Menggambar

1111 Words
Keadaan berubah, Navo tidak pindah sekolah. Karena Sari mengakui kebohongannya sendiri, yang sudah dengan sengaja mencoreng nama baik Navo juga keluarganya, maka pihak sekolah bertindak tegas dengan mengeluarkan Sari dari sekolah. Karena yang disebabkan oleh Sari bukan hanya melakukan pencemaran nama baik, tapi juga mencoreng nama baik sekolah.  Lander adalah orang dibalik pengakuan Sari. Dia menggunakan kecerdasannya kali ini dengan baik. Laki-laki itu mempengaruhi Sari dengan sedikit mengancamnya, hingga akhirnya Sari memilih mengakui, kalau video itu sengaja diedit dan dipotong. Tidak ada yang tahu tentang ini, kecuali Navo.  Tentu karena hal tersebut, beberapa orang malah berpikir kalau Navo menggunakan kekuasaan papanya untuk menindas Sari, hingga membuat gadis malang itu memilih mundur. Tapi semua pemikiran itu tidak bertahan lama, karena setelahnya beredar foto di kalangan anak-anak, saat Sari tengah berciuman dengan Delon, padahal saat itu Sari tengah berpacaran dengan Navo. Respect mereka berbalik, dan membandingkan bagaimana karakter Navo juga Sari.  "Dia memang jahat!" Zoya melihat foto yang diambilnya beberapa bulan lalu, itu kini dilihat oleh banyak orang di grup kelasnya, dan yakin pasti juga ada di grup kelas lainnnya. Navo tidak seharusnya menyebarkan foto ini. "Apa?" Tisa yang duduk di depannya merasa Zoya mengatakan sesuatu.  "Lo kumpulin dulu aja, gue masih akan perbaiki ini!" Meskipun Zoya tidak yakin bisa memperbaiki cat air yang tampak kacau di atas buku gambarnya. Dia tidak suka pelajaran seni, karena kekacauan seperti itu yang akan dia ciptakan.  "Yakin?" Tisa sudah selesai sejak tadi, dia menggambar kupu-kupu, dan kini gambarannya juga sudah selesai terwarnai. Melihat bagaimana Zoya cukup tertekan, dia pun setuju untuk mengumpulkan gambarnya lebih dulu. "Ya udah cepet selesaikan!"  Zoya meletakkan ponselnya. Dia seharusnya hanya melihat pada gambar di ponselnya yang dia ambil dari aplikasi, dan mencontoh gambar tersebut. Tapi malah melihat hal lainnnya yang ada di ponselnya.  "Zoya, ujian tertulis kemarin kamu memang tidak di bawah rata-rata, tapi nilai praktek terlalu rendah. Usahakan tugas kali ini lebih serius lagi!" Guru sudah memegang hasil gambaran anak-anak lainnnya, hanya Zoya yang belum mengumpulkan tugasnya. Alasannya karena cat air belum kering, tapi guru itu tahu Zoya mungkin agak lambat dalam hal ini.  "Ya, Pak!" Zoya agak merasa malu dan juga kesal.  Di ingatannya, dia akan mengulang tugas ini di akhir semester. Karena setidaknya harus memiliki satu tugas praktek yang tidak dibawah rata-rata. Dia buruk di praktek, karena menurutnya seni butuh sedikit bakat.  "Santai Zo. Ini Lo harus kasih gradasi. Agar gambar buahnya terlihat!" Tisa sebenarnya juga hampir memaki, Zoya malah memperburuk gambarannya sendiri, dengan warna-warna itu.  "Iya!" Zoya menjawab dengan patuh, dia langsung mengambil warna cat yang lebih gelap untuk mempertegas tapian buah. Tisa melihat pada wajah Zoya. Sungguh, dia mencoba untuk bersabar. Zoya memang sangat cantik, tinggi dan langsing. Pintar berbahasa Inggris, cukup baik di beberapa mata pelajaran, meskipun sempat mengalami penurunan nilai. Tapi dalam seni, Zoya menunjukkan kalau gadis itu masih manusia. Memiliki kekurangan sama seperti manusia lainnnya.  "Lo kantin aja dulu. Gue bawa bekal!" Zoya tahu dia masih sangat lama, belum lagi masih harus mengeringkan cat air di gambarannya. Sepertinya dia terlalu banyak mencampur air dalam cat warna di palatnya.  Tisa lapar, dia setuju untuk pergi ke kantin. "Ya udah. Lo juga makan aja dulu abis ini!"  Zoya sangat serius, dia tidak menggambar pemandangan seperti yang ada diingatannya. Menggambar yang lebih mudah, satu buah apel merah. Entah bagaimana, meskipun berbentuk apel, tapi sulit untuk mengatakan kalau itu apel.  "Sini gue bantu!"  Zoya mengangkat pandangannya, seperti yang dia kira jika itu adalah suara Lander. Tapi kenapa laki-laki itu peduli? Apakah hanya meledek atau memang tulus menawarkan bantuan?  Melirik ke sekelilingnya, beberapa anak lain yang masih di kelas tengah melihat padanya. Salah satunya adalah Alam. Tapi saat dia menatapnya, Alam langsung menunduk.  "Mau dibantu apa enggak?" Lander jadi agak ngegas, karena Zoya malah melihat ke arah lainnya.  "Gak usah deh. Gue gak mau ngerepotin elo!" Zoya akan menambah warna, agar bisa menciptakan gradasi. Tapi kemudian Lander merebut kuas dari tangannya. Tentu dia terkejut. "Lander!"  "Lo akan bikin kertasnya berlubang. Kenapa sih Lo gak bisa apapun!" Lander tidak tahu harus memperbaiki dari mana, karena semuanya terlihat sulit.  "Gak usah gitu juga ekspresinya. Sok banget!" Zoya tidak suka dengan ekspresi frustasi yang ditunjukkan Lander. Seolah-olah dia memang sangat buruk.  "Gue udah berusaha semaksimal mungkin. Tapi anak bayi aja bisa lebih baik dari Lo!" Lander akhirnya memilih menggambar di kertas lain.  Melihat Lander mengganti menggambar di kertas baru, Zoya menghirup napas dalam menahan kesal. "Bayi mana bisa pegang kuas!"  Lander hanya bereaksi dengan melirik Zoya sebentar. Dia kemudian mulai menggambar. Sambil meminta Zoya untuk memperhatikannya. "Tangan Lo jelek! Makanya gambar gini doang gak bisa!" Lander menggambar dengan mudah. Dan meremehkan Zoya dengan mimik wajahnya.  Tentu Zoya sudah mencoba sabar. Dia tidak menyangka akan tetap diomeli oleh Lander, meskipun telah melewati masa ini untuk kedua kalinya. Apakah dia hidup untuk direndahkan oleh laki-laki itu? Sangat lucu! "Ya udah, memangnya kenapa kalo tangan gue jelek. Penting kan gue cantik!" Zoya menyombongkan hal baik tentang dirinya, dan setelah itu Lander tidak buka suara lagi. Sepertinya kali ini Lander tidak bisa membantah tentang kecantikannya yang nyata benar adanya. Di sisi lain, Alam terus memperhatikan dari jauh. Mendengarkan bagaimana Lander berbicara kasar, tapi tetap bisa dekat dengan Zoya. Sedangkan dia, meskipun berbicara lembut pun mungkin masih tidak layak.  Wajah kesal Zoya benar-benar alami, tapi masih sangat cantik dan menggemaskan. Alam pikir, siapa yang nanti cukup beruntung bisa mendapatkan cinta gadis itu dan menjadi rekan hidupnya. Tentu alam berharap itu bukan Lander, karena laki-laki itu selalu menyakiti Zoya.  Saat itu muncul orang ketiga diantara Lander dan Zoya. Dan langsung mengambil alih kuas dan gambaran yang sedang mereka kerjakan.  "Aku aja yang bantu ya. Aku bakal tunjukin skill istimewa!" Raksa sudah duduk dan mulai menggambar, terlihat sangat menikmati apa yang dilakukannya, juga kesombongan atas kemampuannya.  Lander merasa marah, laki-laki itu tanpa ba-bi-bu langsung mengambil alih gambarannya. Apalagi terdengar sangat sombong. Saat melihat ke sampingnya, Zoya juga tengah melihat pada gambaran Raksa. Membuatnya semakin kesal saja.  "Pergilah!" Raksa mengangkat pandangannya, menatap pada sosok Lander yang juga tengah menatapnya tajam.  "Ck, kekanakan!" Lander langsung beranjak pergi. Dia melirik pada Zoya yang malah tersenyum padanya.  Setelah Lander pergi, Raksa meminta Zoya duduk lebih dekat. "Kamu masih menyukainya? Kenapa diam saja saat dia bicara omong kosong?"  "Dia Malu, padahal pengen deket, tapi caranya aja agak menyebalkan! Hem, dia memang selalu menyebalkan!" Zoya tersenyum miring membayangkan Lander di ingatannya jauh lebih menyebalkan dari ini.  "Okay. Ayo kita selesaikan!" Raksa menunjukkan senyum dan memberikan kuas pada Zoya, dia mengambil kuas milik anak lain untuk digunakannya. Saat itu, pandangannya bertemu tatap dengan laki-laki yang wajahnya dia kenali. Merinding, Raksa berusaha untuk tidak terganggu dengan keberadaannya.  Alam juga menyadari, Raksa bersikap aneh setelah melihatnya. Dia cukup penasaran, karena sebelumnya tidak pernah bermasalah dengan anak itu. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD