Hari-H

1280 Words
“Sampai akhir pun masih tetap dirahasiakan rupanya,” gumam Kirana saat melihat undangan yang diberikan padanya. Undangan tersebut tentu saja untuk pernikahan Kaivan dan kekasihnya yang ternyata memiliki inisial yang sama. Kirana pikir jika undangan pernikahan Kaivan pada akhirnya akan menunjukkan identitas sang calon istri, tetapi pada akhirnya Kirana harus menelan kekecewaan. Setelah tidak bisa melakukan fitting baju sama sekali pada mempelai wanita, hingga H-1 pernikahan pun, Kirana bahkan tidak mengetahui siapa klien wanitanya. Memangnya apa yang membuat Kaivan merahasiakan identitas calon istrinya hingga seperti ini? Kirana tidak bisa memahaminya. “Bu, semuanya sudah siap,” ucap Tya melaporkan pada Kirana. Kirana yang mendengar hal itu pun mengangguk. “Kalau begitu ayo. Tya tolong menyetir ya, aku terlalu lelah. Bisa gawat jika aku yang menyetir,” ucap Kirana sembari memberikan kunci mobilnya pada Tya. “Siap, Bu!” seru Tya lalu beranjak terlebih dahulu untuk menyiapkan mobil. Kini, Kirana dan Tya memang harus beranjak menuju tempat di mana pernikahan antara Kevin dan kekasihnya akan dilangsungkan. Karena esok hari keduanya harus membantu sang mempelai wanita untuk mengenakan kebaya dan gaun resepsi yang sudah disiapkan, jadi Kaivan ternyata sudah menyiapkan akomodasi untuk mereka di resort mewah yang memang menjadi tempat berlangsungnya acara pernikahan dan respesi tersebut. Mungkin setelah acara selesai, Kirana akan menyewa kamar lebih lanjut untuknya dan Tya. Sepertinya memang sudah saatnya mereka beristirahat sejenak karena sudah melakukan pekerjaan berat dalam beberapa minggu ini. Semenjak resmi memiliki butik, dan merancang karyanya sendiri, Kirana memang belum mendapatkan waktu istirahat yang pantas. Pantas saja rasanya terlalu lelah. Jadi, rasanya tidak berlebihan jika Kirana mendapatkan waktu berlibur yang menyenangkan. Begitu Tya mengendarakan mobil, Kirana memilih untuk memejamkan mata. Ia harus memanfaatkan waktu sebaik mungkin istirahat. Jika ada waktu, ia harus segera tidur. Karena nanti, saat bertemu dengan mempelai wanita, Kirana akan memaksa untuk melakukan fitting untuk memastikan jika kebaya dan gaun yang sudah ia persiapkan memang sesuai. Walaupun sebenarnya Kaivan sudah mengatakan berulang kali, jika pasti semuanya akan pas untuk calon istrinya. Hanya saja, Kirana tentu saja tidak bisa percaya begitu saja, sementara ia tidak melihat dengan mata kepalanya sendiri. Saat Kirana terlelap dengan begitu nyenyak, maka Tya terlihat begitu fokus mengendarai mobilnya. Membutuhkan waktu sekitar satu jam, hingga mereka benar-benar mencapai tempat yang mereka tuju. Begitu sampai, Tya memarkirkan mobilnya dengan benar terlebih dahulu, sebelum membangunkan bosnya yang masih terlelap. Kirana yang memang mudah dibangunkan, segera terbangun dan memakai masker sebelum turun dari mobil. Kirana memang memiliki kebiasaan untuk menutupi wajahnya ketika baru saja bangun tidur, karena wajahnya mungkin akan terlihat agak bengkak dan sangat lelah. “Hati-hati,” ucap Kirana pada orang-orang yang membantu memindahkan manekin dan beberapa aksesoris pelengkap lainnya. Kirana menunjukkan undangan dan tanda pengenal pada staf hotel yang menyambut. Karena itulah, staf hotel tersebut segera mengantarkan Kirana dan rombongan menuju kamar hotel yang akan digunakan sebagai ruang ganti dan ruang rias pengantin wanita nantinya. Kirana berulang kali mengatakan pada orang-orang yang membantunya untuk berhati-hati, apalagi saat memindahkan manekin kebaya dan gaun. Setelah semuanya dibereskan di ruangan hotel khusus itu, Kirana kembali memastikan semuanya sudah tertata rapi. “Ah, untuk manekin dan kotak aksesoris itu tolong dibawa ke ruangan Tuan Kaivan,” ucap Kirana. “Baik, Bu,” ucap orang yang bertugas. “Mari, saya antarkan ke kamar kalian,” ucap staf hotel. Barulah Kirana tahu jika ternyata ia dan Tya mendapatkan kamar yang terpisah. Keduanya juga kamar-kamar VIP dengan fasilitas terbaik. Terlihat dengan jelas Kaivan tidak mencemaskan apa pun mengenai uang, hingga tidak cemas untuk menyediakan tempat menginap semahal ini. Baru saja Kirana akan berbaring di ranjang, seseorang sudah mengetuk pintu kamarnya. Kirana mengerang kesal, karena rasanya ia belum mendapatkan waktu untuk istirahat yang layak. Namun tak ayal, Kirana beranjak untuk membukakan pintu, dan ternyata Kaivan lah orang yang mengetuk pintunya. Kirana pun segera bertanya, “Apa mempelai wanita sudah datang? Bisa coba kebaya dan gaunnya terlebih dahulu?” Kaivan yang mendengar hal itu menggeleng. “Tidak. Calon istriku tidak akan mencobanya. Dia akan menggunakannya saat akan akad nikah nanti,” ucap Kaivan membuat Kirana menghela napas pendek. “Lalu ada apa? Apa ada masalah dengan pakaianmu?” tanya Kirana. Kaivan menggeleng dan menjawab, “Aku datang untuk mengajakmu melihat dekorasi pesta.” Kirana pun tersenyum dengan sudut bibir berkedut. Hal tersebut terjadi, karena saat ini Kirana benar-benar tengah terpaksa tersenyum. Jelas saja, Kirana merasa sangat aneh karena Kaivan mengajaknya seperti ini. “Aku rasa, Tuan salah mengajak orang. Bukan aku yang harusnya diajak untuk melihat dekorasi pesta, tetapi calon istri Tuan.”       ***         “Ini sudah jam tujuh. Apa mempelai wanitanya masih belum sampai? Jika lebih dari ini, kami yang bertugas untuk meriasnya pasti akan kesulitan,” ucap Kirana mewakili MUA yang dipekerjakan untuk hari penting tersebut. Ini adalah hari H, di mana pernikahan yang menyedot perhatian publik akan dilaksanakan. Hanya saja, sebuah masalah yang tidak terduga tiba-tiba terjadi membuat semua orang cemas. Mempelai wanita yang memang sejak awal dirahasiakan identitasnya, hingga saat ini tidak terlihat batang hidungnya. Padahal, ini sudah lewat dari jam di mana mempelai wanita sudah mulai dirias. Lebih dari ini, maka mereka harus menunda akad nikah yang sudah ditentukan waktunya tersebut. Pemilik WO yang memang bertugas untuk mengatur keberlangsungan acara terlihat cemas. Ia berniat untuk menghubungi seseorang, tetapi Kaivan yang sudah mengenakan pakaian adat serba putih terlihat memasuki ruang rias dengan tenang. Kaivan tampak sudah siap untuk melakukan akad. Tidak ada sedikit pun ekspresi panik atau cemas di wajah tampannya, padahal semua orang yakin jika Kaivan sendiri sudah tahu kondisi seperti apa yang tengah terjadi saat ini. Kaivan duduk dengan santai di sofa, dan dirinya sukses menjadi pusat perhatian orang-orang. Kaivan lalu mengeluarkan sebuah surat dari saku jasnya dan berkata, “Dia tidak akan datang, karena sudah melarikan diri ke luar negeri.” Tentu saja semua orang yang mendengarnya terkejut. Pertama, mereka tidak mengerti dengan alasan seperti apa yang membuat mempelai wanita meninggalkan calon suami sesempurna Kaivan. Kedua, mereka bertanya-tanya, akan kelangsungan acara pernikahan ini. Karena semuanya sudah siap, tamu undangan yang sudah datang sejak kemarin—sebab Kaivan menyediakan akomodasi untuk para tamu undangan VIP—pastinya telah bersiap, dan media massa juga sudah bersiap untuk meliput berita mengenai pernikahan Kaivan Prayat Mahaswara, sang pengusaha kaya raya yang juga adalah penerus dari keluarga konglomerat tersebut. “Lalu sekarang apa yang harus kami lakukan, Tuan? Bukankah acara ini harus dibubarkan karena memang sudah tidak bisa dilanjutkan?” tanya pemilik WO yang sebenarnya adalah orang yang memang sudah dikenal dekat oleh Kaivan, atau bahkan bisa disebut sebagai sahabat. Kaivan menggeleng. “Tidak bisa. Aku harus tetap melanjutkannya. Aku tidak mungkin menghentikan pernikahan yang akan berlangsung beberapa jam lagi.” “Tapi kita tidak memiliki mempelai wanita, Kaivan! Jangan gila!” seru pemilik WO mulai marah karena Kaivan yang terlewat santai dan keras kepala untuk situasi segenting ini. Jelas, bagi orang-orang saat ini sudah tidak ada pilihan lain, selain menghentikan acara pernikahan tersebut. Tentu saja mereka juga memikirkan Kaivan dan keluarganya. Jika sampai terus dilanjutkan, bukannya Kaivan sendiri yang nantinya akan lebih dipermalukan? Kaivan hanya menyeringai tipis, seakan-akan dirinya sudah memiliki rencana yang bisa mematahkan pemikiran orang-orang. Bagi orang yang sudah mengenal Kaivan sejak lama, tentu saja bisa memahami betapa Kaivan adalah seseorang yang selalu memiliki satu langkah yang ia selalu ia sembuyikan dari pandangan orang-orang. Seolah-olah, Kaivan bisa memprediksi apa yang akan terjadi di masa depan, atau apa yang terjadi sesaat kemudian. Karena itulah, Kaivan selalu unggul daripada orang lain. “Aku rasa, aku memilikinya,” ucap Kaivan lalu menatap Kirana yang terlihat sibuk dengan dunianya sendiri. Hingga, Kirana pun sadar bahwa semua orang tengah menatapnya, dan tahu apa yang mereka pikirkan. Kirana membulatkan matanya dan menolak tegas, “Tidak! Rencana gila apa ini?! Aku tidak mau melakukannya, dan jangan berpikir untuk memaksaku!”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD