Basanti tak berani lapor perihal kebakaran atau korslet di tiga usaha rental mobilnya ke polisi, karena dia tak pernah bayar pajak pendapatan. Kalau lapor nanti tentu akan ditanya pajak dan segala macam surat izin operasional, tapi dia juga tidak ikut asuransi sehingga bingung sendiri.
Sudah tiga hari usaha rental mobilnya tidak operasional. Sekarang teknisi sedang memperbaiki saluran listrik, administrasi di laptop juga di save, di back up, agar semua data usaha bisa terselamatkan.
Tentu saja tiga hari tanpa operasi adalah berat buat Santi. Gaji karyawan jalan terus. Memang ada beberapa yang tetap menyewa mobil dengan catatan manual, tapi kan tidak seramai kalau buka seperti biasa.
“Bu ada tamu,” kata seorang pegawai pada Basanti yang sedang mengamati teknisi memperbaiki jaringan kabel di bengkel dua.
“Cari siapa? Kan saya jarang di sini. Kok tahu nyari saya di sini?” tanya Basanti heran.
“Tamunya bilang mereka datang bersamaan ke tempat tiga tempat usaha Ibu. Jadi kalau nggak ketemu di sini ya ketemu di garasi satu atau garasi tiga. Karena mereka datang berbarengan. Kalau tak ada di semua garasi baru mereka akan melacak Ibu di rumah. Demikian mereka bilang ketika kami ragu menerima mereka.”
“Mereka?”
“Ya Bu, tiga orang.”
Basanti langsung menghubungi garasi tiga dan garasi satu karena dia sekarang ada di posisi garasi dua, dia tanya apakah betul ada tamu dan mereka jawab betul.
Basanti mulai was-was bagaimana mungkin datang tiga tamu di tiga garasinya dalam waktu bersamaan? Pasti tamu tersebut tahu posisi dia punya tiga usaha ini. Walaupun dia jarang ke sini karena tidak berkepentingan. Biasanya dia hanya menunggu laporan saja.
“Ya sudah suruh masuk ke kantor,” kata Basanti.
Basanti melihat tiga orang lelaki muda yang masuk ke ruangan kerjanya.
“Selamat siang Ibu Basanti,” kata seorang yang paling senior di antara mereka.
“Saya dari tim kuasa hukum Pak Keenan.”
“Ada apa dengan menantu saya?” tanya Basanti pura-pura tenang. Padahal dia sangat takut. Keenan? Team kuasa hukum di tiga garasi dalam waktu bersamaan?
“Menantu?”
“Ibu enggak salah?”
“Bukankah putri Ibu sudah ditalak saat acara aqiqah cucu Ibu, dan sudah keluar akta cerainya. Ibu masih sebut pak Keenan menantu?”
“Atau Ibu nggak tahu ya talaknya sudah dijatuhkan Bu waktu hari aqiqah dan satu minggu atau dua minggu kemudian aktanya juga sudah ada.”
“Menantu yang mana yang menurut Ibu masih Ibu akui?”
Basanti diam karena memang waktu itu Keenan langsung mengeluarkan kata talak pada Ahilya di pesta menggunakan mic. Jadi tak mungkin dia jawab tak tahu.
“Lalu ada apa?” tanya Basanti. Dia berupaya meredakan degup jantungnya yang sangat kencang bertalu.
“Saya mewakili semua team hukum pak Keenan memberikan surat ini Bu. Kami sudah melaporkan Ibu ke pihak hukum. Kalau Ibu tidak merasa melakukannya Ibu bisa banding pada kami. Kalau tidak nanti biar polisi yang akan menjemput Ibu.”
“Karena surat laporannya sudah sampai di tangan polisi. Kalau Ibu melarikan diri atau menjadi DPO itu akan lebih berat hukumannya. Jadi kami hanya memberitahu Ibu saja Bu.”
“Kami memang sengaja datang ketiga tempat usaha Ibu sehingga ke mana pun Ibu berada kami bisa menemui, karena itu pesan dari Pak Keenan. Harus ketemu hari ini juga, memberikan surat bahwa Ibu dilaporkan oleh Pak Keenan ke kantor polisi akibat korupsi yang Ibu lakukan.”
“Saya tidak mengerti. Korupsi apa?” bantah Basanti.
“Kalau Ibu tidak mengerti ya silakan Ibu banding saja. Bikin surat tertulis seperti yang kami berikan kepada Ibu. Ibu bikin pernyataan tertulis bahwa Ibu tidak mengerti dan tidak melakukannya.”
“Kalau perlu Ibu didampingi oleh pengacara. Di situ sebutkan jati diri pengacara dan sebagainya, juga fakta-fakta bahwa semua yang kami tuduhkan itu tidak benar datanya.”
“Kemudian Ibu menyatakan bahwa semua adalah kebohongan besar sehingga Ibu langsung banding terhadap laporan tersebut.”
“Nanti polisi langsung akan menindaklanjuti. Polisi akan menyusuri siapa yang benar apakah Ibu atau laporan kami.”
“Kalau memang polisi bisa dapat solusi terbaik kita nggak perlu ke pengadilan. Tapi kalau tak ada solusi terbaik di tangan polisi maka kita langsung ke pengadilan Bu.”
“Ini memang jalan yang belum umum. Kami melakukan seperti itu agar Ibu lebih gampang saja karena kalau sudah di pengadilan berarti Ibu ada di dalam kurungan sementara. Kalau seperti sekarang kan tidak.”
“Ibu enggak perlu dikurung apabila Ibu kooperatif. Tapi apabila Ibu melarikan diri seperti yang tadi kami bilang menjadi DPO, itu lebih berat hukumannya.”
Basanti keluar keringat dingin. Satu kecurangannya di toko perhiasan milik Alyssa sudah ketahuan. Dia benar-benar tak bisa berkutik sekarang.
Belum lagi tuntutan dari Pratama Haris yang minta mereka segera menjual rumah mereka sekarang. Karena itu adalah harta gono gini dan ingin dibagi dua. Jadi Basanti harus mengeluarkan semua barang miliknya. Begitu pun Pratama Haris.
≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈
“Kamu nggak takut?” tanya Febri yang nama lengkapnya Febrianto Susilo.
“Aku nggak mencuri kan?”
“Kenapa aku takut? Kalau aku dituduh mencuri aku nggak bisa buktikan itu punya aku. Enggak ada yang aku curi kok, nggak ada yang aku curi. Jadi Papa tenang saja, yang penting kita fokus pada anak kita,” balas Ahilya pada ‘suami’-nya.
“Nanti setelah Rangga bisa kita bawa pulang, kita ke rumah orang tuaku ya? Kita menceritakan semuanya,” ajak Febri.
“Bagaimana mungkin kita menceritakan semuanya? Apa kita akan cerita kalau malam pertama aku itu tidak aku berikan padamu, dan malah direbut oleh Keenan?” Ahilya sedih kalau ingat semua itu.
“Ya lebih baik kita cerita apa adanya. Yang penting aku ikhlas kok. Aku tahu kamu terpaksa melakukan itu demi mamamu daripada kamu diusir dari rumah. Karena terkait rahasia yang mamamu kasih tahu itu.”
“Baiklah aku akan jujur. Tapi bagaimana kalau kita menemui Kayshilla juga? Kita cerita semuanya agar dia tidak salah paham sama aku.”
“Sakit tahu perempuan dikhianati seperti Kayshilla. Aku tahu sakit. Tapi kan selama ini aku nggak bisa bergerak. Kalau Rangga sudah keluar kita ke rumah Kaysilaa atau menemuinya yuk,” ajak Ahilya.
“Kamu siap ketemu dia?”
“Siap nggak siap ya harus siap ‘kan?” jawab Ahilya tenang. Pasangan muda ini sudah harus menerjang ombak karena kondisi yang ada dihadapan mereka. Semua apriori memandang mereka. Semua mencemooh.