Kring
Kring
Kring
Dering ponsel di saku celana Jason yang tergeletak asal di lantai menghentikan aliran tenaga Jason. Dengan erangan kesal dia menghentakkan kepala Lisa untuk kesekian kalinya. Jason berdiri dari atas tubuh Lisa dan berjalan ke arah asal suara lalu meraih ponselnya. Tidak menjawab panggilan tersebut tapi dengan cepat mengenakan pakaiannya asal dan meninggalkan Lisa terbaring telanjang mengenaskan.
Menunggu beberapa detik setelah kepergian Jason. Lisa yang sudah berangsur baik dari cekikan Jason menyeret tubuhnya ke sudut kamar dan memungut pena Jason yang terjatuh dari sakunya tadi saat membuka baju dengan tergesa.
Tanpa pikir panjang ke hari yang akan datang, Lisa dengan sekuat tenaga menusukkan ujung besi pena itu pada nadinya. Menahan rasa sakit dan menggigit bibirnya untuk meredam suaranya. Menekannya hingga terdengar bunyi tek seperti ada sesuatu yang di tembus oleh ujung runcing pena itu. Darah menyembur dari lubang kecil itu. Lisa tersenyum sambil merapalkan kata maaf pada Tiar dan ibu mertuanya.
"Ibu, Mas Tiar, maaf kan Lisa yang bodoh ini karena sudah memilih jalan ini. Semoga kita bertemu di kehidupan selanjutnya. Dan aku harap saat itu kita juga menjadi satu keluarga yang di jauhkan dari iblis-iblis seperti Jason dan Cyntia."
Detik-detik menjelang kematian menjemput, Lisa mendengar teriakan seseorang minta tolong. Suaranya sangat jauh walau orangnya berada di dekat Lisa bahkan sedang menguncang tubuhnya.
"Nona, Bangun nona, tolong.... tolonggg!!!" Wanita itu berteriak panik. Hingga menggemparkan seluruh rumah. Jason yang berada di lantai dua mendengar teriakan itu. Dia dengan cepat menyembulkan kepalanya dari lantai dua menatap ke bawah. Semua orang berlari ke arah kamar pojok tempat Lisa berada.
"Ada apa?" tanya Jason seraya berjalan menuruni anak tangga. Tangannya sibuk mengikat kimono untuk menutupi tubuhnya.
"I--Itu Tuan, Nona di kamar pojok itu. Nona i-itu me-laku-kan percobaan bu-bu-nuh di-ri," ucap seorang maid dengan terbata-bata.
"Bicara yang jelas!" geram Jason.
Belum sempat maid itu berbicara, seorang pengawal berlari ke arah jason.
"Tuan, Nona Lisa menusuk nadinya," Lapor pengawal itu dengan cepat.
Jason berlari melompati anak tangga dua sekaligus demi melihat apa yang terjadi. Dia mengumpat keras saat melihat aliran darah dari dari pergelangan tangan Lisa dan pena yang tergelatak di samping wanita itu. Tubuh wanita itu sudah di tutupi dengan pakaiannya tadi dan juga celemek maid yang menemukannya tadi.
"Dasar cemen, ini baru permulaan malah dia sudah menyerah," gumam Jason seraya mendekat. Mengangkat tangan itu dan menekan sumber darah yang mengalir itu.
"Berikan itu padaku," ucapnya seraya menunjuk dasinya yang juga ada di kamar itu. Dia mengikat tangan Lisa dengan cepat. Lalu meletakkan tangan itu sebentar. Jason berdiri dan membuka kimononya lalu membungkus tubuh Lisa yang sudha terasa dingin.
"Siapkan mobil, cepat!" teriak Jason pada orang-orang disana.
"Sudah, pak!" jawab salah satu pengawal yang memang dengan sigapnya tadi mempersiapkan setelah melihat kondisi itu.
Jason mengangkat Lisa dan berlari ke luar ruangan hingga ke mobil yang sudah siap.
"Rumah sakit Rory, cepat!" titahnya dan mobil itu bergerak di ikuti oleh dua buah motor yang melaju melewati mobil itu guna membuka jalan jika ada kemacetan atau lampu merah nanti. Ini sebenarnya sudah tengah malam. Jalanan tidak seramai siang atau sore. Tapi tidak ada salahnya untuk jaga-jaga.
"Jangan mati sialaan!!" teriak Jason pada Lisa yang sudah tidak berdaya. Tubuhnya menggigil mungkin karena sudah mengeluarkan banyak darah. Jason menepuk-nepuk pipi Lisa dan tidak ada respon. Satu sisi hati Jason sangat tidak ingin Lisa mati dan sangat menginginkan Lisa tetap dekat dengannya walau Lisa sangat membencinya. Tapi satu sisi hatinya yang lain masih di penuhi dendam, dan dendam itu menyuruhnya untuk menghancurkan Lisa.
"Jangan mati.. jangan mati.. jangan mati!!! hutangmu belum lunas brengseek!!" Jason meneriaki Lisa seperti orang bodoh, bahkan tidak sadar ada setetes air jatuh dari mata jatuh dari matanya.
****
"Anda beruntung karena membawanya tepat waktu, jadi masih bisa di selamatkan. Pasien kehilangan banyak darah, untungnya kami ada stok darah sesuai golongan darahnya," ucap dokter yang memeriksa Lisa.
"Terima kasih dokter," balas Jason pelan seraya mengusap wajah dengan kedua tangannya. Lega rasanya mendengar Lisa masih bisa di selamatkan.
"Tolong jangan membuatnya stres atau depresi, dan..." Dokter itu berhenti berucap lalu memandangi Jason dari atas hingga ke bawah. Pakai kimono yang talinya lepas dan juga terdapat banyak darah disana. Tubuh bagian atasnya hanya di tutupi oleh kimono itu dan bagian bawahnya hanya memakai celana boxer rumahan. Siapapun yang melihat itu akan menduga bahwa Jason melakukan kekerasa fisik pada Lisa yang berujung percobaan bunuh diri karena sudah tidak sanggup.
"Tolong jangan melakukan kekerasan!" lanjut dokter itu dengan pandangan menyelidik pada Jason.
Lalu Jason meminta supaya Lisa diijinkan di rawat di rumah, tetapi dokter yang menanganinya sedikit sulit memberi ijin. Dia mencurigai Jason dan Jason jelas sadar akan itu.
"Tuan,,, anda meminta pasien yang belum sadar dibawa pulang dan dirawat dirumah, apa anda sadar konsekuensinya? Pasien tidak hanya terluka di tangan tapi di sekujur tubuhnya ada luka lebam-lebam." Dokter itu berkata datar pada Jason. Jelas sekali dokter itu sudah menjadikan Jason tersangka utama.
Dengan modal pandai bicara, Jason mengatakan bahwa dia dan Lisa memang ada percekcokan rumah tangga. Tetapi dokter itu menggeleng dan tidak memberikan ijin.
"Sesama manusia, saya bisa melaporkan anda atas dugaan kekerasan dalam rumah tangga. Saya bisa memberikan bukti visum istri anda ke kantor polisi. Biarkan pasien tenang dan di rawat disini jika anda tidak ingin mendekam di penjara," ujar dokter itu tak gentar dan tak terpengaruh oleh tatapan intimidasi Jason.
Karena kesal, Jason menyuruh salah satu anak buahnya untuk menelepon Rory, direktur rumah sakit ini. Rory adalah sabahat Jason dan saat Lisa pingsan karena tinju Jason, Rory lah yang merawatnya di rumah.
"Trystan?" Rory berjalan tergesa bahkan setengah berlari ke arah Jason. Sang dokter yang melihat kedatangan Rory segera berputar dan mengangguk samar pada Rory.
"Tolong urus kepulangan Lisa, aku ingin merawatnya di rumah dan kirimkan satu perawat ke rumah untuk beberapa hari sampai Lisa pulih!" titah Jason cepat dan segera di angguki Rory.
"Ada apa lagi?" tanya Rory ketika melihat Jason menatap lurus dan datar pada punggung dokter yang nyaris menghilang di ujung koridor.
"Buang sifat mengintimidasimu itu, ini bukan wilayahmu!" lanjut Rory setelah mengerti apa arti tatapan sahabatnya itu.
"Aku ingin sekali kau memecat dokter itu malam ini dari rumah sakit ini, tapi sudahlah, anggaplah dia berjasa karena bisa menolong Lisa tadi. Ingatkan dia agar tidak ikut campur urusan orang lain!" ucap Jason dengan mata masih tertuju pada dokter yang barusan hilang di belokan koridor.
"Hmmm,, Lisa kenapa lagi?" tanya Rory seraya memanjangkan leher ke arah kaca ruang ICU.
"Urus kepulangannya sekarang sebelum dia sadar!" titah Jason enggan sekali menjawab apa yang terjadi dengan Lisa.