9. KALIAN MIRIP

1363 Words
Lisa berdecak kesal sesaat setelah sadar dan mendapati dirinya berada di kamar yang sama saat bangun dua minggu lalu. "Aku kira aku sudah mati. Ternyata Tuhan sangat sayang padaku,Dia masih enggan mengambil hidupku. Mungkin Tuhan tau bahwa aku orang yang kuat, jadi masih memberiku kesempatan untuk hidup kembali." gumam Lisa dalam hati. Kalimat penghibur diri sendiri. Lisa menoleh dan melihat Jason duduk disofa sambil memangku laptop. Jason belum menyadari karena dia sibuk dan sedang fokus bekerja. Lisa menggeser sedikit tubuhnya dan memanjangkan tangan untuk meraih botol air di nakas samping tempat tidurnya. Mendengar suara desisan dari arah ranjang, Jason hanya menatap tanpa berniat membantu Lisa. Dia berencana mengambil botol itu jika Lisa meminta bantuannya, pada akhirnya, Lisa menyerah dan menahan rasa haus setelah usaha kerasnya tidak berhasil. "Apa kau benar-benar ingin mati?" suara dingin Jason dari arah sofa. "Jangan harap bisa mati secepat itu, kau harus menderita terlebih dahulu, kau harus membayar bagaimana kelakuan ibumu sipelaccur sialan itu menghancurkan keluargaku!" ucap Jason seraya menggertakkan gigi. Setiap kali dia menyinggung yang katanya pelacuur itu, emosinya selalu saja meletup-letup. "Kau pengecut, jika ibuku yang menghancurkan keluargamu, maka hancurkan keluarganya, bukan keluargaku atau hidupku. Aku bahkan tidak mengenalnya, kenapa aku harus membayar dosanya? Jika kau cukup gentle, datangi dia dan hancurkan hidupnya," tantang Lisa tanpa melihat Jason. Lisa berharap Jason sadar bahwasanya dia sudah salah sasaran. "Hahahahaha ternyata kau pintar tapi tidak cukup pintar bagiku" ucap Jason dengan tawanya yang datar. "Kau pernah dengar hutang mata di bayar mata?" lanjutnya kemudian. Akhirnya aku mengarahkan mataku padanya walau hanya sesaat. "Ibumu menghancurkan keluarga kakakku, maminya Cyntia, jadi sekarang saatnya Cyntia menghancurkan keluargamu, supaya impas. Aku hanya sedang membantu Cyntia, keponakanku yang malang, yang menderita karena ibumu, sialann. " Benar-benar ini orang, emosinya tidak terkontrol. Apa bisa request ke Tuhan supaya Jason mati saja karena emosinya yang selalu meletup? "Jika begitu, Cyntia sudah berhasil, maka biarkan aku pergi, aku tidak akan kembali pada Tiar dan aku akan menghilang dari kehidupan kalian, Aku bersedia bercerai," ujar Lisa mencari kesempatan dan dibalas dengan tawa oleh Jason. "Ini bahkan belum sepuluh persen dari penderitaan kami, bahkan ibumu belum tau kau ada disini. Aku berencana mengundang ibumu kemari dan menunjukkan sesuatu padanya. Apa kau sudah siapa bertemu dengannya?" tanya Jason seraya mendekat dan mencengkram dagu Lisa. "Kau, persiapkan lah dirimu, karena pertunjukan akan segera di mulai." **** Jason melangkah dengan pasti dan tersenyum penuh kemenangan. Hari ini dia akan memulai langkah balas dendamnya. Jason mengedarkan pandangan keseluruh penjuru rumah itu, tidak banyak perubahan, hanya beberapa perabot yang berganti menjadi lebih mewah. Apa bisnisnya semakin maju? pikir Jason. "Silahkan duduk tuan," seorang pelayan mempersilahkan untuk duduk dan pamit untuk memanggil tuan rumah. Jason duduk dengan kaki menyilang, menyandar dengan sebelah tangan terbuka dipunggung sofa. Jason tersenyum simpul membayangkan bagaimana reaksi wanita itu saat dia memberitahukan kabar mengejutkan ini. "Trystan?" suara bas dari seseorang yang dulu sangat dihormati. Seseorang yang sempat menjadi panutan Jason saat berusia muda. Kerja keras dan pantang menyerah yang di miliki oleh orang itu selalu menjadi cambukan untuk Jason untuk belajar lebih giat agar bisa sama bahkan melampaui seseorang itu. Kini, di usia yang semakin tua, semua rasa hormat itu hilang. Bukan karena jason sudah berhasil melampauinya. Tapi karena rasa benci yang dimilikinya. Rasa dendam dan perasaan ingin menghancurkan seseorang itu. Jason hanya menatapnya tanpa mengubah posisi duduknya. "Hallo tuan Carlos Abimana," balas Jason seraya mengangkat tangannya untuk menyapa. Pria bernama Carlos itu adalah ayah dari Cyntia dan mantan kakak ipar Jason. Pria yang menghancurkan hati kakak perempuan Jason dengan cara berselingkuh dengan wanita muda bernama Ratna. Carlos duduk di hadapan Jason lalu menghela napas. Kentara sekali dia tidak menginginkan kehadiran Jason di rumah ini. Karena sudah jelas, jika sampai Jason berkunjung, berarti ada kabar buruk yang biasanya sangat berbayahaya. "Ada apa? Dan bagaimana kabar Cyntia?" "Kau tidak punya hak mengetahui bagaimana kabarnya!" jawab Jason datar. "Aku ayahnya, Trystan, " balas Carlos datar juga. Auranya masih melekat ternyata. "Kau hanya penyumbang spermaa saja, dan terimakasih untuk itu," jawab Jason vulgar. "Apa kamu masih membenciku?" tanya Carlos tak tau diri. Apa dia sadar bertanya seperti itu? Bukan kah sudah jelas? Dia sudah mengetahui itu sejak puluhan tahun lalu. Apa dia berharap Jason di rasuki oleh roh kebaikan dan roh maha pemaaf? "Menurutmu? Apa aku harus mencintaimu sekarang?hahhahahaha," ledek Jason seraya tertawa renyah. "Dasar, Pria tidak tau terima kasih. Kau membuatku sakit perut, Carlos. Apa kamu masih membenciku? pertanyaan macam apa itu. Jika ada kata lebih tinggi dari benci, aku akan mengatakan itu padamu. Penghianat tak tau diuntung." Jason mengatakan itu langsung di hadapan mantan kakak iparnya itu. Pria itu hanya menghela berat. Sudah katam dengan sifat Jason. Apalagi setelah apa yang terjadi pada maminya Cyntia istri pertama Carlos. Jason membencinya beribu-ribu kali lipat. "Bagaimana kabar Cyntia?" ulang Carlos sekali lagi dan itu membangkitkan amarah Jason. "Jangan sekali lagi kau menyebut nama keponakanku. Apa kau pikir dia menganggapmu ayah? Tidak! Dia tidak mengenalmu, jadi lupakan saja. Panggilkan saja jalanggmu itu aku ada kejutan untuknya!" Emosi Jason meluap lagi. Jika saja Lisa mendengar itu. Sudah pasti saat itu langsung mendoakan Jason agar segera mati. "Trystan, istriku bukan jalangg," suara Carlos datar dan bergetar. Apa dia marah? kenapa? "Lalu?" Jason menaikkan alisnya. "Dia istriku dan ibu dari anak-anakku!" tegas Carlos dengan tatapan tajam. Tua-tua begini rupanya masih punya nyali untuk mengintimidasi. Jika itu bukan Jason, sudah pasti orang itu akan ciut melihat raut datar penuh ancaman di wajah Carlos. "Carlos.. Carlos,, jika bukan karena kakakku berbaik hati, kau tidak akan bisa berada di titik ini. Aku penasaran apa reaksi anak-anakmu jika tahu ibunya siapa?" pancing Jason semakin menyulut emosi Carlos lagi. "Ka--" "Oo iya, kudengar sulungmu kuliah di kedokteran, benar?" Jason memotong ucapan Carlos dan detik berikutnya terdengar suara Carlos yang mengeraam kesal karena menyinggung anak-anaknya. "Jangan campuri anak-anakku!" gertaknya pada Jason. "Kabari aku jika dia sudah selesai dan butuh tempat keja, aku punya saham di Nugraha Hospital, aku bisa membantunya masuk kesana," jawab Jason santai menyebutkan tempat koas incaran anak sulung Carlos. Wajah Carlos memerah dan tangannya terkepal menahan emosi. Apa sampai ke masalah tempat kuliah anak-anaknya juga di awasi oleh Jason? "Kau...?" Suara seorang wanita menghentikan perang tatapan antara Jason dan Carlos. Wanita itu mendekat dan memastikan siapa tamu mereka dan betapa kagetnya dia melihat bahwa itu adalah Jason. Orang pertama di muka bumi ini yang paling tidak ingin dia jumpai walau tidak sengaja sekalipun. Jason menoleh dan tersenyum smirk pada wanita itu. "Ternyata kalian sangat mirip," ucapnya ambigu membuat dua orang di sekitarnya saling pandang karena tidak mengerti. Mirip? Mirip siapa? Mirip satu sama lain? tidak. Mirim dengan William anak pertama mereka yang calon dokter? tidak juga. William mirip ayahnya. Lalu mirip dengan siapa? "Setelah dua puluh tahun berdoa dalam rasa sakit yang kalian berikan, akhirnya Tuhan berbaik hati. Tuhan mendengar doaku, doa kakakku dan juga doa keponakanku yang malang. Sekarang Tuhan mengirimkan seseorang yang bisa membuat kakakku tersenyum di surga, yang bisa membuat kami keluar dari rasa sakit, doa orang teraniaya memang benar di kabulkan walaupun sedikit terlambat tapi aku bersyukur untuk itu," ucap Jason dengan santai. Jason berdiri dan mengambil sesuatu dari saku jas bagian dalamnya. "Lihatlah, apa kau tau dia siapa?" tanyanya seraya melemparkan beberapa poto Lisa ke atas meja. Wanita bernama Ratna itu berjalan terburu-buru dan mengambil satu lembar poto yang berserak di meja. Wanita itu mengamati dan sesekali dahinya berkerut. Carlos itu juga melakukan hal yang sama, memandangi poto dan istrinya bergantian. Bagaimana? Sama? Jason tersenyum kala melihat Ratna membelalakkan mata dan menutup mulut dengan tangan. Sudah ingat? hahahahaha "Trystan, ini - bag-- bagaimana... ini... jangan ganggu dia, dia--dia-- tidak tau apa-apa." Wanita itu terbata-bata dan matanya sudah mulai berkaca-kaca. "Ini siapa?" tanya Carlos pada istrinya itu. Wanita itu mulai meneteskan air mata, belum sempat memberikan jawaban pada suaminya mungkin karena tidak menyangka Jason bisa menemukan sesuatu yang sangat tersembunyi. Sesuatu yang bahkan sudah Ratna lupakan keberadaannya. Jason berputar dan mulai melangkah menuju pintu keluar dalam suasana hati yang penuh kemenangan. Selama dua puluh tahun Jason membenci pasangan ini dan mereka tidak pernah menunjukkan rasa bersalah pada Jason pun pada Cyntia. Wanita itu selalu saja menunjukkan wajah sombongnya yang penuh kemenangan. Hari ini, pertama kalinya bagi Jason melihat Ratna dengan wajah tertekan seperti itu. "Hahh senangnya"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD