Chapter 1
“Bianca!” Teriak neneknya memanggil.
“Iya, nek. Bianca di sini,” Sahut Bianca.
Neneknya langsung menghampiri cucu kesayangannya yang tengah duduk di luar sembari menikmati angin yang berhembus.
“Apa yang kamu lakukan di sini sayang?” Tanya neneknya.
“Bianca hanya mencari udara segar, nek,” Jawab Bianca.
“Kenapa tidak memanggil nenek?” Tanya neneknya.
“Bianca bisa sendiri, nek,” Jawab Bianca.
“Nenek tahu, tapi nenek takut kamu kenapa-napa,” Ujar neneknya.
“Bianca tidak apa-apa nek, lagipula Bianca bisa kok,” Ujar Bianca meyakinkan.
“Tapi lain kali Bianca harus bersama dengan nenek ya,” Ujar Neneknya.
“Iya, nek,” Ujar Bianca.
Bianca Xaviera Orvala merupakan gadis yang manis, dan periang. Walaupun dia tidak bisa melihat, tapi Bianca merasa bahagia dengan kehidupannya.
“Ayo masuk, Sayang!” Ajak Neneknya.
“Iya, nek,” Ujar Bianca.
Neneknya menuntun Bianca hingga masuk ke dalam rumah.
“Nenek sudah masak makanan kesukaanmu,” Ujar Neneknya sembari membantu Bianca duduk di sofa.
“Benarkah?” Tanya Bianca menyeringai.
“Iya,” Jawab Neneknya.
Setelah Bianca duduk, neneknya langsung berjalan ke dapur untuk mengambilkan makanan yang telah dia buat.
“Ini makanannya,” Ujar Neneknya sembari mendekatkan makanannya pada Bianca.
Bianca dapat mencium aroma makanan yang di buat oleh neneknya, dia merasa senang karna neneknya telah membuatkan makanan kesukaannya.
“Baunya enak, nek,” Ujar Bianca.
“Tentu saja. Nenek akan menyuapi kamu,” Ujar neneknya.
Bianca mengangguk mengiyakan, kemudian dia membuka mulutnya. Dengan sabar Neneknya menyuapi Bianca, walaupun mereka tinggal berdua, tapi mereka sangat bahagia.
Setelah makanan habis, neneknya mengantar Bianca masuk ke dalam kamar.
“Kamu sebaiknya sekarang istirahat saja,” Ujar neneknya.
“Iya, nek,” Ujar Bianca mengangguk.
Setelah itu neneknya keluar dari kamar tidur, lalu mengerjakan pekerjaannya.
Dua jam berlalu.
Bianca yang terbangun akhirnya keluar dari kamar, dia mencoba meraba dinding supaya bisa keluar dari kamar tidur.
“Nek,” Panggil Bianca.
Namun, tidak ada sahutan dari luar, dan Bianca tahu jika tidak ada sahutan berarti neneknya tengah keluar.
“Pasti nenek sudah keluar untuk jualan,” Ujar Bianca.
Akhirnya Bianca mencoba untuk duduk di sofa ruang tamu sembari menunggu neneknya pulang berjualan.
Waktu berlalu, hari sudah mulai petang. Terdengar suara seseorang tengah membuka pintu.
“Nek,” Panggil Bianca.
Neneknya langsung menyalakan lampu, lalu dia menghampiri Bianca.
“Bianca,” Sahut neneknya.
“Nenek baru pulang?” Tanya Bianca.
“Iya, sayang,” Jawab neneknya.
Setelah itu neneknya duduk di sebelah Bianca, kemudian dia memegang tangannya.
“Ada apa nek?” Tanya Bianca.
“Kamu daritadi menunggu nenek di sini?” Tanya balik neneknya.
“Iya, nek,” Jawab Bianca mengangguk.
Nenek Bianca tidak mengatakan apapun lagi, dan membuat Bianca bingung dan cemas.
“Ada apa nek?” Tanya Bianca.
“Tidak apa-apa sayang,” Jawab neneknya.
“Apa ada sesuatu yang ingin nenek katakan?” Tanya Bianca.
“Tidak ada sayang. Nenek hanya melihat wajah kamu yang cantik seperti Ibu kamu,” Ujar Neneknya.
“Benarkah?” Tanya Bianca menyeringai.
“Tentu saja.” Jawab neneknya.
“Bianca tidak terlalu mengingat wajah mama,” Gumam Bianca.
Wajah Bianca terlihat sedih, lalu Neneknya langsung memeluk Bianca sembari mengelus punggungnya.
“Tenang saja sayang, kamu pasti akan bisa melihat lagi,” Ujar neneknya.
“Tapi biayanya mahal, nek,” Ujar Bianca.
“Iya. Nenek tahu. Tapi nenek ada sedikit tabungan,” Ujar neneknya.
“Nenek dapat uang dari mana?” Tanya Bianca bingung.
“Dari hasil jualan, sayang,” Jawab Neneknya.
Bianca merasa sedih dan bersalah, karna dia tidak bisa melihat dan membuat neneknya jadi terbebani.
“Maafkan Bianca, nek,” Ujar Bianca.
“Maaf untuk apa?” Tanya neneknya melepas pelukannya.
“Maaf, karna Bianca hanya bisa merepotkan nenek saja,” Ujar Bianca.
“Jangan berkata seperti itu. Kamu sama sekali tidak merepotkan nenek,” Ujar neneknya sembari mengusap rambut Bianca.
Namun, Bianca tetap saja merasa bersalah. Di dalam lubuk hatinya, Bianca merasa tidak berguna sebagai cucu.
“Sudah ya. Jangan terlalu dipikirkan,” Ujar neneknya.
Bianca mengangguk mengiyakan. Kemudian neneknya beranjak menuju dapur untuk masak makan malam. Sedangkan Bianca hanya duduk di ruang tamu sembari menunggu neneknya selesai masak.
“Apa yang bisa Bianca lakukan untuk membantu nenek?” Gumam Bianca.
Satu jam kemudian. Nenek Bianca sudah selesai masak, dan membawakan sepiring makanan untuk Bianca.
“Ayo makan!” Ajak neneknya.
Bianca mulai membuka mulutnya, lalu neneknya menyuapinya. Sembari Bianca makan, neneknya juga ikut makan. Walaupun makanannya hanya sederhana, tapi bagi Bianca itu sudah cukup.
“Masakan nenek selalu enak,” Ujar Bianca.
Neneknya tersenyum mendengar perkataan Bianca, walaupun cucunya tidak bisa melihat.
“Semoga kamu bisa terus tersenyum seperti ini,” Pinta neneknya.
Bianca mengangguk lalu berkata “Bianca akan selalu tersenyum untuk nenek.”
Rambut Bianca langsung dielus oleh neneknya, kemudian neneknya lanjut menyuapi Bianca hingga makanannya habis.
“Nek,” Ujar Bianca.
“Iya, sayang,” Sahut Neneknya.
“Apa besok Bianca boleh ikut nenek jualan?” Tanya Bianca.
“Tidak sayang,” Jawab Neneknya.
“Aku mohon, nek. Kali ini saja Bianca boleh ikut nenek jualan,” Pinta Bianca.
“Jika kamu ikut nenek jualan nanti bisa-bisa kamu kenapa-napa,” Ujar Neneknya.
“Tidak, nek. Bianca janji tidak akan terjadi apapun besok pada Bianca,” Ujar Bianca meyakinkan. “Bianca mohon, nek.”
Bianca mencoba untuk membujuk neneknya supaya dia bisa menemani neneknya besok karna dia tidak ingin hanya berdiam diri di rumah saja.
“Bianca mohon nek. Boleh ya,” Pinta Bianca.
“Baiklah, tapi besok kamu harus mengikuti perkataan nenek,” Ujar neneknya.
“Iya nek,” Ujar Bianca mengangguk.
Malam semakin larut, Bianca sudah terlelap tidur karna neneknya mengusap rambutnya.
---
“Nek, Bianca sudah siap,” Ujar Bianca.
Siang ini Bianca ikut neneknya untuk jualan, karna kemarin malam dia berhasil membujuk neneknya.
Neneknya melihat penampilan Bianca, lalu dia berkata “Bianca harus menuruti perkataan nenek ya.”
“Iya, nek,” Ujar Bianca.
Akhirnya mereka berdua berangkat untuk jualan. Nenek Bianca setiap hari berkeliling untuk berjualan, karna mereka membutuhkan tambahan uang untuk operasi mata Bianca.
Setelah beberapa jam berlalu, mereka berhenti sejenak. Nenek Bianca melihat cucunya yang berkeringat jadi tidak tega.
“Apa Bianca ingin pulang?” Tanya neneknya.
“Tidak nek. Bianca ingin menemani nenek jualan hingga selesai,” Ujar Bianca.
Ketika Bianca sudah berkeinginan maka neneknya tidak bisa melarang atau mencegahnya. Jadi neneknya membiarkan Bianca melakukan apa yang dia suka, dan inginkan asalkan bisa membuat cucunya tersenyum bahagia.
“Bianca tunggu di sini dulu. Nenek akan membeli minum,” Ujar neneknya.
“Iya nek,” Ujar Bianca mengangguk.
Nenek Bianca beranjak, dan meninggalkan Bianca duduk di bangku taman sendirian.
Tiga puluh menit berlalu.
Perasaan Bianca tidak enak, dan Neneknya yang tak kunjung kembali akhirnya membuat Bianca merasa khawatir.
“Nenek kemana? Kenapa belum kembali?” Gumam Bianca khawatir. “Katanya hanya membeli minum, tapi kenapa nenek belum kembali juga?”
Karna merasa khawatir, Bianca akhirnya beranjak dari tempat duduknya. Dia berjalan menuju arah yang tidak dia ketahui.
“Nek,” Panggil Bianca dengan berjalan yang meraba-raba.
Orang yang lewat hanya melihat Bianca, dan tidak membantunya. Tidak jauh dari taman ada kerumunan orang yang tengah mengerumuni sesuatu. Bianca menghampiri mereka karna dia mendengar suara bisingnya.
“Permisi, apa Anda melihat nenek-nenek di sekitar sini?” Tanya Bianca pada salah seorang dengan menunjukkan foto neneknya.
Ketika orang yang ditanyai melihat foto yang di bawa Bianca, dia langsung memberitahu Bianca dimana neneknya.
“Nenek kamu ada di sana,” Ujar orang tersebut sembari menuntun Bianca ke tempat neneknya.