Detik demi detik, menit demi menit, jam berlalu ke jam. Waktu terus berjalan dan para peserta seleksi terus melaksanakan ujian. Jalan restorasi baru akan segera terbuka. Lewat seleksi pemilu tahun ini, akan ada wajah-wajah baru yang mewarnai demokrasi berbasis teknologi. Setidaknya itulah yang diharapkan oleh seluruh warga negara. JST akan memilihkan pemimpin-pemimpin terbaik untuk mereka.
Di jalan-jalan kota besar di seluruh negara. Semua warganya dengan sabar menunggu hasil dari perjuangan putra-putri mereka. Apakah mereka layak atau tidak untuk membaktikan diri dan potensi mereka bagi keberlangsungan negara. Menjadi bagian dari rangka kemajuan pembangunan dan kemakmuran berkelanjutan. Semua itu akan ditentukan oleh system terakurasi berbasis JST.
Nurin sudah merampungkan ujian seleksi miliknya. Semua telah diisi dan dijawab oleh Nurin. Namun tiba-tiba kontraksi hebat itu kembali menyerang kepalanya. Nurin sedikit meringis. Dia menyentuh bagian samping kepalanya. Nurin merasakan sebuah proyeksi kenyataan. Seakan-akan ia berada di tubuh milik orang lain. Sesosok pria yang juga mengikuti ujian seleksi. Nurin melihat ke sekelilingnya dan ia melihat peserta di sampingnya nampak berbeda. Bukan orang yang sama. Ini ujian seleksi, tapi bukan ujian seleksi saat ini yang sedang ia jalani. Ini pengalaman seleksi orang lain. Tapi siapa...? Nurin kembali mendapat tekanan hebat dalam kepalanya. Ketika ia kembali memandang ke sampingnya, peserta di sampingnya telah kembali menjadi peserta yang dikenalnya. Tapi ada sesuatu yang aneh. Semua penglihatannya menjadi samar dan seakan-akan ia melihat semua orang serta benda-benda di sekelilingnya perlahan menghilang dan memudar. Sesaat Nurin tertunduk dan menarik nafas panjang. Setelah kembali mendongak, penglihatannya sudah menjadi normal kembali. Nurin merasa telah kembali dalam kesadarannya semula.
"Kontraksi dan halusinasi itu lagi." Gumam Nurin. Dia sangat yakin ini bukan efek dari Nano-Syncro dan Head-Neuro-Optik yang dipakainya. Nurin mengira ini pasti efek kelelahannya kemarin yang harus kembali dipaksakan untuk mengikuti ujian seleksi yang melelahkan.
Sudah hampir tiga jam lebih para peserta seleksi mengikuti ujian. Seleksi JST tidak mengenal durasi dan batas waktu. Ketika semua peserta satu persatu telah merampungkan ujiannya, maka perhitungan nilai indeks akan mulai dievaluasi lalu diumumkan. Semua peserta seleksi pemilu nampak telah sepenuhnya menyelesaikan ujian mereka. Semua telah selesai dikerjakan. Sekarang hanya tinggal menunggu hasil evaluasi dari JST.
Hasil akumulatif nilai para peserta sudah mulai masuk dalam bentuk grafik rating, dipantau oleh dewan pemantau rating dan indeks KPS di seluruh Indonesia. Beberapa waktu kemudian ... para staff KPS di ruangan tempat Nurin melakukan seleksi mulai saling pandang memandang dan dijawab dengan anggukan para staff dengan serempak, tanda bahwa data telah komprehensif dan komplit diproses oleh JST, hanya tinggal melihat hasil rating dari grafik akhirnya.
"Baiklah ... sepertinya semua peserta sudah menyelesaikan ujiannya." Ucap salah seorang ketua staff KPS, "nilai kalian telah masuk dan telah diproses oleh JST. Dalam beberapa menit akan keluar rilis grafik dari indeks kalian. Kita tunggu bersama."
Ah, akhirnya selesai juga. Nurin nampak lelah, walau tubuhnya masih terlihat bugar dan segar berkat sokongan teknologi AC anti-stress, tapi pikirannya telah banyak terkuras. Tidak hanya Ahmad Nurin, melainkan semua peserta juga nampak lega. Sekarang mereka hanya tinggal menunggu hasilnya. Pemberitahuan yang mendebarkan, sedang ditunggu oleh para peserta di semua kota. Dari ratusan peserta yang mengikuti seleksi di New Malaka, sebagian besarnya telah sejak lama memfokuskan diri dan mempersiapkan diri mereka untuk pemilu. Berbeda dengan Nurin yang terkesan hanya coba-coba dan aji mumpung. Tidak berselang lama kemudian, gempar mulai memenuhi benak para staff KPS yang terlebih dahulu melihat hasil grafik rating dari para peserta seleksi JST. "Ini ... tidak mungkin, kan?" gumam salah seorang staff yang tengah melihat hasilnya.
"Ini benar-benar sama." Decak salah seorang staff lagi seakan tak percaya. "Tingkat rating dan indeks seperti ini sudah kita lihat selama 20 tahun terakhir, dan hanya beliau yang memilikinya."
"Kau benar. Siapapun akan mengenali indeks dan rating seperti ini. Tidak pernah ada dalam seleksi, bahkan yang mendekati sekalipun, hasil semirip dan setinggi ini."
"Siapa dia? Siapa peserta itu?" tanya salah seorang staff.
"Ini tidak bercanda kan?" staff KPS yang lainnya juga hampir tak menyangka.
Para peserta mulai dapat melihat ekspresi kegemparan senyap dari para staff KPS yang duduk di depan mereka. Mereka semua bertanya dalam benaknya, ada apa dengan hasilnya sehingga para staff bereaksi seperti itu. Begitu juga dengan Nurin, tanya juga menggelayuti pikirannya. Ada apa dengan hasilnya? Apa yang membuat tercengang para staff di depan sana?
"Kalau seperti ini, peserta itu tidak harus mengikuti tahapan 3 bahkan Presiden Arkan sendiri harus ...."
"Masa iya di tahapan 1 kita telah mendapatkan hasil rating seperti ini?"
"Sudah, sudah. Bagaimanapun, inilah hasilnya." Kata ketua staff KPS di ruangan itu coba menenangkan kegemparan dan kebingungan para staff lain.
Ketua staff KPS tersebut kemudian menerima serbuan telepon dari para dewan pengawas seleksi dari berbagai daerah dan kota yang juga melihat hasil yang didapatkan di kota New Malaka, dan juga menerima sebuah panggilan langsung dari istana di ibukota.
"Halo Pak?"
"Iya Pak, kami pun sudah melihat hasilnya. Iya, iya, disini pun sama." Sahut ketua staff KPS itu dalam sambungan teleponnya, "ini memang hasil yang kami dapat. Ya, baiklah ... baik, baik, akan segera kami evaluasi kembali dan melaporkannya segera." Ketua staff itu lalu menutup sambungan teleponnya.
"Ada apa?" tanya salah seorang staff. "Apakah itu dari ibukota?"
"Iya, itu dari dewan pengawas rating dan indeks KPS untuk istana." Jawab ketua staff, "mereka ingin memastikan bahwa hasil yang kita lihat itu benar. Mereka juga menyangsikan hasilnya."
"Mereka jelas terkejut dan sama seperti kita, juga pasti tak percaya."
Sementara itu di ruang pusat kontrol keamanan jaringan, Kapten Irdan menanyakan gelagat tak biasa para staff KPS. "Apa yang terjadi disana? Ada apa?" tanyanya.
"Entahlah Kapten, mungkin terkait data analitik para peserta yang mereka dapat." Jawab salah seorang personil keamanan di depan media komputer virtualnya.
"Sebentar lagi mereka pasti akan mengumumkan hasilnya." Gumam Kapten Irdan.
Sementara Sersan Aya mengendus ketidak-beresan sambil memicingkan mata dan menyentuh kuat gagang samping kacamatanya, melihat gelagat kegemparan dari para staff KPS lewat layar monitor pengawas berukuran besar. Dia mengingat ucapan mendiang Presiden Nurun padanya kala itu, "kau akan menemuinya disana." Ucap Presiden Nurun menggema dalam kenangan sejenak Sersan Aya.
"Hari ini?" gumam Aya pelan.
Jauh di seberang lautan, di pulau Kalimantan, berbeda pulau dengan Batam, di istana kepresidenan di ibukota, terlihat seorang berpakaian hitam sedang duduk membelakangi ajudannya. Orang tersebut adalah Presiden yang menjabat saat ini, Presiden Arkan Arkila.
"Apa anda juga sudah memantau hasilnya Tuan Presiden?" tanya sang ajudan yang merupakan staff KPS cabang ibukota.
"Aku memantaunya. Apakah hasil itu benar? Yang mereka dapatkan di New Malaka?"
"Entahlah Tuan Presiden, kami belum mengkonfirmasi hasil dari sana. Pengumuman resmi mereka belum dirilis. Kami juga terkejut dengan hasilnya. Kami akan segera mengabari hasilnya kepada anda segera."
"Tidak apa-apa. Aku hanya ingin tahu saja perkembangannya. Pemilu tahun ini sangat menarik,"
"Aku akan kembali Tuan Presiden. Kami akan memberitahukan perkembangan selanjutnya pada anda. Saya permisi dulu."
"Silahkan, terima kasih atas informasinya."
Sementara itu kembali di ruang seleksi di kota New Malaka, para staff KPS mulai bersiap menampilkan grafik rating para peserta walau dengan enggan dikarenakan keterkejutan mereka yang baru-baru saja terhadap hasilnya. "Baiklah, kami akan segera menampilkan grafik rating dan indeks kalian para peserta dan mereka yang berada di 50 daftar teratas akan memasuki tahapan 2, dan untuk peserta lain sisanya, maka diputuskan kalian tidak lolos seleksi tahapan ini. Terima kasih atas partisipasi kalian dalam gerakan demokrasi praktis via penilaian sempurna Jaringan System Terpadu—JST. Kalian bisa mencobanya kembali lima tahun mendatang. Kami akan menanti kalian kembali."
Setelah para staff di depan berjibaku dengan kecanggungan yang cukup lama karena shock melihat grafik rating salah satu peserta, mereka akhirnya menampilkan transparansi hasilnya di layar besar yang ada dalam ruangan, tepat di hadapan para peserta dan juga di layar komputer virtual mereka. Tidak butuh waktu lama, sekian detik para peserta satu persatu mulai menyadarinya dan terkejut dibuatnya. Dari 50 peserta teratas yang lolos ke tahapan selanjutnya, posisi tertinggi peringkat satu diisi oleh peserta dengan ID_2231 yang menampilkan nilai rating dan indeks rata-rata mencapai sempurna. Sebuah grafik rating yang belum pernah dilihat oleh siapapun sejak Presiden Nurun Maulidan.
Nama peserta itu tertulis jelas, AHMAD NURIN! Terlihat begitu kontras dengan tabel grafik nilai berwarna merah menyala yang memanjang, berada paling atas mengungguli nama dan nilai-nilai para peserta di bawahnya. Bahkan dengan peringkat duanya saja—nilai peringkat pertama mendekati pun tidak. Jauh sekali perbedaan antar keduanya.
Semua peserta seleksi mulai gempar dalam keheningan dan keterkejutan, sama sebagaimana yang tadi para staff KPS rasakan. Begitu pun dengan yang terjadi di pusat kontrol keamanan, Kapten Irdan dibuat tercengang. Seisi ruangan kontrol termasuk Sersan Aya pun terkejut dibuatnya. Sebuah indeks yang mustahil didapat oleh orang biasa. Bagi mereka semua, di negara mereka hanya ada sosok yang pernah mendapatkan nilai indeks serupa.
"Apa hasilnya tidak salah?" gumam Kapten Irdan. "Bukankah itu indeks milik ...."
"Dan sekarang kau yang meragukan hasil JST Kapten?" ledek Sersan Aya membalas ironi.
Kapten Irdan balik menatap Sersan Aya dengan tidak senang, namun yang lebih penting sekarang adalah fakta bahwa ada peserta seleksi yang menampilkan grafik rating dan indeks mencapai sempurna sebagaimana rating indeks milik Presiden Nurun Maulidan dahulu. Terpilih empat kali berturut-turut dengan hasil indeks yang sama.
"Tidak salah Kapten, itu memang hasilnya." Jawab salah seorang staff ABBYS di ruangan kontrol keamanan.
Salah seorang staff pengamanan di samping Sersan Aya menyandarkan tubuhnya ke kursi putar, menutupkan telapak tangan ke mulutnya lalu meletakkan kedua tangannya keatas kepala. Siapapun tidak akan menyangka dengan apa yang dilihatnya saat ini.
Keterkejutan yang sama juga terjadi hampir di semua tempat seleksi di seluruh kota di Indonesia. Surabaya, Bandung, Makassar, Jogja, Papua, Manado, Ambon dan Medan. Semua memiliki reaksi yang sama. Pemilu kali ini benar-benar berbeda dibuatnya.
"Seperti yang telah kita duga. Mereka semua juga tak percaya dan terbelalak dengan hasilnya. Indeks ini memang sulit untuk dipercayai. Pemilu tahun ini begitu menarik," bisik ketua staff KPS di New Malaka pada rekan di sampingnya dimana mereka telah memperlihatkan tabel grafik nilai indeks pada seluruh peserta termasuk Nurin.
"Tunggu sampai wartawan dan media mengetahui hal ini." Jawab sang rekan.
Sementara Kapten Irdan di tempatnya terlihat menarik-narik kerah dan melonggarkan dasinya. "Siapa pesertanya? Siapa yang mendapatkan indeks seperti itu? Siapa dia?" tanya kapten Irdan.
"Kau lihatlah lebih jelas ke arah nama di tabelnya Kapten." Pinta Sersan Aya.
Kapten Irdan menatap rentetan tabel grafik dan indeks para peserta dengan seksama. Begitu terkejutnya ia mendapati sebuah nama yang familiar baginya hari ini, berada diurutan paling atas dari tabel nama-nama peserta.
"Ahmad Nurin?" baca Kapten Irdan tak percaya, "Profesor muda yang tadi kita temui?"
"Iya, dia ...." Sahut Sersan Aya menatap tajam ke arah layar besar yang menampilkan gambar ruangan ujian seleksi, sorot matanya mengarah tepat ke arah Nurin duduk.
Di ruangan pun para peserta semuanya hampir tak percaya. Diantara ratusan peserta seleksi disana walau dengan latar belakang profesi berbeda—tetapi sebagian besar dari mereka memang memfokuskan diri terhadap politik sewaktu di akademik. Mereka memang telah khusus mempersiapkan diri hendak terjun ke dunia politik negeri. Mereka semua terkejut dengan hasilnya karena seseorang bernama Nurin berhasil mendapatkan rating dan indeks terbaik, sebuah rentetan nilai nyaris sempurna. Rating yang sama dengan milik mantan Presiden kebanggaan mereka.
Nurin pun ternganga. Dia sendiri mengenali grafik rating legendaris tersebut walau Nurin sendiri bukan pemerhati politik. Nurin tercengang luar biasa, ia tercekak tak percaya. Nama teratas itu adalah namanya. Bahkan nilainya menunjukan rata-rata sempurna.
Nurin menatap ke seisi ruangan, menyadari bahwa para peserta dan orang-orang di sekelilingnya sedang fokus memusatkan pandangan mereka padanya dengan tatapan heran dan penuh tanya. Para peserta mulai berbincang samar-samar, membisikkan kemustahilan yang terjadi tepat di depan mata mereka.
"Orang itu? Siapa dia?"
"Dia orangnya. Dengar-dengar tadi sih dia seorang Profesor muda. Dosen keagamaan kalau tidak salah,"
"Dia kan orangnya? Hebat, luar biasa. Aku hampir tak percaya."
"Kalau tidak salah, kudengar dia adalah putra dari Almarhum Mufti besar Syeikh Muammar Alisyah."
"Pantas saja, tapi kenapa bisa indeksnya sama persis dengan Presiden Nurun?"
"Orang mana dia?"
"Kalau begini orang itu tidak perlu lagi mengikuti seleksi tahapan selanjutnya."
Tanya bersahut tanya dan perbincangan mulai mendera para peserta terkait sosok Nurin. Walau samar-samar, Nurin dapat mendengar dari kursi tempatnya duduk. Memang siapa yang dapat menyangka, ada sosok yang memiliki kemiripan statistik nilai grafik dan indeks dengan sang legenda, bapak pembaharu bangsa. Nurun Maulidan!
Di salah satu ruangan di istana di ibukota, ajudan yang tadi menemui Presiden Arkan juga telah mengkonfirmasi hasil seleksi di kota New Malaka. Dia terkesan ragu-ragu, apakah dia akan melaporkan ini kepada Presiden atau tidak. Orang itu adalah petugas KPS istana yang memantau jalannya proses seleksi di seluruh daerah di Indonesia atas instruksi Presiden. Orang tersebut berbicara dengan rekannya sesama petugas KPS istana.
"Apakah kita harus melaporkan ini kepada Tuan Presiden?"
"Tentu saja! Beliau ingin tahu kebenaran informasi itu bukan? Sekarang kita telah mengkonfirmasinya sendiri. Nilai indeks tersebut memang benar adanya muncul di New Malaka. Itu pasti akan mengejutkan beliau."
"Benar. Mau tidak mau kita harus memberitahukan Presiden Arkan. Cepat atau lambat beliau juga pasti akan mengetahui hasilnya. Kau bawalah dan berikan semua informasi ini pada Presiden secepatnya,"
"Apa itu artinya tahapan 3 kali ini sudah kita ketahui bersama siapa pemenangnya? Untuk kursi Presiden? Apa hal semacam ini bisa terjadi?"
"Menurut peraturan seperti itu kan. Kita berpedoman pada hasil evaluasi JST. Jaringan System Terpadu tidak mungkin salah! Semua bisa saja terjadi, hasil yang tak terduga. Tidak ada yang tidak mungkin,"
"Apa benar ada orang yang bisa mendapatkan indeks seperti ini? Rasanya mustahil. Kalau Presiden Nurun sih mungkin. Beliau istimewa. Tapi orang itu? Siapa dia sebenarnya?"
"Tapi kita melihatnya sendiri bukan? Faktanya ada di depan mata kita. Semua warga negara pasti akan dikejutkan oleh ini." Ucap Ajudan yang tadi melapor pada Presiden Arkan.
Ajudan tersebut akhirnya memutuskan akan melapor ke ruangan Presiden Arkan dan memberitahukan hasil seleksi di kota New Malaka. Ketika menerima laporan dari sang ajudan yang merupakan petugas KPS istana, Presiden Arkan nampak begitu terkejut. Sebagai petahana, posisinya jelas terancam. Tapi itu tidak nampak pada ekspresi wajahnya saat ini. Sebagai seorang presiden dia masih tampil begitu tenang. Sikapnya terhadap hasil seleksi begitu bijaksana dan tenang bahkan ketika jabatannya terancam tergeser. Presiden Arkan lalu meminta pada Ajudan tersebut data lengkap dari peserta yang mendapat nilai indeks langka di New Malaka. Ajudan tersebut lalu memberikan semua lampiran dari laporan seleksi yang diadakan di New Malaka. Profil lengkap Nurin.
"Dahulu Nurun, sekarang Nurin...?" gumam sang Presiden tampak tenang.
Di ruang kontrol keamanan pun masih tak kalah hebohnya. Kapten Irdan menyeringai tersenyum lebar. "Profesor muda itu ... siapa yang menyangka dia setara dengannya." Katanya seraya menatap Nurin dari layar besar. "Ini seperti melihat orang yang sudah mati, dibangkitkan hidup kembali."
Sersan Aya menoleh pada Kapten Irdan. "Menghidupkan kembali orang yang sudah mati," gumamnya. "Kebangkitan kembali Nurun Maulidan."
Tatapan nanar Sersan Aya melalang jauh ke masa lalu ketika dia masih Tamtama Bhayangkara Satu. Ketika secara terhormat dia ditunjuk masuk ke dalam jajaran Paspamres kepresidenan. Sebuah kenangan kecil terbesit. Sersan Aya mengingat ketika ia diajak oleh Presiden Nurun berkeliling istana. Melihat bunga-bunga yang mekar disana. Mengobrol santai dan penuh canda. Sungguh seorang Presiden yang bersahaja dan bijaksana.
Dan saat ini ... Sersan cantik itu sedang menatap pada sosok Nurin lewat layar virtual di depannya. Ada suatu benang tipis yang menurut Aya harus ia tarik simpulnya. Sebuah skema kebetulan yang meminta satu jawaban.
Semua orang dibuat terkejut oleh Nurin. Namun tidak berselang lama lagi, hanya menunggu waktu. Sebuah kegemparan lainnya akan segera menyusul dan merubah total suasana. Kegemparan yang tidak hanya akan dirasakan oleh seluruh warga negara tetapi bahkan hingga seluruh dunia.