Wijaya pria berusia 23 tahun mendapatkan berita mengejutkan dari orang tuanya karena akan dijodohkan dengan Vita yang tidak lain adalah salah satu orang terdekatnya, Wijaya sendiri memiliki sahabat yang mempunyai kebiasaan pergi ke diskotek untuk melepas penat bahkan tidak jarang sampai mabuk atau melakukan hal yang tidak semestinya meski tidak semua temannya seperti itu. Wijaya bisa menjaga diri ketika mereka berkumpul dan selalu mendapat godaan karena hanya minum jus jeruk tiap berkumpul, sahabat mereka sudah bersama sejak lahir karena memang sekolah di sekolah yang sama sampai lulus kuliah meski berbeda jurusan. Wijaya pada dasarnya tidak pernah memilih teman di mana terdapat Yuta yang bukan dari golongan sama seperti mereka dan juga sahabat Vita yaitu Mira yang berasal dari golongan yang sama seperti Yuta.
“Jadi akan menerima perjodohan?,” Regan menatap Wijaya dan Vita bergantian.
“Gak ada jalan lain selain menyetujuinya,” jawab Wijaya santai menatap Vita yang hanya diam “apa kamu akan menolak?,” Vita menggelengkan kepala membuat Wijaya menatap sahabatnya.
“Wow dua perusahaan besar bergabung Hadinata dan Darmajaya akan mengganti nama menjadi H&D Group akan benar terwujud,” sahut Austin sambil menepuk tangan keras “selamat bagi kalian berdua,” mengangkat gelasnya “selamat datang di kehidupan pernikahan.”
Wijaya hanya menggelengkan kepala melihat Austin, di antara mereka hanya Austin yang sudah menikah dengan wanita pujaannya tapi sayang kehidupan pernikahan mereka penuh dengan drama di mana ibu Austin selalu melakukan penyiksaan dan membuat sang istri mengalami keguguran meski begitu sang istri tetap bertahan dalam pernikahan tersebut dan berakhir dengan kematian karena tidak kuat dengan apa yang dilakukan ibu Austin. Wijaya sedikit membayangkan bagaimana kehidupan pernikahan mereka kelak yang tanpa cinta, sanggupkah dirinya menjadi pemimpin dalam rumah tangga sedangkan dirinya saja baru saja lulus dan melanjutkan posisi sang ayah.
“Jadilah suami yang bijak jangan seperti aku, suami gagal.”
Wijaya menatap Austin yang masih menyimpan duka atas istrinya tersebut karena bukan hanya kehilangan istri, cobaan pertama adalah kehilangan buah hatinya. Ibu Austin tidak menyesal sama sekali dengan apa yang dirinya lakukan dan malah menyalahkan istri Austin sebagai wanita yang tidak tahan banting, Wijaya menatap Vita yang sedang berbicara dengan Mira dan sebenarnya Wijaya tahu jika Mira menyukai dirinya tapi sampai detik ini tidak ada perasaan sedikit saja pada mereka berdua. Pandangan Wijaya mengarah pada Yuta yang berbicara dengan Regan di mana berbicara mengenai mereka berdua saling membutuhkan satu dengan yang lain, Regan selalu membantu Yuta dalam keadaan apa pun meski bermulut pedas tapi hati Regan sangat baik. Yuta selalu menjadi tempat mereka semua mendapatkan jawaban atas permasalahan yang dialami masing – masing, di antara semua Yuta selalu memiliki solusi yang baik bagi semuanya. Wijaya sendiri tidak meminta bantuan Yuta mengenai masalah ini karena solusinya hanya satu harus diterima.
“Wanita itu cantik?,” Austin menunjuk wanita yang sedang berbicara dengan temannya “kalau aku dekati akankah bernasib seperti Hera?.”
“Dirimu perlu ke psikolog mengobati rasa trauma,” ucap Regan seketika “lupakan masa lalu dan rubah semua kebiasaan kamu yang apa kata ibu, hell kamu pria yang harus tegas di mana bukan berarti melawan ibu akan durhaka.”
Mira mengangguk “kalau kamu gak tegas maka gak akan ada wanita yang bisa bertahan dengan ibumu.”
Austin menatap Mira sedih “sayangnya ibuku hanya mau kamu menjadi menantunya bukan yang lain.”
Semua yang ada di sana memandang Austin dan Mira bergantian karena terlalu terkejut dengan kenyataan yang ada mengenai mereka, Wijaya selama ini mengira Mira menyukai dirinya meski tahu jika Regan menyukai Mira. Perkataan Austin mengenai ibunya hanya ingin Mira yang menjadi menantu hal baru yang di dengar oleh mereka, saat ini mereka berempat hanya saling memandang sedangkan kedua orang tersebut langsung diam sibuk dengan pemikiran masing – masing.
“Aku pulang,” ucap Austin sambil berdiri “jangan lupa undangannya.”
Austin berjalan meninggalkan mereka yang masih terdiam dengan perkataan Austin, ketiga pria ini juga tidak tahu harus mengatakan seperti apa pada Mira karena ini situasi pertama kali yang mereka alami. Wijaya menatap Vita yang masih tampak terkejut dengan segera mendekatinya, gerakan Wijaya yang tiba – tiba membuat Vita terkejut dan dengan bahasa isyarat meminta untuk Vita segera keluar dari tempat ini dan dapat Wijaya lihat jika Vita hanya mengangguk mengikuti permintaannya.
“Kalian akan pulang?,” Mira menatap Wijaya dan Vita bergantian “aku bareng.”
“Kamu pulang sama kita,” suara Regan menghentikan gerakan kepala Vita dengan memberi kode pada Wijaya.
“Kita berdua harus bicara mengenai perjodohan ini dan lagi pula ini sudah malam di mana orang tua Vita akan mencari anaknya,” jawaban Wijaya membuat Vita menatap tajam.
Wijaya memberikan isyarat pada Vita untuk ikut dirinya keluar dari diskotek ini, dalam perjalanan tidak ada pembicaraan sama sekali karena memang pada dasarnya mereka tidak suka membicarakan hal yang tidak terlalu penting untuk dibahas, Wijaya sangat tahu jika Vita menginginkan dirinya membahas mengenai permasalahan sahabatnya tapi Wijaya sendiri malas mencampuri urusan yang bukan miliknya.
“Ibu Austin pernah bicara denganku minta bantuan agar Austin menikahi Mira sebelum memutuskan menikahi Hera,” ucap Vita tiba – tiba “cinta tidak bisa dipaksa karena Mira sangat mencintaimu, lantas kehidupan pernikahan seperti apa yang akan kita jalani nantinya?.”
Wijaya mencerna perkataan Vita yang hampir sama dengan pemikirannya tadi “pernikahan bukan hanya tentang cinta bukan?,” Wijaya melirik sekilas “kedua orang tua kita berhasil melakukannya dan awet sampai sekarang.”
Vita mencibir “apa yang terlihat selamanya tidak akan sama dengan kenyataan.”
Wijaya menatap Vita bingung atas apa yang dibicarakannya “apa maksudnya?.”
“Apa kamu merasa orang tua kita selama ini baik – baik saja dengan pernikahannya?,” Wijaya tidak menjawab pertanyaan Vita “kita sama – sama hidup sebagai anak tunggal meski bukan anak manja tapi aku cukup tahu apa yang mereka rasakan baik itu orang tuaku atau kamu sekali pun hanya saja posisi sebagai anak tidak bisa melakukan hal tersebut.”
“Selama ini dari penglihatanku semua baik – baik saja,” ucap Wijaya ketika melihat bagaimana kedua orang tuanya.
“Terserah dari pandanganmu,” ucap Vita sambil mengangkat bahu “kamu perlu tahu bagaimana mereka suatu saat.”
Pembicaraan mengenai kedua orang tua dan permasalahan Mira dihentikan oleh Vita karena merasa tidak ada jawaban dari Wijaya sedangkan Wijaya sendiri memikirkan apa yang Vita bicarakan mengenai apa yang tampak tidak seperti apa yang terjadi di dalamnya. Wijaya membenarkan perkataan Vita terutama kondisi dirinya saat ini yang harus menerima perjodohan dengan Vita tanpa adanya cinta di antara mereka berdua.
“Pernikahan kita hanya pernikahan bisnis tapi aku ingin pernikahan ini sekali dalam seumur hidup dan akan berusaha menjadi pasangan sesuai apa yang kamu harap dan impikan, pernikahan butuh kerja sama kedua belah pihak jadi aku harap kita bisa bekerja sama.”