Bab 8

1152 Words
Cici berjalan santai keluar dari rumahnya dengan penampilan yang sudah rapi, kemeja pink dan rok span putih dengan rambut yang dibiarkan tergerai namun sedikit dijepit agar tidak berantakan, tidak lupa sepatu heels berwarna putih yang mempercantik kakinya. Gadis itu berjalan dengan penuh percaya diri, sampai langkahnya melambat saat melihat Erlan dengan setelan jas lengkap yang membalut tubuhnya sedang berdiri bersandar di mobil sambil terlihat fokus dengan handphone. Apa yang dilakukan pria itu pagi-pagi di rumahnya? "Lo ngapain di sini?" tanya Cici saat sudah berada di hadapan Erlan, Cici mengedarkan pandangannya, "Nani belum dateng jemput gue? Kan lo udah nugasin dia buat antar jemput gue sekarang." Erlan segera memasukkan handphonenya di saku celana sambil menatap ke arah Cici, "hari ini kamu berangkat dengan saya. Kita harus menemui pihak EO untuk acara ulang tahun perusahaan" "Gue bisa pergi sama Nani." "Jika kamu lupa, saya juga masih punya tanggung jawab untuk mengawasi kamu selama mengurus acara ini. Toh ini pertemuan pertama, makanya saya merasa perlu untuk menemani kamu." Merasa malas berdebat, cici memutuskan untuk mengangguk dan masuk ke dalam mobil setelah dibukakan pintu oleg Erlan. Setelah masuk ke mobil, Erlan segera menyalakan mesin mobil dan melajukan mobilnya meninggalkan rumah menuju tempat bertemu dengan pihak EO. Setelah lima belas menit perjalanan, mobil yang dikendarai Erlan berhenti di parkiran sebuah restoran. "Kita ketemuan di sini?" tanya Cici sambil membuka sabuk pengaman. "Saya meminta untuk bertemu di sini" Cici hanya ber oh ria dan mengikuti langkah Erlan untuk masuk ke dalam restoran setelah mereka keluar dari mobil. Seperti biasa, jika ke restoran untuk melakukan meeting, Erlan dan Papanya memiliki kebiasaan yang sama, mereka lebih suka memesan sebuah private room . Sampai di depan pintu private room yang ada di restoran tersebut, Erlan segera membukakan pintu dan mempersilahkan Cici masuk duluan baru disusul olehnya. "lohhh Chef Anjani," sapa seorang wanita yang sudah menunggu kedatangan Cici dan Erlan. Melihat orang yang dikenalnya, Cici langsung tersenyum dan memeluk singkat wanita tersebut. Ia tidak menyangka akan bertemu dengan orang yang ia kenal di London. " Mba Lulu, nggak nyangka ketemu di sini." Erlan menatap bingung ke arah dua orang yang terlihat akrab ini. "kalian sudah saling mengenal?" tanya Erlan. Wanita yang bernama Lulu menatap ramah ke arah Erlan, "saya tentu saja kenal kenal Chef Anjani, dulu saat di london dia pernah menjadi chef di restoran tempat kakak saya menjadi headchef. Saya beberapa kali bertemu dengannya di sana," ujarnya menjelaskan. Wanita bernama Lulu tersebut segera menarik Cici dan mempersilahkan gadis itu untuk duduk. "Saya nggak nyangka kalo Chef Anjani ternyata adalah Anjani Cicilia Rahid. Kejutan besar untuk saya loh." Cici hanya tertawa menanggapi hal tersebut. "Tapi di london saya bukan siapa-siapa kok," ujar Cici berusaha merendah. "Bukan siapa-siapa gimana sih maksudnya? Tahu nggak Chef Alfons bahkan sangat stress saat Chef Anjani kembali ke Indonesia. Dia bilang susah mencari Chef berkompeten dan tanggap seperti Chef Cici loh." "Banyak Chef handal, dia hanya belum menemukannya saja. Beri salam saya untuk dia jika ada waktu saya akan berkunjung nanti." "Pasti. Saya akan mengabari dia nanti. Dia pasti senang mendengar kabar ini." Erlan yang dari tadi seperti penonton segera mengintrupsi dua wanita yang masih sibuk bereuni. "Saya rasa kita bisa mulai membahas perihal acara ulang tahun perusahaan." "ahh maaf. Saya sepertinya terlalu bahagia bertemu chef Anjani sampai hampir lupa waktu," ujar Mba Lulu salah tingkah. Wanita itu pun mengeluarkan berkas-berkas dan perencanaan yang dibuatnya untuk acara dan mulai mempresentasikannya pada Erlan dan Cici. "Untuk Catering sepertinya Chef Cici bisa membantu banyak. Bagaimana jika untuk menunya anda yang merencanakan," ujar mba Lulu ditengah penjelasannya tentang perencanaan acara. "Saya rasa bisa" jawab Cici yakin sambil tersenyum senang. Pembicaraan mereka pun terus berlanjut. Menetapkan tema, bintang tamu, tempat, dan biaya. Semua faktor dibahas secara terperinci. Untuk pertama kalinya Erlan melihat Cici yang mulai bisa mengeluarkan sisi kedewasaannya. Gadis yang sering dia lihat menggerutu dan selalu membentak selama ini kali ini terlihat mengeluarkan aura tenang dan penuh konsentrasi. Gadis itu terlihat benar-benar fokus dan tanggung jawab dalam merencanakan acara ini. "Senang bisa bekerjasama dengan Chef Anjani. Saya harap acara nanti akan sukses" ucap Lulu tulus. Cici tersenyum dan mengangguk, "ngomong-ngomong panggil saya Cici aja mba, kan sekarang lagi nggak jadi chef. Aneh aja kalo manggilnya chef" "Aahh benar juga," ujar Lulu sambil tertawa, "kalau begitu sampai di sini dulu pertemuan kita. Untuk beberapa hal yang harus saya sampaikan nanti, saya akan langsung menghubungi pak Erlangga," ujar Lulu sambil menatap Erlangga ramah yang dibalas anggukan oleh pria tersebut. "Kalau begitu saya permisi dulu. Mari Pak Erlangga, Cici" Setelah kepergian Lulu, Cici dan Erlangga memutuskan langsung pergi ke kantor bersama dengan mobil Erlangga. "Saya baru tahu kalau kamu pernah menjadi chef di London." Cici yang sedang sibuk dengan handphonenya langsung menatap ke arah yang sedang mengemudi saat ini, "Nggak lama sih, cuma sampai setahun doang. Gue langsung resign setelah mama berkali-kali maksa gue buat balik Indonesia waktu itu." Erlangga hanya mengangguk tanda mengerti, pandangannya masih fokus ke arah jalanan. Kembali bersikap hening dan mengabaikan gadis di sampingnya yang terlihat masih menatap dirinya saat ini. "Btw mba Lulu cantik loh, nggak punya niat deketin dia?" tanya Cici dengan nada jahil. "Jika kamu berniat menggunakan hal itu untuk mengejek saya, maka kamu tidak mempan," jawab Erlan datar. "Siapa yang mau ngejek sih? Ya siapa tahu aja, lo bisa berubah normal kalau coba deketin mba Lulu." Erlangga hanya menggeleng dan tersenyum geli mendengar perkataan Cici yang menurutnya tidak masuk akal. "Hubungan antara wanita dan pria hanya sebuah drama yang penuh kepalsuan menurut saya. Jadi jika kamu melihat saya memilih untuk hidup sendiri tanpa pasangan, itu karena saya tidak ingin terlibat dalam hubungan kepalsuan yang sering disebut orang-orang sebagai cinta." Cici langsung mengerjit bingung mendengar perkataan Erlan, "jadi menurut lo kalo hubungannya cowo sama cowo baru bukan kepalsuan," tanya gadis itu dengan nada geli. "Kamu menyimpulkan seperti itu?" pria itu menggelengkan kepala dan memilih tidak menjawab pertanyaan Cici. Terserahlah apa yang ingin dipikirkan gadis itu. Erlan memilih untuk tidak menanggapi lagi perkataan Cici, pemikiran gadis itu tentang dirinya tidak ada pengaruh sama sekali dalam hidupnya. ***** "Mba, langsung balik rumah aja ya. Takut saya kalo nganterin mba ke tempat lain dulu. Nanti Pak Erlangga marah lagi." Cici menatap kesal ke arah Nani. Dari tadi gadis itu selalu saja mengeluh. Setelah pulang kantor tadi, Cici memang meminta Nani untuk mengantarnya ke rumah Raras dulu baru pulang ke rumahnya dan sekarang mereka sedang dalam perjalanan. Dari tadi gadis ini terus saja mengatakan takut jika ketahuan Erlan tidak mengantarnya langsung ke rumah. "Bos lo itu gue bukan Erlan, kenapa sih takut banget sama si robot itu?" "Ya nanti saya yang diceramahi pak Erlangga panjang lebar mba." "Nggak usah terlalu takut, dia juga cuma diperintah Papa gue kok buat ngawasin gue. Kalo lo dimarahin dia biar nanti gue yang ngomong sama dia." "Bener ya mba. Mba harus belain saya kalo saya dimarahin pak Erlangga. Awas aja kalo mba diem aja" "Iya ih. Nggak percaya amat lo sama gue" "Hehehe ampun mba."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD