Part 5 | Here’s Your Hell

2443 Words
Dengan langkah berat, Jeslyn membawa dua koper besar berisi baju juga barang-barang pribadinya ke rumah Kern. Christy dan seorang wanita muda dengan baju pelayan menghampirinya.   “Je, biar aku membantumu.” Christy menawarkan membuat Jeslyn hanya mengangguk pasrah.   “Nona, saya Gwen.”   “Ya. aku Jeslyn, kau bisa memanggilku, Je. Dan jangan memanggilku Nona, kau tau? Aku juga maid di sini.” Jeslyn mengedipkan matanya dan terkekeh, membuat Gwen menatapnya sungkan, dari penampilannya saja Gwen menyadari jika Jeslyn bukanlah seorang pelayan, wanita itu terlihat independent, mandiri dan kaya. Hanya saja dirinya tidak tau hubungan apa yang dimiliki Jeslyn dengan Tuannya –Kern-.   “Perlu saya bantu untuk menata kamar anda, Nona? Kupikir anda harus sedikit berbenah untuk membuatnya menjadi lebih nyaman,” ucap Gwen membuat Jeslyn menatap wanita muda itu dengan jengah.   “Gwen, bukankah tadi sudah kukatakan untuk memanggilku Jeslyn saja? Dan jangan terlalu formal padaku, kita sama. Aku dan dirimu sama-sama maid di rumah ini,” ujar Jeslyn dengan tegas membuat Gwen langsung mengangguk kaku dengan raut wajah sungkannya. “Jangan merasa tidak enak padaku seperti itu. Santai saja, dan terima kasih untuk tawaranmu. Tapi aku masih bisa merapikan kamarku sendiri.” Jeslyn tersenyum, sangat manis hingga membuat Gwen yang seorang wanita saja memuji jika Jeslyn sangat cantik dengan senyumnya.   ‘Bagaimana jika seorang pria yang melihatnya? Tentu mereka akan bertekuk lutut melihat senyuman indah dari wajah cantik seorang wanita yang memiliki paras dewi itu.’ Gwen membatin, masih mengaggumi wajah Jeslyn yang berkali-kali lipat sangat cantik saat wanita itu tersenyum.     “Gwen?” Jeslyn mengerutkan keningnnya bingung melihat Gwen yang justru terpaku menatapnya.   “Ya? Ah, baiklah Je, kalau begitu aku akan keluar.”   Jeslyn lalu menatap ke sekeliling ruangan kecil yang kini menjadi kamarnya itu, lalu saat dirinya menyandar pada dinding, seketika ia meringis ngilu karena punggungnya terasa perih.   “Shit.” Wanita itu mengumpat, lalu melepas T-shirt-nya hingga dirinya bisa melihat jika punggungnya mengalami memar ungu kebiruan. Tidak perlu bertanya bagaimana bisa seperti itu, Jeslyn sangat ingat dengan jelas berapa kali Kern selalu mendorongnya dengan keras ke tembok saat mereka bertemu, ditambah dengan cengkraman kuat di rahang dan lengannya, seketika Jeslyn berkaca di cermin panjang yang bisa memantulkan seluruh badan itu, melihat bagaimana punggungnya berakhir mengenaskan karena Kern, juga rahang dan lengannya yang kadang menimbulkan sensasi perih dan nyeri.   “Oh, pria itu benar-benar. Sialannya kenapa aku bisa jatuh cinta padanya?” Jeslyn menggumam, lalu mengambil tas obat yang ia bawa untuk mencari gel pereda nyeri. Saat berhasil mendapatkannya, Jeslyn kembali bercermin, dirinya kini hanya menggunakan bra dan jeans karena dia sudah melepas T-shirt-nya untuk melihat luka di punggungnya tadi. Dengan susah payah ia berusaha untuk mengoleskan gel itu di punggungnya. “Sial. Kenapa aku tidak bisa menjangkaunya?” Jeslyn mengumpat saat tidak bisa mengoleskan gel itu ke lukanya.   Hingga pintu yang terbuka dengan kuat membuat Jeslyn yang sedang serius berusaha mengoleskan gel ke punggungnya tersentak. “s**t. Damn you!! What the hell are you doing, here?!!” Jeslyn berteriak melihat Kern yang menatapnya nyalang seperti biasa, wanita itu lalu berusaha meraih T-shirt yang tadi ia lemparkan asal. Sungguh, walaupun ia selalu memakai bikini jika ke pantai, namun ini Kern yang melihatnya. Orang yang sangat membencinya dan akan membunuhnya. Apa yang ada di pikiran pria itu melihatnya hanya menggunakan bra yang bahkan tidak menutupi setengah dadanya?   Belum sempat Jeslyn meraih T-shirt-nya, Kern langsung menarik pergelangan tangannya kuat-kuat dan kembali menghempaskan tubuhnya ke dinding, membuat Jeslyn merintih dan menatap pria itu dengan tatapan kesalnya. Lengan dan punggungnya kembali perih padahal ia tadi belum selesai mengobatinya.   “Apa lagi?! Apa yang ingin kau lakukan?! Membunuhku saat ini juga? Jangan harap aku akan menyerah, Tuan. Aku tidak akan membiarkanmu membunuhku hingga aku berhasil dengan misiku.” Untuk mencari tau apa yang sebenarnya terjadi, juga memastikan Mommy Rhea dan keluargamu baik-baik saja dan jauh dari jangkauan Daddy-ku. Jeslyn menambahkan dalam hati, menantang tatapan nyalang Kern dengan berani walau jantungnya berdetak tak karuan.   “Misi? Misi, Jeslyn? Sebelum kau melancarkan misimu, aku pastikan aku sudah membunuhmu setelah aku membuatmu menderita habis-habisan.” Kern mencengkram rahang Jeslyn lagi dan berbisik dengan nada penuh ancaman di telinga Jeslyn.   “b******k!!!” Kern lalu meninju dinding tepat di sisi kiri kepala wanita itu, lalu mendorong Jeslyn hingga wanita itu tersungkur ke lantai.   “Berani sekali kau mencintaiku?!! Siapa dirimu yang dengan lancang mencintaiku, Jeslyn?! Kau hanyalah wanita hina yang menghalalkan segala cara untuk mendapatkanku.” Perkataan Kern membuat Jeslyn mengernyit, wanita itu menelan ludahnya susah payah, apalagi saat Kern berjongkok di depannya dan melemparkan sesuatu ke wajahnya.   Saat melihat kertas-kertas juga foto Kern yang Jeslyn sangat hapal ia yang mengambilnya secara diam-diam, jantungnya semakin bertalu cepat. Dia menatap Kern yang menatapnya dengan raut murka.   “A... Aku....” Ya Tuhan, bagaimana bisa pria itu mendapatkan bukti-buktinya? Apa yang akan pria itu lakukan sekarang? Jeslyn hanya bisa membatin dalam hati.   “Jadi aku simpulkan di sini, Jeslyn Wallice. Kau mencintaiku sejak lama, dan sengaja menggunakan Mommy dan calon istriku untuk meraih keuntungan, kau meminta bantuan Daddy-mu yang sama brengseknya denganmu untuk membuat calon istriku meninggal. BENAR BEGITU, JESLYN?! JAWAB JESLYN?!” Kern berteriak dengan emosi yang berapi-api, kembali mencengkram dengan kuat rahang Jeslyn tidak peduli dengan wanita itu yang meringis menahan ngilu karena perlakuan juga ucapan dan tatapan Kern yang seakan mampu membunuhnya.   “Ya .... aku melakukannya,” ujar Jeslyn dengan nada pahit dan terdengar bergetar, memutuskan untuk membiarkan Kern mengetahui kebohongan itu sebagai fakta. Membiarkan Kern membencinya karena dengan fakta itu Kern bisa melampiaskan semua luka yang dirasakannya sejak terikat dengannya, dan dengan begitu Jeslyn memiliki alasan untuk tetap bersama Kern sekali pun pria itu hanya akan melukainya. Setidaknya dirinya bisa mengulur waktu untuk mencari tau apa yang sebenarnya terjadi dan apa yang telah dilakukan ayahnya yang sudah berjanji untuk tidak melukai Rhea jika dirinya dan Kern menikah. Nyatanya ayahnya itu mengkhianatinya.   “Kau tau kan, Jeslyn, jika aku tidak akan pernah melepaskanmu karena aku ingin secepatnya membunuhmu dengan memberimu luka bertubi-tubi.” ujar Kern dengan nada rendah yang mengintimidasi, dan Jeslyn mengiyakan dalam hati. Ya. kau tidak akan pernah melepaskanku karena ingin melenyapkanku dengan segera.   “Tapi karena satu fakta b******k ini. Aku akan mengubah rencanaku, aku tidak akan membuatmu mati dengan cepat, kau hanya akan mati saat aku telah puas dengan permainanku. Setiap hal yang kau lakukan karena telah berani bersinggungan denganku. Akan ada balasan yang setimpal. Kematian itu akan dengan pelan dan menakutkan menghampirimu. Aku akan membuat luka di setiap detik hidupmu namun tidak akan pernah membiarkanmu mati dengan mudah. Itu adalah balasan yang setimpal karena kau berani membunuh wanita yang kucintai. Bukan hanya satu, tapi dua. Dan dua wanita yang kini harus menderita karena ulahmu. Aku pastikan kau akan membayarnya lebih sakit dari ini.” Kern tersenyum iblis, masih mencengkram rahang Jeslyn semakin erat dan semakin mendekat pada Jeslyn hingga ia bisa merasakan hembusan napas Kern yang beraroma mint di wajahnya.   “Jadi,” Kern tersenyum iblis, menatap tubuh Jeslyn dengan seringainya, membuat Jeslyn langsung menelan ludahnya susah payah, berusaha menutupi dadanya saat melihat bagaimana tatapan pria itu yang seolah tengah memikirkan rencana-rencana keji untuk melukainya hingga akhir, hingga ia lupa bagaimana rasa sakit itu. “Bagaimana jika kita mulai dengan tubuhmu? Tidak akan ada kenikmatan yang kau dapatkan, Jeslyn. Aku akan menjadikanmu jalangku dan aku pastikan hanya erangan kesakitan yang kau dapatkan.” Lalu Kern meraih pinggang Jeslyn hingga tubuh keduanya menempel. Sedang Jeslyn berusaha meronta, ketakutan itu terlihat jelas di raut wajahnya membuat Kern semakin tersenyum iblis melihat wanita itu semakin tidak berdaya di bawah kuasanya.   “Ini adalah hal yang akan kau dapatkan setiap hari sebagai satu dari banyaknya hal yang harus kau terima karena telah membunuh Audrey dan membuat wanita yang paling kucintai terbaring koma di ranjang rumah sakit.” Lalu Kern tersenyum iblis, membanting Jeslyn di kasur lantai wanita itu dan mengungkung Jeslyn di bawah kuasanya, sedang Jeslyn hanya bisa menahan air matanya melihat bagaimana tatapan iblis Kern, Jeslyn tau, saat Kern melepas ikat pinggangnya dan menarik turun celananya hanya akan ada kesakitan tiada tara yang ia rasakan setelahnya, seperti yang pria itu ucapkan.   Kern benar-benar membuktikan ucapannya saat itu juga, memberikan kesakitan yang tidak bisa lagi dideskripsikan dengan kata-kata, tubuhnya remuk begitu juga dengan hatinya. Ia seolah sudah tidak memiliki nilai lagi sebagai manusia di mata Kern, pria itu memperlakukannya seperti jalang, bahkan lebih hina dari jalang. Dan tatapan kepuasan Kern entah puas karena melihat bagaimana kesakitannya dirinya atau kepuasan yang lain, Jeslyn tau jika semua ini akan terus berulang hingga pria itu membunuhnya.   “Kau adalah jalangku hingga kau mati, Jeslyn,” bisik Kern tersenyum iblis dan kembali mengoyak Jeslyn entah untuk yang ke berapa kalinya, tidak peduli dengan peluh yang sudah membasahi tubuh wanita itu dan bagaimana tatapan lelah juga terluka Jeslyn. Dan saat puas menyiksa Jeslyn hingga tubuh wanita itu tak berdaya juga berhasil mendapat kepuasan dari hal lain, Kern berdiri, kembali memakai celananya dan menatap rendah pada Jeslyn yang kini meringkuk tak berdaya di kasur lantainya.   “Itu hanyalah awal dari deretan luka yang akan aku ukir dalam hidupmu hingga kematianmu, Jeslyn. Itulah hal yang akan kau dapatkan mulai saat ini hingga kau mati.” Lalu Kern mendecih, meninggalkan Jeslyn yang tidak lagi bisa berkata-kata   Tidak ada yang Jeslyn lakukan selain meringkuk dan memeluk selimut untuk sekedar menghangatkan tubuhnya, walau bukan hal itu yang ia butuhkan sekarang. Tidak, bahkan ia sendiri tidak tau apa yang ia butuhkan sekarang. Rasanya hidupnya semakin kacau dan hancur, menjadi anak yang tidak diinginkan oleh ibunya sudah ia alami sejak kecil, perlakuan kasar dan segala macamnya juga sudah sering ia dapatkan, lalu saat sang ayah juga memperlakukannya kasar karena suatu hal yang ia tidak tau apa penyebabnya Jeslyn masih bisa menahannya, dan kini saat pria yang telah ia cintai bertahun-tahun menyakitinya dan sangat ingin membunuhnya, Jeslyn tidak tau lagi apa yang ia rasakan, apalagi setelah menerima kekejian Kern padanya tadi, dirinya seolah sudah tidak bernilai, dan hal itu membuat Jeslyn putus asa.   Hanya air mata yang menemani kesendiriannya bersama luka-luka yang diberikan oleh pria yang ia cintai yang kini menjadi suaminya. Jeslyn tau dirinya harus kuat dan bangkit untuk melindungi Rhea dari ayahnya seperti janjinya, hanya saja ia merasa lelah, dan bolehkan dirinya istirahat untuk sejenak? Kembali merenungi apa saja kesalahannya di masa lalu hingga kisah cintanya harus terasa sangat menyakitkan seperti ini? Bukankah Rhea pernah mengatakan jika cinta itu menjadi satu dari beberapa pelangi yang akan mewarnai hidup, namun kenapa hal yang Jeslyn rasakan sangat berbeda, hanya ada warna hitam dan pekat yang membelenggunya dengan rasa sakit karena cinta, kebahagiaan itu, Jeslyn ragu merasakannya, walau setitik hatinya merasa senang karena bisa menikah dengan Kern, namun ia sangat menyayangkan, mengapa dirinya harus terikat dengan Kern di waktu yang tidak tepat? Dengan dirinya yang berperan menjadi tokoh antagonis pembunuh calon istri pria itu hingga Kern membalaskan dendam yang sangat menyakitkan padanya.   Bukan. Jeslyn tidak akan menyerah, dia tidak akan menyerah dengan keadaan ini, masih banyak yang harus dilakukannya dan ia tidak ingin kalah dan membiarkan ayahnya melakukan kejahatan lagi. Dirinya hanya butuh waktu untuk mencerna semuanya dan menyiapkan diri lebih baik lagi dengan semua siksaan Kern yang telah menyiapkan lautan luka untuknya. Dirinya harus bisa mengimbangi permainan Kern dan tidak akan kalah.   “Kau adalah wanita kuat yang terpilih oleh Tuhan untuk melewati semua ini, Jeslyn.” Jeslyn menyemangati dirinya dengan suara lemah, mengepalkan tangannya di balik selimut lalu menghapus air matanya. Wanita itu menggerakkan badannya untuk berbaring dan berniat duduk, namun hanya ada sakit, nyeri dan perih yang ia rasakan di sekujur tubuhnya. Posisinya yang sudah duduk dan menghadap cermin membuat selimutnya jatuh hingga memperlihatkan tubuh bagian atasnya, Jeslyn tersenyum miris melihat bagaimana tubuhnya yang terlihat menyedihkan dengan pahatan merah hasil karya Kern yang dilakukan pria itu dengan kasar.   Tidak ada yang Jeslyn lakukan selain melamun menatap pantulan dirinya yang mengenaskan di cermin dengan tatapan kosong dan terlukanya. Air mata wanita itu menetes dalam diam, tidak ada isakan atau pun jeritan pilu, seolah air matanya sudah cukup menggambarkan betapa hancur dirinya.   Jeslyn tidak tau berapa lama dirinya melamun dengan hati yang lelah, yang ia tau dirinya kembali sadar saat pintu kamarnya lagi-lagi terbuka dengan keras dan Kern yang kembali dengan raut tajamnya. Membuat Jeslyn buru-buru menaikkan selimut untuk menutupi tubuhnya.   Lalu Kern kembali berjongkok di depan Jeslyn yang terlihat rapuh, hal itu membuat Kern tersenyum puas, kembali memegang rahang Jeslyn dan menatap wanita itu dengan tatapan menghina.   “Untuk apa kau menutupi tubuhmu sedang aku sudah melihat semuanya, Jalang?” bisik Kern membuat wajah Jeslyn semakin pias. Lalu Kern melepaskan cengkraman di rahang Jeslyn, melemparkan bungkusan plastik pada Jeslyn dan tatapannya kembali nyalang.   “Minum itu secara rutin karena aku tidak ingin kau hamil. Ingat, kau hanya jalangku, dan aku tidak ingin memiliki anak dari seorang jalang, pembunuh dan licik sepertimu.” Kern kembali mendekat, mencengkram rahang Jeslyn lagi agar wanita itu menatapnya. “Ingat Jeslyn, tidak peduli itu, jika kau sampai hamil anakku. Maka aku tidak akan segan untuk membunuhnya. Karena aku tidak akan pernah sudah memiliki anak dari seorang pembunuh sepertimu. Kau hanyalah jalangku yang akan memuasakanku. Ingat itu baik-baik Jeslyn. Aku akan melenyapkan anak itu jika sampai kau hamil. Aku lebih sudi membunuh anak itu dibanding memilikinya darimu. Camkan baik-baik Jeslyn. Aku. Akan. Membunuhnya. Aku. Akan. Membunuhnya.” Kern menatap nyalang pada Jeslyn yang menatapnya dengan raut terluka dan berkaca-kaca.   Lidah Jeslyn kelu untuk sekedar berucap, melihat bagaimana kesungguhan di wajah Kern dan tatapan bengis pria itu, dan Jeslyn tau, seorang Kern Aldene tidak akan pernah bermain-main dengan ucapannya.   “Jadi, minum teratur pil itu dan tetaplah menjadi jalangku. Aku tidak ingin ada anak di antara kita. Aku akan membunuhnya jika sampai hal itu terjadi.” Kern kembali berbisik di telinga Jeslyn, dalam dan penuh penekanan, membuat Jeslyn memejamkan matanya dengan rasa sakit yang semakin menjadi mengoyak hatinya. Menatap kepergian Kern dengan luka yang semakin menganga lebar karena ucapan pria itu.   “Kau iblis,” lirih Jeslyn saat Kern baru saja mencapai ambang pintu, membuat pria itu membalikkan badannya dan menatap benci pada Jeslyn.   “Dan kau lah yang berani bermain-main dengan memanggil iblis ini, jadi terimalah konsekuensinya.” Lalu Kern menutup pintu dengan kasar meninggalkan Jeslyn yang terlihat semakin hancur karena seorang Kern Aldene. Wanita itu menekuk kedua lututnya dan memeluknya erat dengan perasaan hancur sehancur-hancurnya, ucapan Kern terngiang-ngiang dan terus berputar di kepalanya hingga membuatnya pening. Aku. Akan. Membunuhnya. Tiga kata itu membuat Jeslyn semakin mengeratkan diri untuk memeluk dirinya dengan isak tangis yang pelan-pelan terdengar lirih namun cukup menyayat hati. Lalu wanita itu meraba perutnya, dia tidak akan membiarkan dirinya hamil hingga ia bisa menjamin Rhea baik-baik saja dan mencari cara agar ayahnya jera. Ya sampai saat itu, Jeslyn tidak akan menyerah untuk hidupnya. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD