Karena banyak yang nggak tahu dimana sih klik love itu?
Jangan lupa Klik tanda bentuk jantung terlebih dulu sampai berubah jadi warna putih, untuk pengguna Handphone agar masuk ke dalam library kalian
Untuk pengguna komputer cukup klik tulisan ADD menjadi ADDED yaa :D
Nikmati dan jangan lupa Appreciate juga karyaku yaa , Terimakasih:*
Selamat membaca :)
Halaman 0
.
.
.
Kalian masih mengenalku? Sosok pemeran antagonis yang kalian benci selama ini. Wanita angkuh dengan segala macam kelicikan dalam pikirannya.
Bersediakah kalian mendengar semua kisahku. Silahkan duduk dan menikmati semua cerita ini dengan secangkir teh dan kue manis.
Tertawa dan berbahagialah. Karena sosok antagonis itu sekarang dipaksa keluar mengikuti alur ceritanya sendiri. Tanpa nasib dan takdir yang jelas. Entah dia akan berakhir happy ending atau bad ending sekalipun.
Apa kalian akan peduli, benci, kasihan atau justru senang?
Alur ceritanya kali ini, berdiri dalam panggung drama, disinari lampu temaram, semua pandangan terfokus padanya.
Ijinkanlah sosok Rasiel Ainsley memulai ceritanya. Cerita tak sepahit sang kakak, tapi mampu membuat kalian berpikir ulang, apakah sosok Rasiel pantas mendapatkan semua hukuman ini.
.
.
.
.
[Flashback]
[Rasi Point of View]
“Kau adalah kebanggaan kami berdua Rasi,” Satu kalimat itu selalu berdengung dalam pikirannya. Saat usia sang gadis kecil beranjak lima tahun. Tidak hanya mendapatkan pesta ulang tahun yang mewah.
Badut lucu, hadiah luar biasa dan kue besar. Rasi tidak akan lupa, bagaimana dia melewati malam pertama saat usianya lima tahun. Bagaikan sugesti tiada henti.
Tidak ada yang namanya tidur dengan buku dongeng dan alunan lagu lembut sang ibu.
Pukul sepuluh malam, saat anak seusianya bisa tertidur lelap. Rasi justru terbiasa bergadang, ditemani sosok wanita cantik yang duduk di sampingnya.
Membawa senampan piring berisikan buah dan snack bergizi. “Coba tulis dan eja semua kalimat itu dengan benar. Ibu, akan mengecek sekali lagi.”
Rasi tidak bisa menahan kantuknya, setelah tadi sore bermain dengan teman-teman dan merayakan ulang tahun dengan senang. Meski hanya beberapa jam saja.
Sosok Sofia Mataniel, mengerutkan kening saat tidak mendapat respon baik dari sang putri. Menaruh nampan di atas meja cukup keras, reflek membangunkan Rasi dari kantuknya.
Manik sang gadis kecil mengerjap kaget, “A-apa Ibu bilang tadi?” Sedikit panik, menolehkan wajah ke arah ibunya, tapi tubuh Rasi sudah lebih dulu menegang ketakutan.
Melihat wajah cantik itu tertekuk menahan amarah, “Dengarkan Ibu baik-baik! Jangan tidur, Rasi!” Jari Sofia mengetuk penuh amarah, “Lihat sekali lagi buku-mu! Ibu dan ayah sudah memberikanmu pesta ulangtahun yang mewah! Bisakah sekali saja kau turuti kemauan kami?!”
Tubuh Rasi gemetar, mengangguk takut, cepat-cepat fokus menatap bukunya lagi. “I-iya, Ibu. Maafin, Rasi.” Jemarinya menunjuk beberapa huruf di buku.
Dia sendiri bingung, huruf mana yang harus dibaca, setelah tadi mengantuk dan pikirannya sempat mengawang.
“RASI!”
Sofia tidak bisa menahan amarahnya, menggebrak meja penuh amarah. Menggema ke seluruh ruang, Rasi menundukkan wajah.
“Kenapa kau tidak paham juga?!” Menunjuk ke arah satu paragraph bacaan dongeng anak-anak. “Baca yang ini! Cepat!”
Mengangguk kecil, “A-ah, pa-pada ja-man-da-hu-lu,” Sedikit terbata, karena otaknya belum bisa menangkap semua huruf di sana.
“Mm—Ibu, ini artinya apa?” Menengadahkan wajah polos, menatap sang ibu. Berharap wanita itu mengerti dan mau mengajari dengan lembut.
Ternyata tidak. Satu tatapan tajam kembali terlihat, wajah menahan amarah.
“Kau tidak paham juga?!”
Tercekat, seluruh udara terasa hilang begitu saja. Gemetar takut, wajah ibu yang selalu tersenyum manis dan anggun kini berubah drastis.
Lagi-lagi-
“Ibu, Rasi ngantuk,” Mencoba merengek dan menangis manja pada sang ibu. Berharap kalau wanita itu mengerti dan mengubah sikapnya lagi. Memeluk Rasi lalu,
Sebuah cengkraman pada pundak malah Rasi dapatkan, begitu kuat, membuat Ia kembali menghadap sang ibu.
“I-ibu,”
“Seharusnya kau tahu kalau Ibu tidak suka bercanda dalam kondisi seperti ini!! Hanya kau satu-satunya kebanggaan kami berdua!”
Kebanggaan? Hanya kalimat itu yang terngiang di kepala Rasi. Lalu bagaimana dengan kak Tere? Bukannya kakaknya juga kebanggaan ayah dan ibu?
Kadang pertanyaan itu terlintas, namun tak berani Rasi lontarkan.
“Setelah Ibu melahirkan gadis cacat seperti kakakmu, dia hanya membuat keluarga Mataniel malu! Semua masa depan kami ada di tanganmu nanti, Rasiel.”
Menggoyangkan tubuh mungil Rasi. Menatap tajam tanpa candaan seperti biasa.
“Kau paham?!”
Sebelum Rasi menjawab, pintu kamarnya terbuka. Sosok Mark Mataniel masuk ke dalam ruangan. Sofia mengalihkan pandangan,
“Kenapa kau berteriak terus, Sofia?” Mark mengerutkan kening kesal,
Wanita itu mendengus sekilas, melepas cengkraman pada pundak Rasi. “Ajari putrimu ini, jangan bodoh. Dia terlalu lambat! Bahkan mengeja kalimat sebesar ini saja tidak bisa!”
Rasi menunduk, tidak berani bicara. Berharap kalau sang ayah mau membelanya. Ini adalah hari ulang tahun Rasi yang berharga.
Setidaknya hari ini saja, dia tidak perlu belajar dan bisa beristirahat tenang.
Mark mendekati kedua perempuan itu, mengecek ke arah buku dongeng di atas meja.
“Hm, tulisan ini? Rasi belum bisa membacanya dengan benar?”
“Iya! Bagaimana dia mau berkembang!”
Tidak ada pembelaan, Rasi justru mendengar suara decak kesal sang ayah. Dalam ruangan itu, kedua orangtuanya memojokkan Rasi.
Bahkan saat laki-laki di dekatnya perlahan menundukkan tubuh, menatap Rasi yang tengah menunduk dari bawah sana.
“Rasiel, angkat wajahmu.”
Menahan tangisan, sedikit takut menatap sang ayah. “A-ayah, ini-”
Tidak ada bentakan atau tatapan tajam. Tangan laki-laki itu justru menepuk puncak kepala Rasi lembut. “Belajarlah lagi yang giat, kau pasti bisa.” Senyuman tulus dan halus. Perlahan mengangkat ketakutan Rasi.
Baru saja dia hendak membalas perkataan sang ayah, senyuman di wajah Mark berubah menjadi tatapan dingin.
“Tidak ada yang boleh meremehkan keluarga Mataniel. Kau harus lebih pintar dan berbakat dibandingkan anak-anak lain. Tutupi semua kelemahan kakakmu yang cacat itu.”
Mereka berdua sama saja.
Tidak ada kalimat penyemangat atau penghibur yang lebih baik, semua menekan sosok mungil Rasi.
“Kau paham?” Meski mendapatkan tepukan rambut lembut, dan bahasa halus.
Tapi tetap saja, semua arti kata-kata ayah dan ibunya tak berubah.
“Kau-lah satu-satunya kebanggaan kami, Rasiel Ainsley.”
[Flashback Off]
.
.
.
.
Suara dering jam berhasil mengagetkan seorang wanita yang sejak tadi mengigau dalam tidurnya.
Bangun dalam keadaan berkeringat dan shock, kedua manik kecoklatannya nampak ketakutan. Mencoba bangkit dari tempat tidur, menarik napas panjang.
Merasakan sakit kepala karena pekerjaannya kemarin. Satu desahan keluar, bergerak memijat pelipis dengan hati-hati.
Tempat tidur tanpa dipan, sebuah kasur dengan ukuran 120 cm, tidak terlalu empuk, keringat mengucur perlahan mengering lagi karena deru kipas angin tepat diarahkan kembali mengenai badan.
Suasana ruang yang sempit dengan beberapa peralatan seadanya. Tempat tidur berukuran 3 x 3, berbentuk kotak, mampu menampung satu lemari pakaian, meja kecil dan kaca bertengger di dinding.
“Hh, lagi-lagi,” Suaranya mengalun memenuhi ruang.
Kedua manik itu perlahan menatap ke arah jam dinding tak jauh dari posisinya.
Pukul tujuh pagi.
Bangun dalam kondisi tidak sehat. Wanita itu mengacak rambut sekilas. Perlahan beranjak dari tempat tidur, merapikannya sebentar. Keluar dari ruang tidur dan langsung di hadapkan dengan area dapur, dan kamar mandi.
Menguap beberapa kali, menggunakan baju tidur menghampiri dapur. Mengambil segelas air untuk melegakan tenggorokan. Dapur dengan kaca jendela di dekatnya, pemandangan kota Jakarta di pagi hari terlihat jelas.
Sengaja membuka jendela, membiarkan semilir angin menyapu rambut hitam bergelombangnya pelan.
“Sudah hampir satu tahun dan mimpi itu terus datang,” Bergumam tipis, menjalani kehidupan seperti orang pada umumnya.
Tanpa kekayaan yang berlimpah, dia hanya seorang wanita biasa sekarang.
“Wanita biasa apanya,” Ia mendengus sinis, perlahan bergerak mengangkat salah satu tangan, pergelangan memperlihatkan beberapa bekas goresan pisau.
Wanita biasa yang mencoba bunuh diri beberapa kali mungkin? Semua berakhir dengan kegagalan, karena apa?
Karena semua kalimat sang kakak selalu terngiang di otaknya.
Sosok wanita yang melepaskannya malam itu, membuat Ia menerjang gedung penuh dengan ledakan bom. Membiarkan kedua orangtuanya di sana.
[“Jika kau berani mati, jasadmu tidak akan kubiarkan hidup tenang. Ingat kata-kata. Kau harus merasakan semuanya sekarang.”]
[“Tetaplah hidup dan jalani hukumanmu.”]
“Hukuman?” Dengan tidak membiarkan dia mati, dan dirundung rasa bersalah terus menerus.
[“Jika ada saat kau takut menghadapi kematian, itu berarti kau belum siap bertemu dengan sang Kuasa, Rasi.”]
Benar saja, beberapa kali mencoba bunuh diri. Semua rencana ini berakhir gagal, goresan di pergelangan yang hanya mengalirkan darah sedikit.
Ia sudah lebih dulu mengobati dan membalutnya dengan perban. Tali tambang terputus saat dia hendak gantung diri. Meminum obat tidur yang banyak pun tidak bisa, dan berakhir memuntahkannya ke closet.
“Hh, kata-katamu seperti kutukan untukku, kak Tere.” desahnya kesekian kali.
Rasiel Ainsley menatap ke jendela luar, kedua manik kecoklatan yang nampak kosong.
Selama satu tahun penuh hidup dalam bayang-bayang nama keluarganya. Beruntung ayah dan sang ibu tidak menaruh nama Mataniel di akhir nama Rasi.
Sedikit meringankan hidupnya. Meski beberapa masyarakat masih menganggap bahwa keluarga Mataniel sangatlah kejam.
.
.
.
.
[Flashback]
[Malam pernikahan di usianya yang ke 22 tahun.]
Saat gedung besar milik perusahaan Mataniel hampir hancur, tubuh Rasi belari sekuat mungkin, bagai dikejar oleh malaikat kematian. Berpacu dengan waktu, memeluk banyak uang.
“Hh, hh, aku harus keluar dari sini!!” Menemukan cahaya pintu keluar, napasnya hampir habis. Mengeluarkan semua kekuatan yang terisa.
Saat retak pondasi gedung makin terdengar kencang, “UWAAA!!” Rasi berteriak, menerjang tubuhnya ke arah pintu keluar, mencium beton berwarna abu-abu tepat saat bom terakhir mampu membuat seluruh perusahaan sang ayah hancur, dan runtuh.
Semua masyarakat melihat dengan shock, semua kejadian dan acara live streaming tentang kekejaman keluarga Mataniel berhasil menjadi trending berita tidak hanya nasional bahkan menembus internasional.
Saat itulah, Rasi tahu bahwa hidupnya akan berputar seratus delapan puluh derajat mulai hari ini. Masih dalam posisi terjatuh di atas beton, pandangan kecoklatannya menengadah, menatap langit.
Suara helicopter yang terdengar nyaring, seluruh masyarakat memperhatikan dengan jelas. Bagaimana helicopter tersebut terbang menjauh dari gedung. Entah pergi kemana, tapi yang pasti.
Rasi tahu bahwa sang kakak dan Revaro berhasil melarikan diri. Setelah membuat kekacauan besar. Menahan agar tidak pingsan dan menarik perhatian beberapa orang. Rasi memilih kabur dari tempat itu. Dengan kondisi kacau dan terluka akibat bebatuan tadi.
“Aku harus pergi dari sini,” Menggunakan uang yang diberikan oleh Teresa. Selama beberapa bulan Rasi berpegang pada uang itu.
[Flashback Off}
.
.
.
.
Suara dering jam kembali terdengar, tersentak dengan lamunannya, Rasi bergegas. Mencuci gelas tadi, “Hh, sekarang bukan waktunya diam saja,”
Bergerak kembali ke dalam kamar, menyiapkan segalanya untuk menghadapi hari.
“Aku harus bekerja.”
Sosok wanita berusia 23 tahun. Rasi yang angkuh dan sombong tentu saja masih ada. Begitu melekat dalam dirinya. Tapi biarpun seperti itu, tentu saja dia membutuhkan uang untuk menghidupi diri sendiri. Selama tidak ada yang tahu tentang identitas Rasiel Ainsley sebagai anggota keluarga Mataniel.
Dia aman.
Berbekal sebuah wig pendek berwarna coklat, merias diri sendiri sedemikian rupa, berharap bahwa tidak akan ada yang menyadari bahwa ini dia.
Kisah tentangnya dimulai sekarang.
Berminatkah kalian untuk mendengar lebih lanjut?
[Rasiel Ainsley on stage.]