Hidup Keenan sangat sempurna di saat sekolah dan kuliahnya. Dia tampan, pintar dan menyukai olah raga, dengan latar belakang keluarga kaya dan berpendidikan. Semasa sekolah dan kuliah, dia selalu menjadi laki-laki favorit di kalangan kaum hawa. Tapi, tidak satupun perempuan yang berhasil memikat hatinya. Alhasil, dia tidak pernah menjalin hubungan serius dengan perempuan manapun. Satu-satunya perempuan yang berhasil dekat dengannya adalah Dinar, itupun karena dia bersahabat dengan Beno. Namun, lagi-lagi, perasaannya terhadap Dinar murni kasih sayang, karena iba dengan nasib Dinar yang telah yatim sejak kecil. Lagi pula, Dinar juga sangat perhatian dengannya dan penurut.
Setelah menyelesaikan kuliahnya di Swiss dalam waktu singkat, Keenan melamar pekerjaan di sebuah perusahaan keuangan terkenal di Singapura, milik seorang warga Singapura keturunan Jerman dan Melayu, Irman Rubiantara. Kariernya mulus, dalam waktu tiga bulan, posisinya sudah naik dari staf biasa menjadi wakil manajer perusahaan. Karena kesehatan mamanya yang kurang baik di Jakarta, Keenan meminta izin untuk pindah bekerja di kantor cabang perusahaan milik Irman di Jakarta yang dikelola keponakan Irman, Damian Rubiantara. Tentu saja Irman memenuhi keinginan Keenan, karena niat baik Keenan yang ingin menjaga dan merawat mamanya. Lagi pula Irman sendiri juga lebih sering menginap di kediamannya yang berada di Jakarta.
Keenan bekerja luar biasa, menyumbangkan profit besar kepada perusahaan. Damian yang ingin mengembangkan perusahaan, memberinya kesempatan emas menduduki jabatan sebagai CEO di dua perusahaan baru milik keluarga besarnya, bidang keuangan dan properti.
Irman sangat menyukai hasil kerja keras Keenan yang nyaris sempurna. Keenan tidak saja bekerja dengan sangat baik, dia merupakan sosok yang jujur juga perhatian dengan mamanya, yang juga semakin membaik kesehatannya. Mengetahui potensi diri Keenan, Irman tidak ragu menjodohkan Keenan dengan putri bungsunya, Winda, yang baru saja lulus dari kuliah S1nya di Singapura. Melihat sosok Winda, Keenan langsung menyukainya, dia cantik dan pendiam, sedikit menyimpan misteri.
“Aku … punya fantasi s*x yang sedikit berbeda.” Keenan mengakui sebelum memutuskan menikah dengan Winda, ingin mengetahui pendapat Winda tentang sisi gelap dirinya. Keenan menyadari dirinya yang terlihat sempurna di mata orang, dan dia sendiri tetap mempertahankan reputasi itu, padahal dia memiliki sisi aneh yang tabu.
“Apa itu?” Tentu saja ucapan Keenan mengundang tanya Winda dan dia ingin tahu.
“Aku menyukai hubungan s*x yang agak keras, dan mungkin kamu tidak tahu tentang itu. Jika kamu menerima itu, kita menikah.”
Winda awalnya terkejut dalam hati, berpikir cukup lama. “Kamu … sering melakukannya? Berapa perempuan?” tanyanya.
Pertanyaan yang cukup mengejutkan Keenan dan dia tidak menyangka Winda mempertanyakannya.
Keenan terkekeh menggeleng, “Nggak satupun, Winda. Aku hanya sering membayangkannya, aku bukan penganut s*x luar nikah … hm … seperti sepupumu.”
Winda tertawa renyah. Keenan menyindir sepupunya yang tidak lain adalah Damian, yang memang dikenal sering menyewa perempuan nakal kelas atas, bahkan istri bos besar.
“Kamu cantik jika tertawa seperti itu,” puji Keenan, dan dia langsung bergidik, karena dia tidak pernah memuji perempuan dengan kata-kata yang dalam seperti yang barusan terucapkan. Pujian yang membuat kedua pipi mulus Winda merah merona.
Winda terdiam dengan pandangan tertunduk.
“Tidak sekeras apa yang kamu bayangkan,” ujar Keenan dengan suara lembut, dia tidak mau memaksa Winda. “Tapi aku memang tidak bisa romantis, dan aku … kaku.”
Winda justru menyukai cara Keenan menggambarkan dirinya, dengan jujur dan apa adanya. “Aku mau mencoba, siapa tahu aku menyukainya,” ujar Winda mantap.
Keenan mengedipkan matanya ke arah Winda, dan lagi-lagi Winda tidak sanggup menahan rasa bahagianya. Kedipan pertama dari Keenan tidak bisa dilupakan Winda sejak saat itu.
Keluarga Keenan sebenarnya lebih menyukai Dinar dari pada Winda. Dinar yang sering berkunjung ke rumah keluarga Keenan, tentu saja memiliki kedekatan dengan keluarga besar Keenan, dia tidak saja dekat dengan Keenan, tapi juga dekat dengan Rara, adik Keenan, Dinar juga disayang mama Keenan, Erina.
Keluarga Keenan sempat menyesalkan keputusan Keenan memilih Winda, tapi tidak berdaya saat diajak Irman untuk bertemu di sebuah hotel berbintang, membicarakan perjodohan yang dirancang Irman. Sikap Irman dan keluarga saat menyambut keluarga Keenan membuat keluarga Keenan akhirnya menerima perjodohan itu. Awalnya keluarga Keenan menilai mungkin saja Keenan merasa berhutang budi terhadap apa yang dilakukan Irman dalam karirnya, sehingga Keenan merasa berkewajiban memenuhi permintaan Irman. Akan tetapi, pada kenyataannya Keenan mengaku bahwa dia menyukai Winda, dan keluarga Keenan akhirnya menerima keputusan Keenan untuk menikahi Winda.
Keenan pun tahu bahwa keluarganya menyukai Dinar dan berharap Dinar mendampingi hidupnya. Dinar lebih ramah dibanding Winda yang terkesan angkuh. Keenan juga mengetahui Dinar yang menyukainya dan berharap lebih, tapi Keenan berpikir bahwa jika dia menikahi Dinar, dia pasti akan “menyakiti” Dinar, dan dia tidak mau melakukannya. Bagi Keenan, pernikahan adalah pertemuan partner s*x yang sepadan, dan Dinar bukan tipenya. Tentu saja hal ini hanya Keenan yang tahu, dan selalu akan menjadi rahasianya. Bahkan Beno pun tidak mengetahuinya. Keenan memang sangat pandai menjaga rahasianya. Pun, terlalu banyak yang dia pertimbangkan tentang Dinar, dia tidak mau persahabatannya dengan Beno terganggu. Bagusnya, Beno menghargai keputusan Keenan menikah dengan Winda.
“Tunggulah, Keenan. Kamu perlu istirahat, tenangkan dirimu. Winda pasti tidak ada di rumah dan kamu akan sendirian di sana. Di sini lebih tenang.” Beno berusaha membujuk Keenan yang pasti sedang merasa sedih sekaligus kecewa akan kejadian barusan.
Keenan memang kerap mengeluhkan sikap Winda kepada Beno. Baru beberapa bulan menikah, Winda langsung mengeluhkan keakraban dirinya dengan Dinar. Sudah Keenan jelaskan berulang kali bahwa dia hanya menganggap Dinar sebagai adik, tapi Winda tidak mau menerima alasan itu dan terus-terusan mempersoalkannya. Tidak tahan, Keenan menunjukkan sikap dinginnya.
Menurut Beno adalah wajar Winda kecewa dan tidak tahan dengan sikap Keenan, dan dia menilai bahwa hati Keenan telah mendua. Beno juga mengakui sikap adiknya yang terkesan berlebihan terhadap Keenan. Tapi, dia juga tidak berdaya menghentikan kedekatan itu, Keenan memang sangat menyayangi Dinar, dan Dinar sangat menyukai Keenan.
Keenan menghela napas kasar berulangkali, menggeleng tidak menyangka Winda yang memiliki ide sejauh ini, melunasi asuransi keluarga Beno? Winda benar-benar telah membulatkan tekad bercerai darinya karena uang yang dia bayar tidaklah sedikit.
“Bagaimana bisa dia … kamu?” tanya Keenan.
Beno tertawa kecil menggeleng. “Kamu mencurigai aku? Dia putri pembesar, Keenan. Bisa berbuat apa saja.” Beno memainkan ponselnya, dan dia hampir mengumpat, “Gila, dia melunasi asuransiku enam bulan.”
“Aku pulang saja, Beno,” ujar Keenan yang semakin kacau. Dia lalu beranjak dari duduknya, melangkah memasuki kamar Beno.
Keenan membereskan barang-barangnya di atas meja dan memasukkannya ke dalam tas kecilnya.
Tiba-tiba Dinar masuk ke dalam kamar, memeluk Keenan dari belakang.
“Jangan pulang dulu, Mas Keenan.”
Keenan melepas kedua tangan Dinar dari pinggangnya dengan lembut dan berbalik, “Mas harus pulang, Dinar.” Keenan berat mengatakan akan mengurus perceraian karena itu akan membuatnya semakin kacau.
Dinar melihat kekecewaan yang amat dalam di dalam sorot mata Keenan, mencoba mengerti, lalu dia pun mengangguk.
Bersambung