek gini. Liat deh, mereka mainnya asik banget.” Menyuruhku menatap kembali layar itu. “Iiihh, nggak ah. Kamu aja yang liat. Kamu kan bentar lagi mau nikah.” Tetap kekeh, aku tak mau melihat film itu. Cepat Aaron menarikku lagi, lalu meletakkan ponselnya. Mendaratkan kecupan dibibirku, bukan kecupan singkat, tapi cukup lama, walau hanya diam menempel. Aku melotot, sangat terkejut dengan perlakuan Aaron. Apa lagi, ini untuk pertama kali bagiku. Kudorong dadanya, lalu menatap wajahnya yang sudah dipenuhi oleh nafsu. Efek nonton bokep tadi. “Krys, boleh kan, aku cium kamu?” Ucapnya lirih, dengan sedikit memohon. “Ron, kamu bisa lakuin ini sama Victoria. Bukan aku, kita ini tetangga, kita sahabat.” Tolakku dengan waras, walau aku memang menyukainya. “Selama pacaran, Victoria nggak pernah mau kusentuh. Tak ada yang lebih kulakukan kevuali mencium pipinya. Itu juga Cuma dua kali. Krys, kamu cantik.” Tangannya terulur, membelai pipiku dengan sangat pelan. Lalu mengelus bibir bawahku, menimbulkan sensasi yang berbeda. Mendapat perlakuan seperti ini untuk pertama kali, apa lagi dengan lelaki yang memang aku suakai, tentu sangat kunikmati. “Aku tau, Krys. Aku tau kamu menyukaiku.” Aaron memajukan wajah, hembusan nafasnya hangat menyapu wajahku. Membuatku menelan salifa saat jarak kami sangat dekat. Cup! Aaron kembali mencium bibirku sekilas. “Aku juga menyukaimu, karna kamu ... Wanita yang sangat baik.” Ada rasa yang menghangat didasar hati. Apakah cintaku terbalas? Bibir Aaron kembali menyentuh bibirku, kali ini dia melumatnya pelan, sangat pelan dan begitu lembut. Dia memejamkan mata, menuruti naluri, aku juga memejamkan mata. Menikmati moment yang saat ini kami lakukan untuk pertama kalinya. “Krys, buka sedikit mulutmu.” Interupsinya dengan melepas tautan kami. Aku tak menolak saat Aaron kembali mencium bibirku, memasukkan lidahnya, mengabsen setiap sudut mulutku. Kita bertukar saliva didalam sana. Aku memang tak mempunyai pengalaman apapun, hingga aku hanya diam tak membalas. Lama mencium bermain dengan lidah, Aaron melepaskan tautan. Nafas kami sama-sama terengah. Tak berhenti disini, karna Aaron kembali mencium bibirku, menuntun tubuhku untuk berbaring, lalu dia menindih tubuhku dengan tangan yang meremas salah satu dadaku dengan sangat pelan. Tubuhku bergetar dengan jantung yang tak baik-baik saja. Untuk pertama kalinya ada seseorang yang melakukan ini padaku. Bodohnya, aku tak menolak. Hanya bisa mencengkram seprai erat saat tangan Aaron menelusup masuk kedalam kaos. Mengeluarkan salah satu benda kenyal dari dalam cup. Lalu memainkan ninpelnya. Mencubit, memelintir, lalu meremas-remasnya dengan sangat gemas. “Aaarron ....” desahku saat Aaron melepaskan ciuman. Jujyr, ini nikmat, aku sangat menyukainya. Sensasi yang berbeda terasa dalam diriku. Aku menginginkan sentuhan yang seperti ini. “Ya, Krys. Kamu suka? Enak, kan?” ucapnya. Pipiku memanas, merona karna malu untuk mengakui kenikmatan ini. Aaron menaikkan kaosku, cepat aku mencekal lengannya. Menghentikan yang ingin dia lakukan. “Jangan, aku ... Aku ... aku nggak mau kecewain mama sama papa.” “Keep silent, mereka nggak akan tau. Ayo lah, Krys, biarin aku liat susumu sekali aja.” “Aaron, jangan gini.” Kembali ku cekal tangannya saat hendak menaikkan kaosku. Tak peduli dengan perut tipisku yang sudah terlihat. “Krys, aku janji, pasti kamu akan ngerasain nikmat.” “Aar—“ Tak mampu lagi aku berkata-kata, karna Aaron telah membungkam bibirku dengan bibirnya. Dia kembali menciumku, lalu memasukkan lidahnya seperti tadi. Tangannya kembali menelusup kedalam kaos. Kali ini tanganku kalah, tangannya lebih kuat. Dengan cepat ia menaikkan kaosku, lalu melepaskan ciuman saat yakin kedua payudaraku telah terekspos. “Aahh ....” kujambak rambutnya, karna Aaron telah menyesap payudaraku cukup kencang. “Aahh ... Sakit, Ron.” Rintihku. Dia melirikku sejenak dengan mulut yang masih berada ditempat semula. Sementara tangannya sibuk memainkan payudaraku yang menganggur. Kali ini, aku memang merasakan kenikmatan yang berbeda. Aku telah tenggelam dalam nikmat penuh dosa ini. Kubiarkan Aaron menyesap payudaraku secara bergantian, bahkan tanpa malu, aku mendesah kenikmatan beberapa kali. Aku memekik saat dengan sengaja, tangan Aaron menelusup kebagian bawahku. Menyibak rok pendek yang kupakai, lalu masuk kedalam celana dalam tipisku. “Aaroon, jangan, jangan ... Aku mohon jangan sentuh. Aahh ....” Tak lagi mendengarkan permintaanku. Satu jari Aaron masuk kedalam intiku. Maju mundur disana hingga membuat perutku terasa digelitiki, aku menggelenjang, mendesah tak karuan saat sesuatu hendak keluar dari bawahku. Setelah terasa ada cairan yang keluar, tubuhku melemas. Tak lagi menolak saat Aaron melepas rok serta celana dalamku yang sudah pasti basah. Untuk pertama kalinya, kami melakukan adegan dewasa yang mirip seperti di film dalam hape Aaron tadi. Mempraktekkan beberapa adegan sampai kita lelah dan mencapai puncak bersama. Setelah kejadian itu, rasa sukaku, rasa cintaku pada Aaron makin bertambah. Sering tersenyum sendiri membayangkan apa yang sudah kami lakukan. Hubungan kami pun tetap baik-baik saja. Sampai dihari penentuan pernikahan mereka, Aaron mengajakku melakukan adegan itu lagi. Aku tak menolaknya, karna aku memang merindukannya. Kami kembali melakukan adegan itu didalam kamar hotel, karna kedua orang tua Aaron telah menghuni rumahnya. Tak menyangka, setelah itu, aku sakit. Katakanlah, aku mengalami gejala hamil muda. Dan pada saat ini, aku tau, ini adalah benih yang kudapat. Aaron tak pernah memakai pengaman saat melakukan hubungan badan denganku. Kami sama sekali tak berfikir sejauh ini. Lalu, apa yang akan kulakukan sekarang? Terkejut saat ada yang mengelus punggungku. Aku mendongak, menatap seseorang yang kini berdiri disampingku. Aaron, ternyata dia ada disini. Aku terlalu asik dengan lamunan, sampai tak tau kapan dia masuk. Aaron duduk ditepi ranjang, tepat didepanku. Menatapku dalam, dengan tatapan yang tak seperti biasanya. Aku mengalihkan pandangan, tak kuat terlalu lama bertatapan dengannya. “Apa yang membawamu kesini?” tanyaku, berusaha menyembunyikan tangis yang sebenarnya ingin pecah. “Menjengukmu. Kata tante, kamu sakit udah seminggu. Pantes aku nggak pernah liat kamu.” Tangannya terulur, menempel dikeningku. Segera aku menepisnya. “Ini, aku udah mendingan kok.” Sedikit tersenyum untuk membuatnya percaya. “Wajah kamu pucet gitu, Krys. Aku anterin periksa yuk.” Bujuknya. Aku menggeleng cepat. “Nggak perlu, Ron. Ini aku udah merasa lebih baik. Hanya malas untuk makan.” Aaron ngangguk, masih saja menatapku. “Krys, jajan bakso mang Juki, mau? Aku pengen banget nih.” Keningku berkeryit. Aku merasakan hal yang sama, aku juga mau. ** Mama membiarkanku pergi keluar bareng Aaron, tentu jajan bakso keliling yang seringnya mangkal di pertigaan kompleks. Kita makan bareng dengan obrolan ringan, hanya sebatas menceritakan pekerjaan Aaron yang menumpuk karna aku sudah lama tak masuk kerja. Kami memang berada diperusahaan yang sama, bahkan menjadi partner kerja untuk satu tahun ini. “Krys, beberapa hari ini aku sering banget kepikiran kamu. Ternyata, kamu lagi sakit.” Ucapnya sambil mengelap mulut dengan tissu. Aku menjauhkan mangkuk yang sudah kosong, lalu meraih gelas minum dan meneguknya. “Kangen aku, mungkin.” Jawabku sekenanya. Aaron terkekeh. “Aku pikir juga gitu, karna hampir tiap hari kita selalu ketemu, selalu bersiteru. Eh, ini kamu seminggu nggak ada kabar. Dasar jahat!” menatapku dengan kekehan. Aku pun terkekeh masam. Andai kamu tau, Ron. Mungkin wajahmu tak akan sebahagia ini. “Gimana persiapan pernikahanmu?” tanyaku kemudian. “Udah beres sih. Besok aku mulai cuti.” Dia mengambil rokok, menyalakannya, detik kemudian keluar asap dari mulut dan hidungnya. Aku tersenyum melihatnya, semua yang Aaron lakukan terlihat sangat indah. Menjingkat saat tangan Aaron dengan tiba-tiba mentonyor kepalaku. “Senyam senyum! Kamu nggak naksir aku kan, Krys?” Aku mengerjap beberapa kali. Terkejut mendengar pertanyaan yang tentu jawabannya iya. Tapi segera aku memalingkan muka. “Gila aja aku suka sama kamu.” Bohongku dengan d**a yang terasa sesak. Aaron terkekeh. “Eh, udah habis bakso satu mangkuk, udah punya tenaga dong.” Aku tersenyum, mengelus perut yang memang terlihat lebih baik, bahkan yang baru saja masuk ini nggak kembali ku muntahkan seperti biasanya. “Aku kenyang. Kamu yang bayar ya.” Ucapku, kembali menyedot minuman hingga tandas. “Iya, aku yang traktir.” Aaron berdiri, tak lupa kembali memasukkan dompet dan ponsel kesaku kemeja. Aku pun beranjak, berdiri disamping mobil hitam milik Aaron. Membuka pintu saat Aaron sudah membuka kunci. Lalu masuk dan duduk dengan nyaman disamping kursi kemudi. “Krys,” panggil Aaron dengan sedikit melirikku. “Aku kangen kamu.” Ungkapnya dengan kedipan satu mata. Ada yang bergetar didalam dadaku. Mendengar pengakuan yang aku tau, maksudnya ingin tidur denganku. Tapi hatiku menghangat mengartikan perasaan yang lainnya. “Mampir hotel bentar ya.”

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Tentang Kean [END]

read
10.7K
bc

You'll Be Mine (Indonesia)

read
222.1K
bc

Terpaksa Nikah (18+) (Indonesia)

read
97.0K
bc

Rise of Love

read
354.2K
bc

Marry Me If You Dare

read
226.5K
bc

Mendadak Jadi Istri CEO

read
1.6M
bc

KETIKA AKU HAMIL

read
99.8K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook