Selamat membaca
5 bulan kemudian.
Entah sejak kapan, tapi semenjak mengandung, Sahara sering memasak untuk Brandon. Walaupun sikapnya masih dingin kepada Brandon.
Dan itu sudah lebih dari cukup untuk Brandon. Ia tidak mengharapkan hal yang lebih lagi. Sahara mau memasakkan makanan untuknya saja, ia sudah sangat bersyukur. Brandon juga sadar diri, rasanya tidak pantas jika ia menerima kebaikan Sahara setelah apa yang ia lakukan kepadanya.
Brandon terus memandangi Sahara yang sedang sibuk menyajikan makanan di meja makan untuk sarapan.
Ia tersenyum lebar saat melihat tubuh Sahara yang semakin berisi.
Dan itu membuat Brandon ingin memeluk tubuh itu karena Sahara terlihat sangat sexy. Ditambah lagi sekarang Sahara lebih sering memakai daster tipis semenjak hamil.
Setiap harinya Brandon selalu mati-matian menahan gejolaknya untuk menyetubuhi Sahara, karena ia takut membahayakan anaknya. Dan juga Sahara pasti tidak akan pernah mau melakukan hubungan intim dengannya.
Brandon menghela napas pelan.
Ia buru-buru menghilangkan pikiran kotornya itu. Ia harus sadar jika ia tidak pantas memiliki Sahara.
Brandon mengerenyitkan dahinya ketika melihat raut wajah Sahara terlihat murung saat dia membaca surat yang baru dia terima.
Brandon langsung mempercepat langkahnya untuk menghampiri Sahara.
Tanpa sadar Brandon langsung memeluk tubuh Sahara. Sungguh ia tidak tahan saat melihat Sahara bersedih.
"Kamu kenapa?" Tanya Brandon khawatir dan mengelus rambut Sahara lembut.
Sahara mendorong d**a Brandon kasar.
Ia menatap Brandon dengan tatapan benci dan langsung melempar kasar surat yang ia pegang tepat di hadapan Brandon.
"Beasiswa aku di cabut! Karena aku tidak pernah absen. Dan itu semua gara-gara kamu!" ucapnya dengan nada tinggi.
Brandon menatap Sahara sendu. Hatinya berdesir perih saat Sahara menatapnya dengan penuh kebencian.
"Maafkan aku," lirihnya penuh penyesalan.
Sahara berdecak.
"Kamu pikir permintaan maaf bisa mengembalikan semuanya?! Hah?! Tidak bisa!!" Bentak Sahara kasar.
Rasa bersalah langsung menjalar melingkupi seluruh perasaan Brandon.
"Kamu masih bisa kuliah, aku akan membiayai semuanya," ucap Brandon dengan nada yang teramat lembut.
"Aku tidak butuh bantuanmu!! Aku akan melanjutkan kuliah di Indonesia!" ucapnya ketus.
Deg
Brandon merasa hatinya seperti di remas. Jantungnya berdetak dua kali lebih cepat saat mendengar kata Indonesia. Brandon selalu merasa was-was, sungguh dari lubuk hatinya yang paling dalam ia tidak rela melepas Sahara. Bolehkah ia egois?
"Kamu bisa melanjutkannya di sini setelah melahirkan nanti. Dan aku yang akan menjaga anak kita," bujuk Brandon.
"Anak kita?" Tanya Sahara sinis.
"Apa kamu lupa? Aku tidak pernah menginginkan anak ini!" Ucap Sahara menusuk hati Brandon.
Napas Brandon tertahan.
Ucapan Sahara berhasil membuat hatinya terluka.
Brandon tersenyum kecut.
"Kamu boleh membenciku, tapi tolong jangan membenci anak kita. Dia tidak bersalah," ucapnya sendu.
"Aku tau, tapi rasa benciku kepadamu terlalu dalam, hingga aku juga membenci anak ini!" Ucap Sahara dingin dan langsung meninggalkan Brandon yang terdiam.
Untung saja hati tidak bisa bicara jika ia bisa bicara. Mungkin saat ini ia sudah menjerit kesakitan.
Itulah yang Brandon rasakan.
Ia hanya bisa memendam rasa sakit itu sendirian tanpa ada yang mengetahuinya.
*****
Hari ini adalah hari Minggu, karena itu Brandon tidak bekerja.
Jam sudah menunjukkan pukul 12.13.
Dan sudah waktunya Sahara meminum s**u kehamilannya.
Sahara menuruni tangga perlahan menuju dapur.
Setelah ia tiba di dapur. Ia melihat Brandon juga berada di sana.
Ia tidak bisa melihat dengan jelas apa yang sedang dilakukan Brandon, karena dia membelakanginya. Tapi dia terlihat sedang mengaduk sesuatu.
Brandon membalik tubuhnya sambil membawa segelas s**u.
Ia tersentak kaget saat melihat Sahara berada tepat di belakangnya.
"Padahal aku ingin ke kamar kamu memberikan ini, tapi ternyata kamu sudah di sini. Minumlah, aku sudah membuatkannya untukmu," ucap Brandon lembut dan menyerahkan segelas s**u kepada Sahara.
Sahara menatap Brandon dengan tatapan yang sulit di jelaskan.
Ia heran kenapa Brandon masih bersikap baik dengannya. Padahal Sahara tau jika ucapannya tadi pagi pasti menyakiti hati Brandon.
Tiba-tiba ia merasa bersalah atas sikapnya kepada Brandon.
Sahara merasa ucapannya tadi pagi sangat keterlaluan. Tidak seharusnya ia berkata kasar seperti itu kepada seseorang yang ingin membantunya.
Pagi tadi ia benar-benar terbawa emosi jarena ia mendadak mengingat perbuatan buruk Brandon kepadanya dulu.
Tapi beberapa bulan terakhir ini Brandon terlihat berubah. Bukan hanya terlihat! Bahkan sangat-sangat berubah dan jauh berbeda dari Brandon yang dulu.
Sahara mengambil gelas di tangan Brandon.
"Terima kasih," ucap Sahara tulus dan tersenyum lembut ke arah Brandon.
Brandon membelalakkan matanya lebar.
Apa ia tidak salah dengar?
Apa ia tidak salah lihat?
Sahara tersenyum ke arahnya?
Brandon langsung tersenyum lebar. Ia tidak bermimpi, ini nyata.
Seharusnya ia merekam moment ini. Moment yang sangat-sangat berharga saat Sahara tersenyum ke arahnya.
Senyuman yang berhasil menghipnotisnya dan membuat hatinya menghangat, bahkan berbunga-bunga.
Brandon menyusul Sahara duduk di sofa depan tv.
"Bagaimana? Enak?" Tanya Brandon antusias setelah Sahara selesai menghabiskan susunya.
Sahara mengangguk.
"Aku suka," jawabnya lembut.
Wajah Brandon langsung memerah.
Ia berusaha keras untuk menahan senyum.
Tiba-tiba Sahara memeluknya dan menyenderkan kepalanya di d**a Brandon.
Brandon terlonjak kaget.
"Eh?"
Sahara melepas pelukannya.
"Kenapa? Kamu tidak suka?" Tanyanya sedih.
Brandon langsung merasa tidak enak.
"Apa yang kamu katakan? Aku sangat menyukainya," ucap Brandon lembut dan memeluk tubuh Sahara erat.
Dan ketika mata mereka bertemu.
Brandon benar-benar tidak tahan lagi, matanya sudah di penuhi gairah.
"Apakah aku boleh___" Brandon terhenti. Ia seperti ragu untuk melanjutkan ucapannya.
Sahara mengelus wajah tegas Brandon perlahan.
"Aku mengijinkannya," ucapnya tersenyum lembut.
Brandon ternganga mendengar ucapan Sahara.
"Benarkah?" Tanyanya tidak percaya.
"Apa kamu ingin aku berbohong?" Tanya Sahara balik.
Brandon langsung mengeleng-gelengkan kepalanya cepat.
"Tapi bagaimana dengan?" Tanyanya ragu sambil melirik perut Sahara yang sudah membesar.
"Dia akan baik-baik saja. Bukankah kamu juga ingin mengunjunginya?"
Brandon mengangguk antusias.
"Aku akan melakukannya hati-hati," ucap Brandon serak dan langsung mengecup bibir Sahara.
Brandon melumat bibir Sahara lembut, sesekali menghisapnya dan memberikan gigitan kecil. Bibirnya semakin turun ke leher mulus Sahara dan memberikan tanda merah yang pekat.
"Ahhhhh!" desah Sahara.
Saat Sahara masih menikmati sentuhan Brandon di tubuhnya. Tiba-tiba ia tersenyum sinis.
Hey!! Siapa bilang Sahara tidak menyimpan dendam? Ia memang merasa bersalah, tapi hanya sebatas itu.
Brandon memang sudah berubah, tapi itu tidak membuat Sahara lupa dengan perbuatan buruknya dulu kepadanya.
Dan itu tidak menyurutkan niatnya sejak awal untuk balas dendam. Sahara ingin melihat Brandon hancur. Seperti saat Brandon menghancurkan masa depannya dan membuat hidupnya berantakan.
Ya, Brandon juga harus merasakan penderitaannya.
Sahara akan membuat Brandon mencintainya sampai bertekuk lutut.
Dan mungkin setelah melakukan hubungan intim dengan Brandon. Rasa bencinya semakin bertambah.
"Aku ingin membuat moment terindah bersamamu," bisik Sahara serak tepat di telinga Brandon.
Dan setelah itu aku akan pergi meninggalkanmu! Batin Sahara sinis.
TBC.