Prolog dan Bab 1

1730 Words
PROLOG "Sakit banget kayaknya?" Suara bas Nicholas membuat Sofia terkejut hingga berjengkit. Alat pompa ASI di tangannya jatuh tergelincir ke lantai. Ia buru-buru memasukkan buah d**a kirinya yang sekal ke cakupan bra hitam. "Pak ... Pak Nicho." Wajahnya pias. Pipi putih itu semakin pucat. Tangannya gemetaran. Nicholas menduga jantung sekretarisnya mungkin sedang salto di dalam sana. "Dari ekspresi wajah kamu pas lagi pompa ... ehm, ASI, sepertinya kamu kesakitan." Sofia hanya tertunduk, tak tahu harus berkata apa. "Are you okay? Say something, kenapa diem aja?" Nicholas mendekat, langkahnya terdengar lebih mirip musik latar film horor di telinga Sofia. "Maaf, Pak." Hanya itu yang bisa lolos dari mulut Sofia. Nicholas mengetuk-ngetukkan jari telunjuknya ke dagu. "Kamu punya bayi, Sof?" "Tidak, Pak, eh, punya, Pak." "Punya atau tidak?!" Mata Nicholas menyipit. "Kapan kamu hamil dan lahiran?" "I-itu, bukan saya yang hamil dan melahirkan." Makin bingung saja Nicholas mendengar jawaban sekretarisnya. "Maksud kamu? Kalau begitu kenapa kamu yang harus menyusui?" Mata Sofia terbenam rambut poni karena kepalanya semakin tertunduk. "Kamu tahu kan? Kamu dilarang hamil dan melahirkan anak sebelum melewati lima tahun pertama, itu ada di kontrak lho, Sof." "Tahu, Pak. Maafkan saya." Sofia menggosok kedua tangannya di depan d**a, memohon ampun serta belas kasihan Nicholas Moore. Tangan Nicholas bersedekap. Jika saat ini Sofia merasa sangat tegang dan takut, sebaliknya, Nicholas merasa permainan ini sangat menarik. "No, it won't be clear everything. Saya nggak butuh permintaan maaf." Kini Nicholas duduk di samping sekretarisnya. Matanya yang nakal melirik sekilas d**a Sofia. Ia merasa gundukan itu semakin membesar, montok, sejak Sofia aktif memerah ASI. Sofia memberanikan diri menoleh ke samping, menatap Nicholas. "Jadi apa yang harus saya lakukan? Tolong maafkan saya, Pak. Jangan pecat saya, saya butuh sekali pekerjaan ini." "Kamu tahu saya bukan orang yang lunak. Saya tidak akan mempertahankan sekretaris tidak jujur seperti kamu jika saya tidak mendapatkan keuntungan." Sofia mengusap muka. Ia kelihatan sangat putus asa dan lelah. "Bapak mungkin bisa mendapatkan sekretaris yang lebih jujur dari saya, tapi saya jamin, Pak Nicho tidak akan pernah mendapatkan sekretaris yang lebih rajin dari saya." "Kamu benar, kamu memang rajin." Nicholas mengangguk, harus dia akui, Sofia cukup tahan banting meladeninya yang rewel dan perfeksionis dalam segala hal. Namun ia harus tetap menggunakan kesempatan ini untuk mendapatkan keuntungan dari sekretaris yang lama ia incar. "Begini saja, jelaskan semuanya ke saya. Jika penjelasan kamu masuk akal, saya akan mempertimbangkan mempertahankan kamu." "Baiklah, jadi begini...." Sofia menghela napas. "Saya punya keponakan, usianya dua bulan. Kedua orang tua keponakan saya meninggal dalam kecelakaan. Jadi saat ini saya dan ibu saya yang mengasuhnya." "Apakah mengasuh berarti memberikan ASI juga?" Sofia mengangguk. "Queensha alergi s**u sapi, jadi dia tidak bisa minum s**u formula. Saya tidak bisa dua puluh empat jam memberinya s**u formula khusus yang mahal." "Karena itu kamu memberikan ASI kamu?" Sofia mengangguk lagi. Nicholas memandang salut pada sekretarisnya. Banyak ibu di luaran sana yang enggan memberi ASI eksklusif karena takut payudaranya kendor, tapi Sofia malah dengan tulus mau berkorban untuk sang keponakan. "Tapi kamu nggak pernah hamil kan? Bagaimana bisa ASI kamu keluar?" "Setelah konsultasi dengan dokter spesialis anak dan dokter spesialis kandungan, saya akhirnya menemukan cara untuk bisa menghasilkan ASI tanpa hamil, Pak." "Caranya?" "Terapi hormon HCG dan simulasi isapan bayi, Pak. Sebenarnya, meskipun masih gadis, kalau bayi terus menerus menghisap p****g kami, maka p******a kami akan secara alami memproduksi ASI, begitu kata dokter." Nicholas manggut-manggut. "Terus kenapa kamu memompa ASI di ruangan pribadi saya?" "Ka-karena...." Sofia menggigit bibirnya. "Saya takut ketahuan teman-teman kantor kalau melakukannya di kamar mandi. Mereka sangat jeli dan julid, Pak. Cuma ruangan ini yang tidak bisa mereka jangkau." Bagus deh elo memerah s**u di ruangan gue, seenggaknya gue dapet tontonan gratis. Pura-pura dingin. "Tapi saya bisa menjangkau tempat ini dengan mudah, Sofia. Apa kamu sengaja ingin menggoda saya, dengan mempertontonkan pertunjukan memerah ASI, begitu?" "Tidak, demi Tuhan saya tidak ada niat menggoda bapak sama sekali." "Tapi kamu tahu kesalahan kamu ini fatal sekali 'kan, Sofia?" "Tahu, Pak Nicho." Mata Sofia berkaca-kaca, selaput bening membuat netra cokelat gelap itu semakin berkilau. "Jadi untuk membuat saya tetap tutup mulut, kamu harus melakukan sesuatu untuk saya." "Sesuatu? Apa, Pak?" Nicholas mengulum senyum diam-diam. "Bisakah kamu melahirkan anak untuk saya?" ** BAB 1 Beberapa hari sebelumnya.... Kantor adalah tempat para karyawan dari sebuah perusahaan bekerja. Para karyawan ini tidak hanya sebentar berada di kantor, melainkan berjam-jam bahkan seharian saat lembur. Dengan demikian, sebuah desain interior kantor harus dibuat sebaik mungkin. Tidak hanya fokus kepada fungsinya, desain interior kantor akan lebih baik jika memperhatikan juga tata letak dan dekorasi. Kenyamanan saat berada di kantor bisa jadi faktor yang membuat karyawan betah dan semangat bekerja. Sebagai lulusan terbaik Glasgow School of Art jurusan desain interior, Nicholas tidak akan membuat desain interior kantor biasa yang hanya terdiri dari deretan meja komputer dan kursi dengan dinding polos untuk kantor barunya. Ia menciptakan desain interior sedemikian rupa, ditata dengan apik dan dilengkapi dekorasi cantik nan fungsional. Bunomo grup akhirnya membuka anak cabang baru di Kota Batu, Jawa Timur. Kantor pengembang real estate terbesar ke dua di Indonesia itu sudah memiliki total sembilan cabang anak perusahaan di beberapa kota besar. Nicholas sebagai menantu dari putri sulung Bayu Bunomo dipercaya mengelola salah satu. Kantor di Batu Malang ini menempati sebuah lahan dari bekas pemukiman warga. Nicholas mendesain sendiri interior kantor dengan mengusung gaya eklektik. Ruang kerjanya kebanyakan merupakan area terbuka dengan meja kantor panjang di mana karyawan bisa bebas memilih tempat duduknya sendiri. Meski terlihat berbeda-beda, desain interior kantor pada masing-masing ruang kerja memiliki ciri khas yang sama yakni menggunakan gaya eklektik dan menggunakan lampu bohlam. Untuk ruang rapatnya, tentu tidak kalah keren dibandingkan dengan ruang kerja. Di dalamnya ada sebuah meja panjang dengan banyak kursi kantor. Bagian dinding digunakan untuk menggantungkan televisi dan hiasan berupa pipa-pipa berujung bohlam. Suasana rapat pun jadi lebih santai dan menyenangkan. Furniture minimalis yang nyaman menjadi salah satu kunci di sini. Jika staf ingin bertemu klien, pelang-gan, atau berdiskusi dengan rekan kerja, ruangan-ruangan kecil ini bisa digunakan sebagai area privat. Sebagian bidang dindingnya dilapisi kayu sehingga terlihat elegan, sedangkan bagian lainnya menggunakan busa sehingga membuat tamunya nyaman. Urusan berbisnis atau desain mendesain, Nicholas Moore tampak sempurna tanpa cela. Namun untuk urusan kesetiaan, ia adalah lelaki paling b*****t. Cinta dan setia tak pernah ada di dalam kamus hidupnya. Nicholas menikahi Anita Bunomo hanya untuk mensejahterahkan bisnis keluarga. Rumah tangganya dengan si istri tak ubah api yang sedang menjilati kayu bakar, menunggu si kayu habis terbakar menjadi abu atau arang. Anita juga bukan perempuan sembarangan. Ia menawarkan pernikahan pada Nicholas sebab Nicho adalah satu-satunya lelaki yang mau diajak bekerja sama. Nicholas tahu Anita memiliki pacar, dan Nicho tak keberatan dengan itu. Toh pacar Anita bukan pria. Anita mengizinkan Nicho meniduri siapapun, selama perempuan itu bukan orang kantor. Jika Nicholas sampai melanggar kesepakatan mereka, Anita tak akan segan menendang Nicho dari Bunomo Grup. Sudah lima tahun, Nicho bertahan. Selama ini muda saja baginya untuk tidak mendapat skandal di kantor, karena Anita sengaja memilihkan pegawai yang tua, gendut, atau jauh dari kata good looking. Namun, sejak Nicholas menjalankan sendiri anak perusahaan di Batu. Sekretarisnya yang bernama Sofia kerap menggelitik iman Nicho. Sofia tak hanya cantik dengan mata sipit dan bibir kemerahan yang membulat. Tubuh gadis itu terlalu indah. Kakinya jenjang, kulitnya putih mulus, karena Sofia memang masih keturunan Tionghoa. Di balik blazzer, ada tanktop yang membungkus d**a sekalnya. Mungkin hanya satu genggaman Nicholas, entahlah, Nichola merasa milik Sofia tak lebih besar dari milik Anita. Mungkin p******a Sofia lebih mirip p******a anak SMP yang baru menginjak masa pubertas. Mungkinkah putingnya masih kuncup? Atau malu-malu keluar? Otak Nicholas semakin kotor dengan asumsi-asumsi gila. Sekuat tenaga ia bertahan untuk tidak memiliki affair dengan Sofia, hingga suatu hari, Nicholas memergoki Sofia sedang memerah payudaranya dengan alat pemompa ASI di ruangan rahasianya. Ruang kerja Nicholas memang dilengkapi ruang wardrobe, ia butuh menyimpan beberapa koleksi baju, sepatu, jam tangan mewah, dan lain-lain, untuk digunakan darurat. Tepat di samping ruang wardrobe, ada rak buku yang menyerupai dinding. Bila didorong bilik kedua, rak akan bergeser ke dalam layaknya pintu yang terbuka. Di sana ada ranjang berukuran king size, sofa, nakas, dan kamar mandi. Ruangan rahasia yang hanya diketahui Nicholas, ia menciptakan ruang itu untuk istirahat jikalau kerjaan menumpuk dan ia tak bisa pulang ke rumah. Sisi nakal dalam pikiran Nicholas juga sempat berpikir ruang itu mungkin berguna untuk menyembunyikan simpanannya suatu hari kelak Nicholas tak menyangka Sofia bisa menemukan ruangan rahasia itu ... dan apa yang dia lakukan di sana? Memompa ASI? Bukankah Sofia tidak punya bayi? Kapan dia hamil? Kapan dia menikah? Sepanjang tahun ini Sofia setia menemani Nicholas, bahkan ikut dalam perjalanan bisnis. Sangat mustahil Sofia bisa menyembunyikan kehamilannya. Itu juga jika ia benar-benar hamil. Alih-alih menegur, Nicholas memilih mematung di tempatnya. Memperhatikan, tidak, lebih tepatnya menikmati pemandangan indah di hadapannya. Sofia tampak meringis kesakitan ketika memencet bulatan alat pompa ASI. Air s**u yang keluar tak seberapa, berbanding terbalik dengan usaha keras si gadis untuk mengeluarkannya. Sambil sesekali menengok jarum jam, Sofia terus berusaha mengeluarkan ASI-nya. Nicholas mencoba menelepon sang sekretaris. Ponsel Sofia bergetar, gadis itu tampak panik tapi berusaha menjawab telepon Nicho dengan tenang. [Ya, Pak,] kata Sofia dengan tutur lembutnya seperti biasa. "Kamu di mana, Sof? Aku telepon ke meja kamu kok nggak ada yang jawab." [Sa-saya, saya lagi di toilet, Pak. Ada apa ya, Pak?] Sofia berkilah sambil melepas alat pompa ASI dari payudaranya, dan mengelap permukaan p****g yang basah. Aerola putingnya tampak kemerahan, membuat mata Nicholas kian membelalak. Nyaris saja air liur si bos menetes. [Bapak masih di Grand Arzyla kan, Pak?] "Oh iya, gue balik ke kantor agak telat karena sekalian makan siang di luar," bohongnya membuat si sekretaris bernapas lega. [Lalu untuk apa ya Pak Nicho menelepon saya?] Kini giliran Nicholas yang panik, ia tak terpikirkan jawaban. "Ah aku jadi lupa mau nanya apa, kamu sih kelamaan jawab teleponnya. Ya udah nanti aku telepon lagi kalau ingat." Nicholas memutuskan sambungan telepon. Melihat Sofia selesai dengan aktivitasnya dan seperti akan segera meninggalkan ruangan, Nicholas bergegas pergi. Dari dalam mobilnya yang baru saja keluar basemen, Nicho sempat melihat Sofia keluar membawa bungkusan. Seorang wanita sebaya dengan motor matik menunggu di pinggir jalan depan kantor. Wanita itu menerima bungkusan tersebut dari sekretaris Nicholas. "Ndi, ikuti perempuan depan." Nicholas memberi interuksi untuk mengikuti wanita yang baru saja menjumpai sekretarisnya. "Tapi Pak Nicho ada rapat penting abis ini, waktu kita cuma 30 menit saja, saya takut nggak kekejar, Pak," balas Andi membelokkan niat Nicholas. Sial! ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD