1. My Uncle

1112 Words
Auberon Fahlevi. Terlalu muda untuk menjadi seorang profesor, tetapi terlalu jauh usianya untuk menjadi seorang kekasih dari gadis 20 tahun. Dia selalu mempertimbangkan soal umur, tapi selalu mengelak untuk cepat menikah sementara sudah menginjak kepala tiga. Karena apa? "Paman, aku sudah dewasa!" Wajah cantik yang merah padam itu bertutur menggebu. "Apa tidak bisa Paman lirik aku sedikit saja sebagai wanita?" Tentu tidak, tidak tahu kalau nanti. Ron menampilkan wajah datarnya, selain tidak bisa berekspresi, Ron juga tidak bisa untuk tidak tampan barang sekali. "Larissa, tidak ada seorang Paman yang memacari ponakannya." Itulah asal muasal jawaban dari kata tanya 'kenapa'. Sisanya, Ron tumpahkan alasan pada usia 35 tahunnya. *** "Jadi itu Pamanmu, Larissa?" Si ceroboh yang baru saja kepalanya dibalut perban akibat jatuh gara-gara memakai sepatu hak tinggi sehingga oleng dan kepalanya membentur sudut meja, adalah Larissa yang mengangguk sebagai jawaban. "Dan dia adalah seorang dokter?" Larissa tidak pernah bilang kalau pamannya itu berprofesi sebagai Profesor, bukan? "Astaga, aku mendadak meriang saat melihat wajahnya!" Larissa hanya mendengkus saja. Teman seperkantorannya itu memang sering berlebihan. Ya, meskipun Larissa akui kalau Ron tampan sehingga banyak orang sehat yang mengaku sakit, atau para wanita virgin yang merasa hamil dadakan sekadar untuk diperiksa. "Oh my God! Dia berjalan mendekati, pesonanya seperti halilintar yang memorak-porandakan bumi, sementara Pamanmu berhasil memorak-porandakan hatiku!" Ah.... Dia rempong sendiri. Larissa melirik Lucia, kawan baiknya di kantor. Lalu, atensi Larissa teralihkan saat dokter datang dan mengecek kondisinya. "Kamu sudah boleh pulang," ucap dokter yang derajat tampannya tidak humaniawi. "Ingat, jangan pakai sepatu hak tinggi lagi!" Meskipun memerintah, tapi intonasinya sejenis pernyataan. Apa Larissa sudah memberitahu soal karakter Ron yang sekolot usianya? Selain itu, Ron juga dimajaskan dengan balok es berjalan. Kemudian Ron itu, di tiap segala ekspresinya yang datar tersimpan sisi misterius yang ingin Larissa pecahkan. "Larissa, kamu dengar apa yang aku katakan?" Satu lagi, Auberon Fahlevi bisa jadi cerewet bin menyebalkan jika itu berurusan dengan Larissa. Tapi selalu bersikap dingin ketika Larissa berikan pertanyaan: Apa Paman sedang memedulikan aku? Iya. Dan Larissa berharap kepedulian itu sifatnya merujuk pada perasaan asmara. Tapi sepertinya Larissa salah, Ron peduli padanya sebatas status mereka antara paman dan ponakan. Uh! "Iya, Paman." Itulah Larissa Andromeda yang mencintai pamannya sendiri, gadis ceroboh yang berani mengungkapkan: Aku suka kamu! *** Sekembalinya Ron ke ruangan, dia disibukkan oleh berbagai jenis teori-teori kedokteran. Sehabis mengecek kondisi Larissa, Ron langsung tenggelam di dunia medisnya yang cemerlang. Memanfaatkan waktu luang, Ron duduk manis di singgasananya sambil membaca buku tentang istilah Obgyn. Ron pasti belum--dan sepertinya tidak akan bercerita kalau posisinya di rumah sakit ibu dan anak ini adalah sebagai dokter kandungan. Yeah, untuk pemberitahuan yang ini anggap saja dia keceplosan. Spesialis Obestetri and Ginekologi (SpOG) merupakan gelar yang Ron emban, SpOG biasa dikatakan dengan istilah dokter kandungan. Mengecek kondisi Larissa semata-mata dia adalah dokter umum, padahal nyatanya dia ikut nimbrung dengan alasan 'Saya Pamannya' kepada dokter yang membalut perban di kepala Larissa hingga dia dapat ikut serta dan tahu mengenai kondisi Larissa yang tidak perlu rawat inap. Ron berdeham. Sudah terlalu jauh pembahasannya tentang Larissa hingga bacaan ginekologi ngeblur seluruhnya. "Dokter Ron!" Kebetulan ada suster yang datang di ruangannya. Ron mendongak. "Ada pasien yang akan melahirkan!" Di situlah ranah Ron yang sesungguhnya. *** "Serius kamu baik-baik saja? Padahal kamu bisa absen tanpa harus terpotong gaji," seloroh Lucia. Larissa tersenyum menanggapi. "Aku terlalu sehat untuk tidak lanjut bekerja, Cia." "Tapi kepalamu--" "Sudah disentuh tangan Paman yang memiliki kekuatan magis hingga aku merasa sehat maksimal, percayalah." Dan Lucia tahu kalau Larissa Andromeda adalah bucin pamannya. Ah, drama semesta ini ada-ada saja. Cia ingin protes kepada yang menciptakan, tapi apalah dia yang hanya sebatas figuran. "Baiklah, aku percaya apa katamu." Sekalipun Lucia mengerling. Akhirnya mereka pun berhenti bicara setelah taxi menempatkan mereka di depan kantor sipil. Larissa bekerja di sana setelah mendapatkan gelar sarjana hukumnya. Dia lulus dengan nilai terbaik hingga diwisuda dengan cepat, bahkan saat sekolah dulu pun Larissa merupakan murid akselerasi. Otaknya jenius sekali. Tapi si jenius Larissa tidak mau menjadi sibuk hingga waktunya habis untuk bekerja. Dia memilih option kerja yang tidak menghabiskan banyak waktu, sebab separuh waktunya dia gunakan untuk mendapatkan hati Ron. Pamannya yang super sibuk itu mencoba Larissa taklukan dengan waktunya yang berharga. Ron sudah sibuk, tidak mungkin Larissa menempatkan diri sebagai orang sibuk juga, kan? Kalau sama-sama sibuk, lalu bagaimana bisa ada harapan untuk bersama? Karena wanita jenius itu bercita-cita sebagai ibu rumah tangga dari pamannya saja. Kelak, saat sudah tercapai Larissa akan berhenti berurusan dengan kantor sipil. Ya. Lihat saja nanti! *** Ron memijat pelipisnya. Dia sudah membantu para ibu mengeluarkan banyak nyawa baru dari kandungannya. Hari ini, kenapa banyak sekali ibu hamil yang melahirkan? Sampai malam tiba Ron melepas jas dokternya, menaruh jas itu di gantungan dan kemudian meraih tasnya. Dia bergegas pulang. "Paman!" Dan saat tiba di rumah disambut riang oleh Larissa. "Biar aku yang bawakan tasmu." Ron mengangguk saja, dia melipat lengan kemeja dan melepas dua kancing teratas bajunya. Duduk di sofa sambil menikmati segelas air putih yang selalu tersedia di sana, Larissa yang menyediakannya. "Apa Paman sudah mandi?" Pertanyaan-pertanyaan kecil selalu Larissa lontarkan, dan selalu Ron tanggapi dengan anggukan. "Tapi Paman belum makan malam, kan?" "Kamu masak apa hari ini?" Larissa bersemu. Ya ampun, ya ampun! Sudahkah perannya di rumah ini menyerupai istri idaman para suami? "Telur dadar." Belum. Wahai mikroba yang berjajar di pintu Neraka, bisakah Larissa merasa bangga dengan kemampuan memasaknya yang nihil? Kenapa dia hanya lihai dalam memecahkan telur sehingga tiap kali memasak untuk Ron adalah olahan dari hasil persilangan antara ayam jantan dan betina? Melihat Larissa yang menunduk, Ron bangkit menghampiri meja makan. Dia tanpa banyak bicara memakan hidangan yang telah Larissa sajikan. "Larissa..." Ya. Gadis itu terharu, dia jadi semakin yakin untuk menaruh hatinya kepada lelaki itu saja. Pamannya selalu menghargai apa yang dia berikan. "Berapa banyak garam yang kamu masukkan?" Nadanya sedatar papan selancar. Ron bertanya demikian setelah menelan satu suapan nasi dan telur dadar buatan Larissa. Wajah yang bersemu itu makin merah saja. Larissa cepat-cepat mendekati Ron dan merampas makanannya. Malu. "Jangan dimakan, Paman! Kita beli makanan di luar saja." Ekspresi Ron seperti orang yang tidak bicara, apalagi bertanya. Terlalu datar untuk satu kata yang keluar dari lisannya. Yakni, "Kenapa?" Tak ada jawaban. Sambil menarik kembali piring dalam genggaman Larissa, Ron menyuapkan isinya, menelan, dan berucap, "Aku tidak akan mati hanya karena telur dadarmu yang asin." Dari kalimat itu, hati Larissa langsung bersorak hip-hip hura-hura. Detakkan jantungnya tidak bisa selow. Terlebih lagi wajahnya, habis terbakar karena semu malu-malu. Sekalipun yang namanya Auberon Fahlevi itu tidak ada ekspresi yang menunjukkan arti lain dari berkata seadanya. Dan yang menjadi menarik adalah kenyataan bahwa mereka hidup di bawah atap yang sama. Bukankah dengan begitu cerita ini jadi semakin menakjubkan? ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD