Guilty Feeling

1475 Words
Setelah membentak Anika, Alvin memilih keluar dari kamar hotelnya dan pergi mencari tempat untuk Alvin duduk menyendiri. Alvin akhirnya memilih duduk di sebuah cafe tidak jauh dari hotel tempatnya menginap. Alvin duduk dan menenangkan dirinya sambil menikmati segelas caffe latte yang ia pesan. Alvin kini sibuk dengan berbagai hal yang ada dikepalanya. Alvin begitu kaget dengan dirinya sendiri. Alvin tidak menyangka kalau dirinya bisa meluapkan emosinya pada Anika seperti tadi. Alvin terlalu panik karena selama hampir 3 jam Anika tidak kunjung kembali. Biarpun Anika sudah terbiasa berada di Italia bukan berarti Anika bisa pergi seenaknya tanpa membawa HPnya. Ketika Alvin dilanda rasa panik dalam dirinya dan tiba-tiba Anika kembali rasa lega menyeruak dalam dirinya. Alvin memperhatikan Anika dengan cepat dan bersyukur Anika baik-baik saja. Namun Anika yang terlihat tidak merasa bersalah sedikit pun membuat Alvin emosi. Alvin begitu menghawatirkan Anika tapi Anika dengan tenangnya kembali tanpa merasa bersalah. Alvin mengusap wajahnya dengan gerakan kasar. Alvin merasa bersalah apa lagi mengingat wajah kaget Anika dan wajah Anika yang jelas hampir menangis. Alvin makin merasa bersalah. Alvin sedang menikmati caffe latte nya ketika sebuah telepon w******p masuk ke HPnya dan nama Dion dan fotonya muncul disana. Alvin menghela nafas sesaat dan mengangkatnya. "Lagi sibuk Vin?" Tanya Dion disebrang sana. "Enggak. Kenapa Yon?" Jawab Alvin cepat. "Gue kontek Anika tapi gak bisa gue pikir dia sama loe. Anyway, lusa gue flight ke Italy mau cari supplier wine sekalian ketemu Anika. Loe nggak masalah kan?" "No problem dude, Gue sama Anika masih straight sama perjanjian kami diawal," "Good then. Gue rasa gue emang jatuh cinta sama Anika. She's cute and adorable in the same time," "Gak usah berlebihan Yon," ucap Alvin dengan nada datar. "Ck! Loe belom kenal dia. Dia nggak kayak loe yang kaku. Untung gue tahan temenan sama beruang kutub kayak loe," ucap Dion dengan nada meledek. "Yon," ucap Alvin dengan nada memperingatkan. "Slow man, gue cuma bercanda. Jadi apa loe lagi sama Anika?" "Enggak, gue diluar. Anika masih dihotel. Kita pisah," ucap Alvin lagi. "Oke. Oke. Mungkin dia tidur. Gue akan coba kontek dia lagi nanti. Gue kira kalian lagi bareng jadi gue kontek loe," ucap Dion disebrang sana. "Hmmm.." ucap Alvin singkat dan langsung mematikan sambungan telepon antara dirinya dan Dion. Alvin memasukan kembali HP nya ke saku celananya. Emosi Alvin yang awalnya sudah mereda kini kembali melonjak naik. Bagi Alvin, Dion begitu agresif mendekati Anika dan itu mengganggu Alvin. Alvin tidak suka dengan Dion yang terlalu mendekati gencar Anika. Alvin menghabiskan caffe latte miliknya dan kembali ke hotel dengan segera setelah mengingat Dion akan kembali menghubungi Anika. Alvin penasaran untuk apa Dion kembali menghubungi Anika. Bukannya tadi pagi mereka baru saja berkomunikasi perihal kedatangan Dion lusa ke Italy? Kenapa Dion masih terus menghubungi Anika? Seberapa jauh hubungan mereka sekarang? Alvin menjadi penasaran. Alvin bergegas memasuki hotel dan menuju kamar hotel tempat Alvin dan Anika menginap. Alvin langsung membuka pintu kamar hotel dengan keycard yang ia bawa. Alvin memasuki kamar dan mengerutkan alisnya karena kamar hotel mereka gelap dan hanya ada sedikit cahaya yang masuk dari celah