Farel mengajak istrinya pulang sesaat istrinya menanyakan masalah hubungan ranjang. Saat ini Farel dan Ara pulang dalam satu mobil yang dikemudikan langsung oleh Farel. Farel kalut, memang benar dia tidak pernah menyentuh Ara pada intinya. Kalau Ara menilai Farel tidak bernapsu, maka Farel menyangkal pernyataan itu. Jelas saja Farel bernapsu dengan Ara. Farel lelaki normal, dan pria itu sangat ingin menyentuh istrinya dengan lebih, tapi Farel tidak akan melakukan itu. Farel menyayangi Ara, tidak mencintainya. Dan Farel tidak akan menyentuh perempuan yang tidak dia cintai.
Pernikahannya dengan Ara, murni hanya rasa sayang dan ingin melindungi gadis itu. Ara tidak punya teman selain dirinya, kalau dia menikah dengan orang lain, sudah pasti tidak akan ada yang mau menikahi Ara. Farel selalu kasihan melihat Ara yang dipaksa menikah oleh kedua orang tuanya, tapi Ara sendiri takut dengan orang lain selain dirinya. Saat itu Ara meminta pendapat pada Farel, apakah dia harus kabur agar tidak disuruh menikah? Dan Farel pun menawarkan pernikahan yang tentu disambut baik oleh Ara.
Farel melirik Ara yang duduk di sampingnya dengan menautkan jari-jarinya, kebiasaan Ara kalau sedang dalam situasi akward. Tangan kiri Farel mengambil satu tangan Ara, mengecupnya sebentar.
“Ara, jangan pernah berasumsi buruk tentangku, ya. Aku menyayangimu,” ucap Farel. Ara yang polos dan mudah percaya dengan ucapan Farel, hanya menganggukkan kepalanya.
Setelah sampai rumah, Ara bergegas menuju kamarnya untuk berganti baju dengan cepat agar bisa segera ke dapur. Sedangkan Farel, menuju halaman belakang tempat di mana kucing-kucing peliharaannya berada. Ada lima kucing yang Farel miliki, mulai dari kucing lokal sampai berjenis anggora dan Persia dengan bulu-bulu yang lebat. Farel membuka kendang luas yang lengkap dengan pasir, makanan, dan mainan kucing-kucingnya. Seketika lima kucing itu keluar menghampiri Farel.
Sebenarnya Farel ingin mengajak peliharaannya di rumah utama, tapi istrinya tidak memperbolehkan. Ara alergi dengan bulu kucing, kalau mendekati kucing pasti akan bersin-bersin.
“Rel!” teriak suara cempreng dari arah dapur membuat Farel berdiri. Pria itu menggulung kemejanya dan menghampiri istrinya.
“Kenapa teriak-teriak?” tanya Farel setelah sampai dapur. Sebelum mendekati istrinya, pria itu terlebih dahulu mencuci tangannya.
“Katanya kamu mau habisin cup cake yang aku buat? Pulang-pulang bukannya mandi malah main sama kucing. Jangan kebiasaan melihara keringat!” omel Ara sambil menyiapkan cup cake nya.
“Dari pada bibirnya buat ngomel, mending buat nyium aja,” ujar Farel mendekatkan tubuhnya. Buru-buru Ara menghindar.
“Tumben. Kamu gak mau rasain ciuman suamimu?” tanya Farel bingung. Padahal biasanya kalau Farel sudah nyosor, Ara akan ketagihan. Malahan seringnya Ara yang minta lagi.
“Mending kamu mandi sana, aku siapin toppingnya!”
“Aku maunya mandi sama kamu, Bee ….” ujar Farel.
Pipi Ara bersemu tatkala sang suami memanggilnya dengan sebutan ‘Bee. Farel selalu menggunakan panggilan itu saat Ara sedang merajuk, dari dulu sampai sekarang.
Farel mengagumi sosok istrinya yang seperti madu. Diam-diam memberikan manfaat yang luar biasa, manis tapi sedikit garang. Sama seperti lebah yang menghasilkan madu, Ara berhasil menghasilkan kebahagiaan untuk Farel. Setiap melihat senyum Ara, mampu menghilangkan rasa capek setelah seharian bekerja.
“Mandi bareng yuk, ayuklah nolak suami itu dosa,” bujuk Farel.
“Kalau menolak suami dosa, kalau menolak istri dosa gak?” tanya Ara menatap intens suaminya.
“Ya sudah aku mandi dulu. Siapin cake nya yang toppingnya banyak!” ucap Farel melenggang pergi begitu saja.
Ara menatap punggung suaminya yang makin menjauh. Sakit, tentu saja Ara merasakan sakit saat terang-terangan suaminya memang menolaknya. Namun, dia bisa apa lagi selain pasrah?.
Ara mencintai Farel, bahkan kalau Farel meminta apa pun dari Ara, Ara akan dengan senang hati memberinya. Dulu, Ara memang sempat mau kabur saat orang tuanya terus-terusan menyuruhnya menikah. Namun, Farel datang dan menawarkan pernikahan. Tentu saja Ara bahagia bukan kepalang, karena menjadi teman Farel sejak kecil membiat Ara jatuh hati kepada pria itu.
Pernikahan manis yang dia idam-idamkan memang menjadi kenyataan. Perayaan mewah dan sangat menyenangkan. Sejauh ini suaminya juga sangat pengertian dan romantis. Hanya saja ada satu yang kurang, suaminya tidak pernah menyentuhnya secara inti. Kini status Ara, istri rasa peraawan. Saat Ara membahas hal itu, tentu Farel memilih menghindar seperti tadi.
Karena tidak ingin terlarut dalam pemikirannya, Ara segera memberikan topping di cup cake yang akan diberikan pada suaminya. Setelah selesai, Ara segera mandi di kamar mandi sebelah.
Ara ingin kehidupan rumah tangga yang normal, Ara ingin merasakan menjadi istri yang sesungguhnya, tapi sepertinya suaminya memang tidak berniat menyentuhnya. Ara mandi dengan pemikiran yang lagi-lagi terus berkelana. Ingin tidak memikirkan rasanya tidak bisa.
Ara berendam di bathup, menenggelamkan tubuhnya yang penat di sana. Sampai, mata itu terpejam karena mengantuk.
“Ara, kamu di mana, Sayang?” teriak Farel ketika memasuki dapur tidak menemukan istrinya. Dia yang lupa mengunci hewan peliharannya pun, membuat lima kucing berhamburan menuju dapur.
“Kamu kesana dulu, aku sedang kehilangan istriku,” ucap Farel saat satu kucing terus mengelus kakinya.
“Ara!” teriak Farel lagi.
Farel menuju penjuru rumahnya, membuka pintu satu persatu. Namun, tidak menemukan istrinya. Farel diserang rasa panik, pria itu kalut, berlari kesana kemari mencari sekaligus meneriaki nama istrinya. Napas Farel menjadi pendek, tubuhnya gemetar hebat, detak jantung cepat, pusing, otot menegang. Pria itu kalangkabut, panik attack yang dia derita kambuh tiba-tiba saat memikirkan istrinya pergi karena kesal kepadanya.
Sejak dulu, Farel mengidap penyakit Panik attack, serangan panik yang datang tiba-tiba saat ketakutan dan kegelisan itu muncul. Panik attack bisa sembuh sendiri saat pemicu kegelisahan itu hilang. Namun, kalau sudah parah, disarankan untuk berkonsultasi dengan dokter khusus. Farel panik saat tidak menemukan istrinya, dan penyakit yang dia derita ini makin membuatnya tersiksa.
Satu pintu yang belum dibuka Farel, yaitu kamar mandi. Farel mendobrak kamar mandi yang ada di sudut ruangan. Matanya terpaku saat melihat tubuh telanjang Ara yang ada di bath-up. Buru-buru Farel mendekatinya.
“Ara, hei bangun!” Farel menepuk pipi Ara. Kulit wajah Ara sangat dingin, membuat Farel makin takut. Ketakutan terbesar Farel, adalah ditinggalkan Ara.
“Ara, wake-up, please!” Farel terus menepuk pipi Ara.
Ara menggeliat pelan, merasakan sekujur tubuhnya sangat dingin. Sayup-sayup Ara terbangun. Matanya bersitubruk dengan mata suaminya. Wajah keduanya sangat dekat membuat keduanya bisa merasakan hembusan napas hangat masing-masing.
“Kamu kenapa ke sini? Aku lagi mandi,” ucap Ara mencoba bangun.
“Kamu gak mandi, Sayang. Kamu tidur,” sangkal Farel.
Ara tidak menjawab, dia melompat turun dari bathup dan menyambar handuk yang mengantung di sana. Farel yang merasa diabaikan lantas memeluk tubuh istrinya dengan erat. Ara menegang, tubuh basahnya bersentuhan dengan tubuh suaminya. Hal yang selalu mendebarkan untuk Ara. Parfum kayu manis yang dipakai Farel selalu berhasil melumpuhkan urat syaraf gadis itu.
“Lain kali aku tidak akan membiarkanmu mandi sendiri. Kamu ceroboh, Bee. Aku takut kamu kenapa-napa,” ujar Farel mengeratkan pelukannya.