"Maachan...,"
Aku sudah melakukan semua hal yang kubisa.
"Maachan~"
Padahal aku, sudah menghabiskan banyak waktu di rumah seperti yang dia mau. Tapi...,
"Maachan~"
kenapa dia seperti tutup mata kalau aku juga butuh diperhatikan?!
"Hiks, Maachan~"
Bisa-bisanya dia terus seperti itu dan mem— "Oi, sedang apa kau? Yuki memanggilmu sejak tadi?"
"Huh?" Aku menoleh dan menemukan anak semata wayangku sedang menangis sambil menarik-narik ujung celanaku.
Gah, sial. Kalau bukan karena isi kepalaku dipenuhi oleh orang menyebalkan itu, mungkin dia tidak akan menangis seperti ini.
Kuangkat Yuki ke dalam gendonganku dan menyeka air matanya yang sudah memenuhi pipinya.
Ah, memang penghiburku hanya anak ini. Meski kadang aku kerepotan mengurusnya tapi