jendela. Alvin melihat jendela kamar mereka tertutup rapat dan lampu dimatikan. Alvin melihat Anika tengah meringkuk dalam tidurnya. Alvin menghela nafas panjang. Rasa bersalah kembali meryeruak dalam dirinya. Anika tidur dengan posisi meringkuk bak janin mencari kehangatan. Anika memeluk kedua kakinya sendiri seakan membutuhkan perlindungan. Alvin mendekati Anika dan berjongkok tepat disisi tempat tidur Anika. Walau cahaya di dalam ruangan tidak begitu terang tapi Alvin masih bisa melihat jejak-jejak air mata yang tertinggal di wajah Anika. Brengsek loe Vin?! Alvin mengumpati dirinya sendiri. Jelas terlihat mata sembab dan hidung merah Anika. Jelas Anika baru saja menangis dan mungkin Anika tertidur karena kelelahan menangis. Alvin mengusap wajahnya dengan kedua tangannya. Alvin menatap wajah Anika yang terlelap dan menghapus jejak air mata dari wajah Anika. "Maaf. Maafin saya yang jahat sama kamu tadi. Saya yang salah. Maafin saya juga yang narik kamu ke perjodohan ini," ucap Alvin dengan suara lirih nyaris tidak terdengar. "Semoga kamu segera menemukan orang yang mencintai kamu dan kamu juga mencintai dia supaya kamu bisa segera terlepas dari pernikahan ini. Saya janji ketika kamu menemukan orang itu saya tidak akan menghalangi kamu untuk lepas dari pernikahan ini," Suara lirih yang nyaris tidak terdengar itu pun tidak luput dari pendengaran Anika. Anika yang tadinya tertidur kaget karena seseorang menyentuh wajahnya dan Anika yakin orang itu adalah Alvin suaminya diatas kertas. Anika berusaha untuk tetap memejamkan mata hingga Alvin mengucapkan isi hatinya. Anika yang awalnya terharu dengan permintaan maaf Alvin tiba-tiba merasa dilempar dari ketinggian mendengar ucapan Alvin mengenai perjanjian awal pernikahan mereka. Anika berusaha mati-matian menahan air matanya agar tidak keluar saat Alvin masih dihadapannya namun ketika Anika mendengar suara langkah kaki menjauh dan suara pintu terbuka. Anika membuka matanya dan air mata Anika jatuh bebas dari kedua matanya. Anika kembali menangis dalam diam. Anika mulai bertanya-tanya pada Tuhan apa salah dan dosannya hingga ia harus menjalani pernikahan seperti ini demi membahagiakan kedua orang tuanya. Anika mulai letih dan rasanya ingin menyerah. Anika bertekad akan segera lepas dari Alvin. Pria itu tidak memiliki hati. Cintanya sudah habis ia berikan bagi wanita itu. Wanita yang Anika tau hanya sepintas dari fotonya yang Anika lihat di rumah Alvin. Anika kembali menangis dan Alvin mendengar suara isakan pilu Anika dari dalam kamar mandi. Alvin sadar Anika mendengar ucapannya Anika berpura-pura tertidur namun Anika lupa kalau Anika tidak pandai berbohong. Alvin menyadari kalau Anika sudah bangun tapi Anika enggan membuka mata karena kehadiran Alvin. Suara tangisan Anika terdengar begitu lirih dan pilu. Alvin mengusap wajahnya kasar dan memilih mandi dan berendam air hangat untuk merilekskan tubuh dan pikirannya. Ini baru hari pertama mereka akan menjalani liburan mereka masih ada 19 hari terhitung keduanya akan berada di Italy. Alvin pun mulai mandi dan menyiapkan air hangat untuk dirinya berendam. Untuk kedua kalinya dalam hidupnya Alvin merasa hilang arah. Pertama kali saat Mikhaela wanita yang ia cintai sepenuh hati meninggalkan Alvin selama-lamanya menghadap sang pemilik kehidupan dan ini kali kedua Alvin merasa hilang arah karena pernikahannya. Satu jam berlalu akhirnya Alvin keluar dari kamar mandi dan mendapati Anika sudah bangun dari tidurnya dengan wajah sembab. Anika tidak menatap Alvin barang sedetik pun setelah Alvin keluar dari kamar mandi. Setelah Alvin duduk di samping tempat tidur, Anika bangkit berdiri dan beranjak menuju kamar mandi. Giliran Anika membersihkan dirinya. Anika mandi membersihkan dirinya dan mengompres matanya dengan air hangat berharap bengkak dimatanya karena menangis bisa hilang. Setelah puas membersihkan diri dan mengompres matanya Anika pun keluar dari kamar mandi dan mendapati Alvin sudah menggunakan pakaian rapih dan menatapnya. "Bersiaplah. Kita makan diluar. Saya searching di internet ada restoran pasta yang enak tidak jauh dari hotel ini. Kita makan malam disana," ucap Alvin dengan wajah datar. Anika mengangguk tanpa menjawab sepatah kata apapun. Anika mulai terbiasa dengan sikap Alvin yang tanpa ekspresi. Semua datar. Ya, Alvin dengan wajah datarnya. Apa yang mau diharapkan? Alvin berbicara dengan Anika penuh binar cinta? Oh itu tentu mustahil. Jangan pernah berharap terlalu banyak karena jika harapanmu tidak terkabul maka kamu akan terluka sendiri dan kecewa. Terlebih mengharapkan sesuatu yang mustahil. Memang orang bilang tidak ada yang mustahil jika sang pencipta kehidupan turut menginginkan hal itu terjadi dalam kehidupanmu tapi terlalu banyak berharap juga tidak baik untuk dirimu. Dari pada terlalu banyak berharap lebih baik berusaha menggapai apa yang mampu kamu gapai. Perlahan tapi pasti gapai yang kamu mampu dan sedikit demi sedikit tingkatkan area jangkauanmu. Itu jauh lebih baik. Anika memakai terusan berwarna merah muda dengan bahu sabrina. Baju ini diberikan oleh Anggita sebagai kado ulang tahunnya. Anika mengikat rambutnya membentuk ekor kuda mengekspos bahu dan leher putihnya. Tidak lupa Anika membawa tas kecil miliknya dan didalamnya terdapat HP dan paspornya. Anika sudah siap dan berdiri di hadapan Alvin yang sibuk dengan ipad miliknya selama Anika bersiap-siap. "Aku udah siap," ucap Anika memecah keheningan. Alvin mengalihkan tatapannya dari ipadnya dan menatap Anika. Alvin tertegun sejenak karena penampilan Anika malam ini. Anika tampil begitu cantik. Anika tidak menggunakan make up yang berlebihan persis dengan wanita idamannya. Anika tampil begitu sederhana namun tidak mengurangi kecantikannya. Jika dulu Mikhaela adalah wanita yang glamour yang terbiasa menggunakan make up disetiap kesempatan maka Anika adalah kebalikan dar Mikahela dan Alvin suka itu. Alvin sedikit menggelengkan kepalanya mengusir pemikiran konyol dalam kepalanya. Bagaimana bisa Alvin mulai membanding-bandingkan antara Mikhaela dengan Anika. Sementara itu Anika yang melihat Alvin terdiam malah mengerutkan alisnya. Anika melambai-lambaikan tangannya didepan wajah Alvin. Yeh malah bengong nih bocah?! "Mas? Mas Alvin? Mas? MASSS?!" Alvin terkesiap kaget mendengar teriakan Anika. Sementara Anika mendengus kesal. Ya Tuhan perbanyaklah stok kesabaran Anika dalam menjalani hidup rumah tangga dengan Alvin. "Sudah siap?" Tanya Alvin salah tingkah. "Sudah." Jawab Anika ketus. Alvin meringis mendengar nada ketus Anika. Wajar Anika kesal bagaimana Alvin bisa melamun di depan Anika. Setelah hari ini Alvin membuat Anika menangis kini Alvin melamun di depan Anika. Oh Tuhan mati saja lah ia.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD