Bab. 6

1457 Words
Ben berbagi cerita pada Sam, saat mereka di ruang kerja pribadi Ben, tanpa Nessa ikut bergabung.   Ada sesuatu yang harus Ben perlihatkan pada Sam dalam file laptopnya. Ia ingin Sam tahu apa yang sudah membuatnya agak gila belakangan ini.   "Lihat, Sam. Apa dia tampak seperti gadis licik?" Ben membuka sebuah gambar.   Sam yang duduk di sebelah Ben mengernyitkan dahi, matanya menyipit menatap sosok gadis yang memenuhi layar laptop.   "Siapa dia?" tanya Sam, ia sedikit membenarkan posisi duduknya.   "Nayla." Ben menjawab cepat. Ben menoleh ke arah Sam, ia mengatakan, "Seseorang meminta saya untuk menghabisi gadis ini, tapi saya menolak tawarannya. Pria necis itu mengatakan gadis ini hamil, tapi sebenarnya tidak. Ada banyak kejanggalan yang membuat saya penasaran. Saya masih dalam pendekatan." Ben menghela napas panjang, sebelum akhirnya ia menyandarkan punggungnya di kursi.   "Jangan bilang lo jatuh cinta," tebak Sam.   "Tidak, Sam. Itu tak mungkin."   "Bisa aja, Ben. Gue liat itu cewek lumayan kece kok. Cantik. Dan dandanannya juga gak norak." Sam sengaja memuji Nayla, untuk memastikan perasaan Ben terhadap targetnya.   Mata Ben terpejam, ia ingat saat terakhir bersama Nayla, berawal dari kunjungannya yang membuat gadis itu tampak berbunga-bunga, kemping mereka di pekarangan rumah, dan akhirnya Ben harus menghabiskan malam di ranjang Nayla. Gadis itu menyangga bahwa tidak terjadi apapun di antara mereka.   "Apa menurutmu dia gadis baik-baik? Saya kurang paham dalam hal ini." Akhirnya Ben merasa ia membutuhkan Sam.   Sam tertawa lepas. Ben memang payah jika menyangkut perihal wanita, para gadis, asmara, percintaan dan semacamnya. Tidak seperti dirinya yang bisa dikatakan cukup berpengalaman berurusan dengan para gadis.   "Serahkan sama gue, Ben. Nanti gue kasih saran buat lo."   "Saran apa?" Ben tampak bingung.   "Ya, biar dia klepek-klepek sama lo." Sam membasahi bibirnya.   "Dengar, Sam. Saya tak ingin Nayla jatuh cinta. Tapi membuka rahasia. Saya pikir, ada rahasia yang ia tutupi. Saya tahu ia terkesan seperti tertarik pada saya, masalahnya bukan itu. Saya tengah menjalani misi, misi saya sendiri."   "Belibet amat idup lo, mending lo pacaran terus ajak kawin deh. Kalo emang dia gak baik ya Lo tinggal. Simpel 'kan?"   Ben menatap Sam aneh. Jelas yang ia maksud bukan perkara asmara.   "Saya tahu kamu akan segera menikah, Sam. Tapi ayolah, saya bicara soal misi." Ben beranjak dari duduknya, ia melangkah menghampiri lemari pendingin yang berada di sudut ruangan. Mengambil dua kaleng minuman bersoda dan memberikannya satu untuk Sam.   "Saya tidak berminat untuk menjalin hubungan dengan gadis manapun," ucap Ben penuh penekanan.   Sam mengangkat bahu.   Ben kembali ke kursinya setelah menenggak minuman kaleng dan menghabiskan setengah isinya.   "Katakan Sam, apa yang paling disukai gadis dari seorang pria?"   "Kekayaan," jawab Sam tanpa ragu.   "Selain itu?"   "Tampang."   "Dan?"   "Otak."   "Baiklah, sudah cukup kita membicarakan Nayla sekarang." Ben menutup layar laptopnya. Ia meregangkan tubuh dengan nikmat sambil mengerang panjang.   "Oh, satu lagi," kata Sam, sebelum kaleng minumannya berhasil ia tenggara sampai habis, "gadis-gadis suka dipuji, gak peduli ia si cowok jujur atau bohong. Yang penting, si gadis merasa senang atas sebuah pujian." Sam mengatakan Menurut pengalamannya sendiri.   Saat mendengar ucapan Sam, Ben ingat saat ia menggoda Nayla dengan sebutan 'cantik', saat itu wajah Nayla bersemu. Ben tidak terlalu paham, apa iya senang, malu, atau kurang berkenan saat dipuji.   ***   Ben memiliki ide, sore ini ia kembali bermaksud menemui Nayla, tentu saja ia sudah menyiapkan kata-kata pujian, dan hadiah untuk menyenangkan hati gadis cantik itu sesuai saran Sam.   "Yang terpenting, lo harus bersikap tulus dan layaknya cinta mati, Ben," kata Sam, terakhir sebelum ia berpamitan meninggalkan rumah Ben dan membuat Nessa kebingungan.   Ben mengedipkan mata. Ini pembicaraan rahasia antar pria dewasa.   Saat dalam perjalanan, kaca mobil Ben mendadak diserang dengan sebuah tembakan hingga pecah. Sadar ia diburu, Ben segera mempercepat laju mobilnya meninggalkan teriakan histeris bagi pengendara lain.   Seseorang tengah mengincarnya. Ben tahu dirinya dalam bahaya. Sayangnya Ben tidak tahu dari arah mana tembakan tersebut. Matanya fokus menembus jalan raya di antara padatnya kendaraan. Beberapa kali ia menyalip dengan gesit sampai ia melihat sebuah keramaian.   Ben menghentikan mobilnya, dan masuk dalam kerumunan di sebuah acara yang diadakan tak jauh dari jalan raya. Saat melihat banner yang terpampang di setiap stand dan sudut jalan, Ben baru menyadari ia berada di acara pasar murah dadakan.   Sebuah stan pakaian dan aksesoris jadi tujuan Ben, ia membeli Hoodie Hitam, kacamata, sarung tangan dan masker wajah untuk ia kenakan.   Ben melihat kesekeliling, waspada akan datang serangan baru.   "Sial!" rutuk Ben menyesali kelalaiannya. Bagaimana bisa mobilnya diketahui musuh.   Ben tak pernah menggunakan kendaraan roda empat kecuali pergi ke tempat aman. Bahkan tidak pernah ia bawa saat mengunjungi kediaman Sam, teman-temannya yang lain. Ben selalu menggunakan motornya ke manapun ia pergi.   ***   Nayla terkejut melihat Ben datang dengan penampilan seperti penyelundup. Tubuh tinggi tegap itu berdiri di ambang pintu mengucap selamat sore padanya.   "Aku nggak denger suara mobil, ke sini pake apa?" tanya Nayla, matanya mencari-cari mobil Ben di area pekarangan.   Ben membuka maskernya. Ingin ia katakan kalau ia menggunakan jasa ojek, tapi tak jadi. "Saya ke sini dari balik pintu ke mana saja milik Doraemon." Akhirnya Ben berkata asal.   Kening Nayla mengerut dan berkata sambil terkikik, "Doraemon? Kamu suka nonton kartun juga?"   "Sometimes."   "Laki banget kayak kamu doyan kartun anak-anak itu lucu, Dave. Tapi gemesin, sih." Nayla masih terkikik, gemas saat menatap Ben.   "Boleh saya masuk?"   "Boleh, sini masuk ke hati aku."   ***   Kunjungan ke tiga, Ben tak ingin bertele-tele lebih lama lagi. Minimal, beberapa informasi ia dapatkan dipertemuannya kali ini.   Nayla menyuguhkan segelas Cappucino, dan bolu pisang hasil buatannya.   "Cobain, deh. Ini tuh enak banget." Nayla memasukkan sepotong bolu ke dalam mulut Ben.   "Sangat lezat kalau disuapi sama kamu." kata Ben dengan mulut penuhnya. Dalam hati, jika rayuannya gagal, ia akan mengutuk Sam.   "Ih, gombal banget nih bule satu." Nayla menarik telinga Ben gemas. Ben berpura-pura kesakitan dan tertawa kecil.   Sesaat, ada jeda keheningan di antara keduanya.   "Nay, boleh saya kasih sesuatu untuk kamu?" Ben langsung menjalankan saran kedua. Tidak dipungkiri, dadanya sendiri merasakan debar-debar halus saat menatap mata sendu Nayla. Hidungnya, dan bibir gadis itu yang kerap merongrong nafsunya.   "Apa?" tanya Nayla penasaran.   "Tutup mata kamu," perintah Ben kemudian. Dan Nayla menuruti perintah.   Ben mengeluarkan sebuah kotak kecil di balik bajunya. Kemudian membuka kotak itu setelah menyuruh Nayla membuka mata.   Nayla membekap mulut, ia tak percaya apa yang Ben berikan untuknya. Sesuatu berwarna kuning berkilauan dengan menyembulkan batu kecil berwarna merah muda.   "Saya rasa kamu semakin cantik dengan kalung ini." Ben mengambil kalung itu dalam kotaknya.   Terkesan romantis, Ben memasangkan kalung di leher Nayla. Senyum Nayla terus mengembang, jari lentiknya mengusap kalung yang sudah bertengger di leher beserta batu permatanya yang indah.   "Wow, apa ini nggak berlebihan?" tanya Nayla, ia sadar, harga kalung tersebut sudah pasti tidaklah murah.   Ben menggeleng mantap. Ia berkata dengan suara baritonnya yang khas. "Saya akan senang jika kau menyukainya."   "Terima kasih, Dave. Ini cantik banget."   Ben tersenyum kecil. Mendapatkan barang mahal bukan perkara sulit baginya.   ***   Ben dan Nayla berjalan pelan menapaki jalanan kecil di antara pohon-pohon tinggi menjulang. Embusan angin sore dan suara burung-burung terdengar seperti berirama menggoda keduanya. Ben menyukai alam terbuka yang masih asri dan sejuk, beberapa kali ia menarik napasnya dalam-dalam dan mengembuskannya perlahan. Sudah lama sekali ia tak menikmati berjalan kaki di tengah hutan kecil seperti ini.       "Besok aku ke kampus, mau nggak kamu jemput aku pulang?" tanya Nayla memecah sunyi di antara keduanya. Tangannya menggelayut manja di lengan Ben.   "Dengan senang hati, Nay," jawab Ben, "nanti saya jemput pakai odong-odong, ya." Ben menggoda, dan seketika mengerang kecil karena lengannya dicubit Nayla.   "Dave,"   "Hmm."   "Kamu pernah nggak jatuh cinta?" tanya Nayla pelan.   Ben menghentikan langkahnya, ia menoleh pada Nayla dan menatap wajahnya lekat.   "Tidak pernah."   "Serius?" Mata Nayla membesar.   Ben mengangguk. Ia melanjutkan langkahnya, diikuti Nayla yang kini menyilangkan kedua tangannya di d**a. Angin sore terasa semakin dingin, gadis itu tampak menggigil.   Sadar Nayla membekap diri, Ben melepaskan Hoodie yang ia kenakan dan memasangkannya pada Nayla.   "Kita sudah berjalan cukup jauh, sebaiknya kita kembali ke rumah." Ben menggenggam tangan Nayla.   "Tapi--,"   "Ssstt, masih banyak waktu untuk kita pergi ke air terjun itu. Lihat, langit semakin menggelap."   Nayla akhirnya mengangguk. Padahal ia sangat ingin menunjukkan pemandangan indah, sebuah air terjun yang berada tak jauh lagi dari tempat mereka berdiri saat ini.   "Nayla, apa yang kamu pikirkan tentang saya?" tanya Ben, setelah mereka memutar balik langkah.   Ditanya seperti itu, Nayla melepaskan genggaman tangan Ben. Tapi secara tiba-tiba ia melingkarkan tangan di leher Ben dengan kaki sedikit menjinjit.   "Aku nggak bisa memikirkan hal lain selain ingin terus sama kamu, Dave. Kayaknya aku jatuh cinta."   Entah mengapa Ben seperti tersihir saat menatap lurus kedua mata Nayla. Degub jantungnya tak beraturan beserta aliran darah semakin liar.   Ben menatap lekat wajah Nayla yang kedua matanya menutup perlahan. Bibir tipisnya sedikit terbuka dan aroma tubuh gadis itu semakin meningkatkan gairah.   Diiringi kicau burung, desahan angin, dan irama gesekan ranting pohon-pohon, keduanya saling memagut hangat dan lembut.    
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD