Part 3 | Too Hard to Tell You

2264 Words
Jeslyn baru saja tiba di depan ruang perawatan Rhea, ia mengintip dari balik jendela, melihat bagaimana Keyla terisak juga tatapan terluka Kern dan Arche, Jeslyn juga diam-diam kembali terisak dengan d**a yang terasa sesak melihat bagaimana keadaan Rhea, sungguh ia juga ingin berada di samping Rhea dan memberikan kekuatan pada wanita itu, namun melihat bagaimana tatapan benci Kern dan juga tatapan tajam Arche sudah dipastikan jika mereka berdua tidak akan mungkin mengijinkannya mengunjungi Rhea.   Kern yang tanpa sengaja melihat Jeslyn dari balik jendela hanya bisa menggeram di tempatnya, teringat kembali dengan kematian Audrey dan bagaimana murkanya orang tua gadis itu, mereka langsung mengurus pemakaman Audrey dan tidak mengijinkan Kern untuk melihatnya dan mengantarkan kekasihnya itu ke peristirahatan terakhirnya. Dengan langkah lebar Kern keluar dari ruang rawat Rhea, menatap Jeslyn dengan emosi yang berapi-api, lalu pria itu menarik kuat tangan Jeslyn membuat Jeslyn yang masih terlarut dengan kesedihannya tersentak kaget, terlebih lagi saat Kern menariknya tanpa perasaan seperti sebelumnya.   “Kern, kita akan ke mana?” tanya Jeslyn lirih sedangkan Kern hanya menatap wanita itu dengan senyum iblisnya.   “Ke tempat di mana seharusnya kau berada, karena setelah ini aku tidak akan pernah melepaskanmu Jeslyn, akulah pemilik hidupmu mulai saat ini. Dan hanya luka yang aku pastikan akan kau rasakan di sisa hidupmu.” Nada suara Kern membuat tubuh Jeslyn meremang, ucapan pria itu benar-benar vonis mati untuknya, penuh ancaman dan aura kematian, membuat Jeslyn merasa hidupnya benar-benar hanya diisi oleh kelam dan gelap setelah ini.   Kern menarik paksa Jeslyn untuk masuk ke mobilnya, lalu pria itu tergesa menuju ke kursinya, menyetir mobilnya dengan kecepatan gila, membuat Jeslyn yang duduk di tempatnya bergerak gelisah, wanita itu memejamkan matanya, keringat dingin membasahi seluruh tubuhnya dengan wajah yang perlahan memucat, Jeslyn memang memiliki trauma dengan mobil yang melaju dengan kecepatan tinggi. Ia berusaha menggapai tangan Kern, meminta pria itu untuk menurunkan kecepatannya.   “Kern,” lirih Jeslyn dengan ketakutan yang begitu jelas tergambar di wajah pucatnya. “Tolong, tolong pelankan mobilmu,” Jeslyn tersendat-sendat, napas wanita itu mulai terasa sesak, Kern yang melihat itu bukannya simpati justru tersenyum setan, dengan kejamnya menambah kecepatan mobil, jam yang kini menunjukkan sudah tengah malam membuat mobilnya melaju dengan bebas di jalanan lengang itu.   “Ah jadi ini menjadi kelemahanmu yang pertama. Baiklah, ini adalah permulaan yang menyenangkan. Bukan begitu Jeslyn? Sangat menyenangkan melihatmu terluka seperti ini, aku janji akan membuatnya lebih menyenangkan di kesempatan berikutnya. Kita tunggu saja Jeslyn, aku tidak akan pernah melepasakanmu seumur hidupku kecuali kematian telah menjemputmu.”  Kern menyeringai, menambah kecepatan mobilnya sekali lagi, membuat Jesyln benar-benar merasa akan mati, ia mencengkram erat seat belt-nya dan menekan dadanya yang terasa sesak, mencoba mengambil napas walau hanya sesak yang ia dapat.   “Ahhhhh,” Jeslyn merintih, merasakan dadanya terasa sangat sakit dengan kepala yang pening. “Tolong,” Jeslyn mengucapkan dengan nada putus asa dan hal itu membuat Kern semakin tertawa puas, pria itu tidak terlihat iba sama sekali seolah ia adalah manusia yang tidak memiliki hati.   “Kau ingat Jeslyn? Ini adalah permulaan, dan aku akan membuat yang selanjutnya lebih menyakitkan dan menyiksa. Aku tidak akan membuat hal ini mudah untukmu.” Kern kembali menyeringai, lalu harus menelan kecewa karena sebentar lagi ia telah sampai di rumahnya yang artinya ia harus mengakhiri kekejamannya pada Jeslyn.   Mobil yang berhenti mendadak itu membuat Jeslyn membuka matanya, dan ia mengamati di mana dirinya berada kini, saat ia belum menemukan jawaban di mana dirinya berada kini Kern kembali menariknya kasar, membuat Jeslyn mengaduh lalu melihat ke sekelilingnya, di depannya adalah rumah mewah milik Kern bergaya klasik Eropa, berkelas, elegan dan sangat estetik.   Jeslyn hanya mengikuti ke man Kern membawanya, pria itu masih terus menariknya dengan kasar, begitu membuka pintu Jeslyn kembali di buat takjub dengan desain interior juga tata letak rumah pria itu, sangat indah dan memanjakan mata, lalu seorang wanita paruh baya menyambutnya dan Kern, senyumnya yang begitu teduh membuat Jeslyn ikut tersenyum tipis.   “Siapkan kamar maid untuknya Christy, bukankah kemaren Robert sudah membersihkan ruangan kosong di dekat dapur? Gunakan kamar itu.” Perkataan Kern tentu saja membuat Christy terkejut, wanita paruh baya itu menatap Kern dengan pandangan bingung dan beralih menatap Jeslyn.   “Dia pembantu baru. Tunjukkan di mana kamarnya,” Christy tidak bisa membantah lalu wanita itu hanya menunjukkan jalannya pada Kern, diikuti dengan Kern yang masih menarik Jeslyn kuat-kuat. Wanita itu hanya bisa menahan sesak di dalam hati melihat perlakuan Kern, dalam diamnya ia menatap Kern yang telah ia cintai selama bertahun-tahun, melihat bagaimna hubungan mereka sekarang, sangat sulit rasanya Jeslyn mengungkapkan perasaannya pada Kern dan mungkin hal itu tidak akan pernah terjadi, karena Tuhan hanya mengijinkan mereka menjadi musuh, bukan pasangan bahagia yang saling mencintai.   Tubuh Jeslyn kembali terhempas saat Kern mendorongnya memasuki ke sebuah ruangan yang cukup kecil dan sedikit kotor, tidak ada apapun di sana selain meja, kursi dan lemari. Wanita itu meringis, Kern bahkan sudah menyiapkan kamar tidurnya dengan begitu sempurna.   “Tidak perlu ada ranjang, berikan dia kasur lantai dan jangan memasang penghangat di ruangan ini.” Nada Kern begitu mengancam, membuat Christy sekali lagi hanya bisa mengangguk patuh. Kern benar-benar seperti Arche, mereka bisa menjadi sangat kejam pada seseorang yang memasuki teritorinya dengan lancang.   Tepat setelah mengatakan itu Kern keluar dari ruangan yang akan menjadi kamar Jeslyn itu, sedangkan Jeslyn hanya meringis memegangi pergelangan tangannya yang kini memerah akibat cengkraman pria itu.   “Nona, kau baik-baik saja?” pertanyaan itu membuat Jeslyn meringis.   “Jeslyn. Aku Jeslyn dan kau bisa memanggilku Jeslyn, atau Je, dan aku bukan Nonamu, jadi jangan memanggilku seperti itu.” Jeslyn tersenyum sendu pada Christy lalu kembali menatap ruangan kecil yang akan menjadi kamarnya, helaan napas panjang itu tak luput dari pengamatan Christy yang masih bertanya-tanya siapa Jeslyn sebenarnya.   “Apakah aku boleh tau bagaimana bisa Tuan Kern membawamu kemari? Kupikir kau bukan seorang maid seperti yang dia katakan.” Pertanyaan Christy membuat Jeslyn tersenyum masam.   “Aku maid seperti yang dia katakan, ah maaf kita belum berkenalan.” Ucapan Jeslyn membuat Christy tersenyum lalu memperkenalkan dirinya.   “Aku Christy, kepala maid di sini.” Jeslyn mengangguk mendengar ucapan Christy.   “Biar kubantu.” Christy menawarkan bantuan saat Jeslyn mengambil kasur lantai yang ada di atas lemari itu.   “Sudah berapa lama kau bekerja di sini Christy?”   “Aku? Ah, aku sudah mengenal Tuan Kern sejak dia bayi, awalnya aku bekerja di rumah Tuan Arche hanya saja Nyonya Rhea memintaku untuk pindah ke sini, dia selalu khawatir dengan anak laki-lakinya sekali pun Tuan Kern sudah dewasa, karena terkadang Tuan Kern suka ceroboh. Ah, di sini juga ada lima maid, enam termasuk aku, dan ditambah dirimu, jadi tujuh. Tapi sebenarnya aku masih tidak yakin jika kau maid, Je. Maksudku kau terlalu cantik dan berkelas, rasanya sangat mustahil kau menjadi maid.” Perkataan Christy membuat Jeslyn terkekeh.   “Memang seperti itu keadaannya Christy, kadang wajah cantik tidak bisa menjamin.” Jeslyn lalu menghembuskan napasnya panjang, menatap sekali lagi pada kamar yang sangat-sangat sederhana itu.   “Je?” Panggil Christy menatap Jeslyn dengan sendu, seolah merasa de javu dengan apa yang terjadi dengan majikannya itu. “Aku tau ada sesuatu antara dirimu dan Kern, aku seolah melihat masa lalu antara Arche dan Rhea. Aku tidak tau apa yang terjadi di antara kalian, hanya saja aku berharap masalah kalian benar-benar selesai. Dan kau bisa bercerita atau bertanya padaku apapun itu.” ucapan tulus Christy membuat Jeslyn tersenyum tulus, menyampaikan terima kasih lewat tatapan matanya.   “Terima kasih, Christy.”   “Aku akan mengambilkan selimut untukmu. akhir-akhir ini semakin dingin, atau kau ingin tidur bersamaku malam ini?” sekali lagi kebaikan Christy membuat Jeslyn tersentuh, mungkin Christy akan menjadi teman baiknya di rumah yang masih terasa asing untuknya itu.   “Sekali lagi terima kasih Christy,”   ***   Jeslyn meregangkan tubuhnya yang terasa pegal karena tidur tidak nyamannya juga hawa dingin yang menemaninya sepanjang malam. Ia mengambil ponselnya dan melihat jam yang sudah menunjukkan pukul enam pagi. Lalu wanita itu beranjak, melihat-lihat rumah yang masih terasa asing baginya.   Jelsyn menuju dapur dan melihat Christy tengah sibuk berkutat dengan peralatan dapur.   “Pagi Christy,”   “Oh Je? Kau sudah bangun?”   “Heum. Apa memasak adalah tugasmu? Maid di sini memiliki tugasnya masing-masing ya? Apa yang harus kukerjakan Chris? Bagaimana jika aku membantumu memasak dan membangunkan Kern?” pertanyaan Jeslyn yang beruntung membuat Christy tersenyum, wanita itu mencuci tangannya di wastafel dan berbalik, menatap Jeslyn dengan senyum teduhnya.   “Memang maid di sini memiliki tugas masing-masing untuk memastikan rumah selalu dalam keadaan bersih dan rapi. Kern sangat berisik soal kebersihan dan kerapian. Dan untuk memasak pria itu hanya mau memakan masakan dari masakanku juga Nyonya Rhea, namun jika kau ingin membantu tidak masalah. Aku dengan senang hati menerima bantuanmu.” Perkataan Christy membuat Jeslyn tersenyum dan mengangguk.   “Ah Christy, di mana kamar Kern? Bolehkah aku melihat-lihat rumah ini. Bagaimana jika aku memulai tugasku mulai besok?” sekali lagi pertanyaan Jeslyn membuat Christy tersenyum.   “Tentu. Aku tidak memiliki hak untuk memerintahkanmu karena Kern tidak mengatakan apapun padaku, dan mungkin kau bisa membangunkan Kern. Kamarnya ada di lantai atas. Kamar dengan pintu berwarna hitam. Itu kamarnya.”   “Baiklah. Aku akan membangunkannya setelah melihat-lihat rumah ini.” Lalu Jeslyn beranjak dari dapur, mengamati lebih jauh rumah yang nyatanya terasa nyaman dan menenangkan itu. Kern sepertinya sangat menyukai keindahan, terbukti dengan desain interior rumahnya yang begitu indah juga perabotan rumah yang tertata begitu rapi sesuai dengan posisinya.   Dengan langkah ringannya Jeslyn menuju lantai dua, udara segar dari arah balkon menarik perhatian wanita itu, ia menarik napasnya kuat-kuat lalu menghembuskannya panjang, saat melihat pemandangan dari balkon ia tersenyum senang melihat hamparan rumput hijau terbentang luas di tempatnya.   “Oh, sekaya apa pria itu? Bahkan memiliki lapangan golf-nya sendiri.” Jeslyn menggumam, melihat lagi pemandangan dari tempatnya berdiri kini ada lapangan golf tepat di depannya. Terlihat asri dan menyejukkan, tanah lapang hijauh itu benar-benar terawat.   Lalu netra Jeslyn mengamati lagi sejauh mata memandang, wanita itu kembali masuk ke dalam rumah, menuju balkon yang kini berada berlawanan arah dengan tempatnya berdiri kini. Lantai dua rumah Kern sangat luas, bahkan ada empat balkon di empat sisi, dan begitu Jeslyn menuju balkon di sisi timur, pemandangan kolam renang yang begitu mewah dan estetik menyapa indra pengelihatannya, membuatnya ingin berenang dan menikmati paginya di sana. Namun hal itu ia urungkan mengingat siapa dan bagaimana posisinya di rumah ini. Kern hanya memperkenalkannya sebagai maid, bukan istrinya.   Sebenarnya ajakan untuk melihat dua balkon di sisi utara dan selatan sangat menarik minatnya hanya saja ia harus membangunkan Kern sekarang. Menjadi tugas pertamanya sebagai seorang istri, dan maid mungkin. Jeslyn tertawa bodoh dalam hati.   Entah sebagai apa Kern menganggapnya, setidaknya dia akan berlaku baik demi menebus semua kesalahannya. Kesalahannya karena memaksa pria itu menikah dengannya dan menempatkannya pada situasi sulit, kesalahannya karena mengenal Rhea, dan kesalahannya karena membuat Rhea kini bertaruh nyawa di ranjang pesakitan.   Dengan langkah berat dan jantung berdegup cepat Jeslyn memasuki kamar Kern, pintunya tidak terkunci dan Jeslyn mendapati satu kebiasaan pria itu pagi ini, mungkin karena Kern tau jika tidak ada yang akan berani masuk ke kamarnya sehingga pria itu tidak perlu repot-repot mengunci pintunya.   Sekali lagi Jeslyn hanya mampu menelan ludahnya susah payah melihat bagaimana mewah dan classy-nya kamar Kern yang didominasi warna hitam dan putih itu. Pria itu benar-benar sangat detail bahkan untuk hal-hal kecil yang justru memperindah interior kamar tersebut. Di sisi kiri dan kanan terdapat pintu yang Jeslyn tebak merupakan kamar mandi dan walkin closet. Lalu saat mendekat ke ranjang pria itu yang masih lelap dengan tidurnya Jeslyn meringis, membalikkan badannya dan melihat pintu di sisi kiri yang terbuka, ternyata bukan walkin closet, melainkan ruangan bersantai yang terlihat sangat nyaman dengan jendela-jendela besar yang pasti menyuguhkan pemandangan menakjubkan. Sungguh Jeslyn ingin melihatnya, bermalas-malasan di sana dan menghabiskan waktunya sepanjang hari, hanya melihat sekilas saja ia yakin tidak akan pernah bosan berada di sana.   “Je, please. Ada tugas menegangkan menantimu.” Jeslyn menggumam, memperngati dirinya dalam hati, lalu wanita itu menyentuh bahu Kern, sangat pelan dan hati-hati.   “Kern ... Kern, bangunlah, kau harus bekerja hari ini bukan?” Jeslyn berbisik, lalu detik berikutya membodohi dirinya sendiri, bagaimana bisa pria itu bangun jika dirinya berbisik. “Kern.” Panggil Jeslyn dengan segala keberaniannya, wanita itu juga mengguncang bahu Kern lebih kuat, membuat pria itu menggeliat namun tidak sampai membuatnya bangun, lalu Jeslyn menghembuskan napasnya panjang sekali lagi dan menarik selimut pria itu. “Kern. Bangun.”   Kern menggeram marah di tempatnya, tidak ada yang pernah membangunkannya dengan lancang bahkan menyentuhnya. Selama ini jika Christy membangunkannya wanita itu hanya mengetuk pintu hingga Kern menyahut.   ‘b******k. Siapa yang dengan lancang masuk ke kamark?’ Kern menggeram dalam hati lalu matanya seketika terbuka dan langsung berhadapan dengan Jeslyn yang menatapnya dengan takut-takut.   “Apa yang kau lakukan di kamarku b******k?” Kern langsung menarik tangan Jeslyn yang masih menyentuh selimutnya, menarik wanita itu dan memojokkannya ke dinding. Mencengkram erat rahang wanita itu dan memberikan tatapan nyalangnya.   “Aku, aku hanya membangunkanmu. Christy yang memintaku.” Jeslyn berujar dengan nada bergetar, tidak berani menatap wajah Kern, sedangkan Kern masih memberikan tatapan nyalangnya yang penuh emosi setelah mendengar jawaban Jeslyn.   “Jangan pernah dengan lancang memasuki kamarku jika kau masih menyayangi dirimu.” Tepat setelah itu Kern menghempaskan Jeslyn, membuat tubuh wanita itu terhuyung, Jeslyn hanya mampu menundukkan wajahnya, Kern berlalu dari hadapannya dengan umpatan kasar yang ditujukkan untuknya, membuat Jeslyn lagi-lagi harus merasakan kesakitan itu bahkan di saat ia baru saja membuka matanya.   Melihat Kern yang masuk ke kamar mandi dengan membanting pintunya kasar Jeslyn hanya mampu menatapnya dengan raut berkaca-kaca, memegangi dadanya yang kembali terasa sesak setiap ia berhadapan dengan Kern.   “Mengapa saat berada begitu dekat denganmu lebih menyakitkan dari pada saat aku mencintaimu diam-diam, Kern? Kupikir pernikahan ini bisa membuatku selangkah lebih dekat denganmu dan aku tidak perlu lagi diam-diam mencintaimu, nyatanya berada di dekatmu jauh lebih sulit dan menyakitkan, kau seolah tidak akan pernah memberiku bahagia selama aku berada di dekatmu. Apakah memang sesulit ini mengatakan perasaanku Kern? Atau aku memang tidak akan pernah mendapat kesempatan untuk mengatakan seberapa banyak dan seberapa lama aku mencintaimu?” Jeslyn menghembuskan napasnya panjang, menghapus air mata yang lagi-lagi membasahi pipinya karena Kern, lalu wanita itu beranjak dari tempatnya. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD