Zoya kembali ke kelas, dia tidak tahu kenapa beberapa orang terlihat sedang berbisik-bisik di belakangnya. Saat sudah di tempat duduknya, Zoya merasa beberapa orang diam-diam melirik padanya. Dia biasa menjadi bahan pembicaraan, tapi perasaannya kali ini mengatakan kalau ada yang tidak benar.
"Tisa, apakah terjadi sesuatu?" Zoya mengusap pundak Tisa, dan gadis itu juga langsung menoleh ke belakang.
"Jangan pikirkan, kerjakan saja tugasmu!" Tisa tidak memberitahu, dia sedang marah, tapi tetap menjawab pertanyaan Zoya seperti biasanya.
"Hm!" Zoya setuju dengan Tisa, dia memeriksa tugas yang harus dikerjakan. Sambil sesekali melihat penasaran pada teman-temannya. Mereka benar-benar mencuri pandang ke arahnya.
Tidak lama Lander masuk ke kelas. Tatapannya bertemu dengan tatapan Zoya, tapi gadis itu dengan cepat mengakhiri kontak mata dengannya.
"Lander, gimana? Lo jadian sama si adek manis?" tanya teman yang duduk di sampingnya.
Tidak menjawab, Lander langsung menoleh untuk melihat pada Zoya. Gadis itu terlihat sibuk berkutat dengan bukunya.
Mengikuti arah tatapan Lander, temannya itu memberitahukan, "Zoya kayaknya masih belum tahu. Gak kebayang gimana perasaannya kalo sampek tahu Lo jadian sama adek kelas!" ujarnya di setujui oleh temannya yang lain. Sejak Lander kembali dan duduk di tempatnya, anak-anak lain langsung memperhatikan dengan rasa penasaran.
"Gue gak jadian sama siapapun!" jawab Lander yang malas menjelaskan. Dia mulai melanjutkan membaca buku filsafat yang dibawanya dari perpustakaan.
Di balik keseriusannya, Lander sedang menyembunyikan senyum. Dia ingat dengan ekspresi Zoya ketika di perpustakaan tadi. Gadis itu terus bilang tidak lagi menyukainya, tapi ekspresinya menunjukkan hal lain.
—
Saat pulang sekolah, Zoya tidak menyerah untuk berusaha mengajak Tisa mengobrol. Dia tahu temannya tidak lagi terlalu marah, karena Tisa mengajaknya berjalan bersama sampai gerbang. Mereka akan sama-sama menunggu jemputan sopir.
Zoya semakin merasa ada yang aneh, karena bukan hanya teman sekelasnya saja yang diam-diam memperhatikannya, anak-anak lain juga melakukannya. Dia yakin, ada sesuatu terjadi yang tidak dia ketahui.
"Sari akan bicara sembarangan, jangan pedulikan dia. Lo mengerti!" Tisa buru-buru memperingatkan Zoya, saat melihat Sari dan kedua teman dekatnya berjalan ke arah mereka berdiri, dan dari senyuman Sari, Tisa tahu gadis itu memiliki maksud buruk.
"Hm!" Zoya mengangguk, meskipun dia tidak mengerti maksud Tisa, tapi sebenarnya dia memang tidak ada niat berbincang dengan Sari.
"Zo~ya. Gue pikir lo lagi nangis atau setidaknya menahan tangis. Tapi kayaknya Lo berusaha keras untuk tidak menunjukkannya. Sabar ya, Zo!" ujar temannya Sari dengan disertai senyum meledek. Semua orang yang melihat itu pasti juga tahu, ucapan itu hanya ditujukan untuk mengolok-olok Zoya.
Sayangnya Zoya tidak mengerti. Dia tidak berniat merespon juga. Tapi tatapannya terarah pada Sari yang terlihat diam saja. Seolah-olah Zoya tengah memperingatkan, agar Sari mengontrol temannya yang bermulut beser. Karena dia benar-benar tidak punya banyak stok kesabaran.
"Jangan gitu, cowok freak kayak Lander gak cocok buat Zoya. Lo juga setuju ama gue kan, Tisa?" Sari melemparkan pertanyaan pada Tisa yang terlihat waspada memperingatkan melalui tatapan tajamnya.
"Kira-kira, kalian ini gak punya pekerjaan, atau memang suka ikut campur urusan orang?" Tisa sangat geram, dia tidak tahu kenapa Sari sangat ingin membuat masalah dengan Zoya.
"Tisa, Lo salah paham. Gue malah dukung kalo Zoya berhenti ngejar-ngejar Lander. Dia terlalu baik untuk laki-laki dingin sepertinya. Apalagi semua usahanya juga terbuang sia-sia!" Sari menunjukkan seringaiannya pada Tisa, karena gadis itu sepertinya takut dia bicara lebih banyak.
"Jadi karena itu, lo juga ngerasa Navo kurang baik, sehingga Lo bermain-main dengannya?" Zoya tidak mengerti niat Sari mengolok-oloknya, tapi jika itu keinginannya, maka dia akan membalasnya.
Sari agak terkejut mendengar jawaban Zoya. Dia menyipitkan matanya mencoba mengamati ekspresi Zoya. Mencoba menelaah lagi apa yang baru saja Zoya katakan. Dia jadi ingat tentang orang yang memotretnya di area lapangan basket. Jangan bilang jika itu memang Zoya?
"Lo lagi patah hati, jadi Lo coba membuat orang lain juga patah hati?" temannya Sari terdengar tidak terima, karena Zoya jadi membahas hubungan Sari dan Navo.
"Gue enggak!" jawab Zoya tegas. Kenapa juga dia patah hati?
"Udahlah, kenapa sih kalian malah jadi bertengkar. Sari jangan ganggu kami!" Tisa menarik lengan Zoya agar berdiri di belakangnya, menjauh dari Sari dan kedua temannya.
"Eh tuh, Navo!" beritahu temannya pada Sari.
Sari mengangguk, dia juga melihat ke arah Navo yang baru saja menaiki motornya yang terparkir tidak jauh dari posisinya. Kekasihnya itu bahkan tersenyum padanya.
Navo saat itu menyalakan motornya agak buru-buru, saat menyadari orang yang berdiri di hadapan kekasihnya adalah Zoya. Dia khawatir mereka sedang bertengkar lagi. Para gadis biasanya tidak mudah melupakan masalah, Navo sangat tahu itu.
Memberhentikan motornya, Navo memberikan helm lainnnya pada Sari. Dia akan mengantarkan kekasihnya itu pulang, sebelum latihan basket untuk di semifinal.
"Nunggu jemputan, Zo?" tanya Navo pada Zoya, karena kebetulan gadis itu juga memang sedang melihatnya.
"Hm!" Zoya menjawab singkat dengan senyuman tipis di bibirnya.
Melirik pada Sari yang terlihat bingung. Gadis itu tidak seharusnya mengusiknya, karena dia punya kartu kemalangannya. Bisa saja dia mengatakan tentang drama perselingkuhannya, tapi Zoya tidak mau ikut campur dalam hubungan orang lain untuk saat ini. Dia harus fokus pada karirnya dulu.
"Ya udah, kami duluan!" Navo mengatakan itu untuk mereka semua, dan langsung membawa kekasihnya pergi meninggalkan halaman sekolah.
Teman-temannya Sari juga langsung pergi. Seolah-olah sebelumnya mereka tidak melakukan apapun. Tisa sangat geram melihatnya. Mereka hanya berani saat ada Sari saja. Tanpa Sari, nyali mereka ciut.
"Ada apa sih? Kayaknya gue melewatkan sesuatu!" tanya Zoya lagi pada Tisa. Dia merasa bodoh saat Sari dan teman-temannya mengatakan sesuatu tentang dirinya.
Tisa hanya mengangkat bahunya pura-pura tidak tahu. Dia hanya tidak sanggup menjelaskan apa yang terjadi. Meskipun Zoya berkali-kali mengatakan tidak lagi menyukai Lander, tapi dia tahu apa yang telah terjadi akan tetap membuat Zoya sedih.
"Gue akan marah, kalau gue denger ada apa-apa dari orang lain!" Zoya tahu Tisa berbohong. Temannya itu menutupi sesuatu darinya.
Sari tertawa sarkasme. "Itu yang gue rasain. Saat Lo gak kasih tahu apapun ke gue, dan gue denger banyak hal tentang Lo dari orang lain. Gak enak kan, Zo? Kamu tidak tahu apapun, tapi orang lain tahu lebih banyak!"
Zoya tidak tahu bagaimana meresponnya. Dia tidak menyangka Tisa akan mengatakan hal seperti itu padanya. "Jadi Lo balas dendam, Tisa?"
Tisa bingung saat Zoya bertanya seperti itu. Dia tidak bermaksud seperti itu. "Bukan gitu, terserah deh lo mau anggep kayak gitu juga. Tapi Lo seharusnya tahu, gue paling gak suka Lo sedih!"
Tisa tidak tahan dan ingin menangis. Dia tidak bermaksud mengatakan hal seperti tadi. Melihat mobil papanya yang berhenti di depannya, Tisa langsung berjalan pergi, pas sekali sopirnya menjemput, saat dia harus segera melarikan diri. Tisa hanya merasa akan semakin buruk jika terus bicara dengan Zoya untuk saat ini.
Zoya terdiam melihat kepergian teman baiknya. Dia masih tidak mengerti kenapa sejak kemarin, Tisa marah padanya. Dan baru saja, gadis itu pergi dengan mata yang berkaca-kaca. Membuatnya semakin bingung saja.
"Nunggu pak sopir ya, Kak. Balik bareng aku aja!" seru seseorang mengejutkan Zoya.
Raksa memberhentikan mobilnya begitu melihat Zoya berdiri menunggu jemputan sendirian, dia membuka pintu menyuruh Zoya segera masuk.
"Siapa kakakmu. Membuat orang salah paham saja!" Zoya menggerutu, dia masuk ke mobil Raksa dan duduk di sebelahnya. Raksa hanya menunjukkan senyum lebar mendengar keluhannya.
"Anter ke tempat les. Gue mau ambil soal!" Zoya biasanya ikut les online beberapa Minggu terakhir, dan guru lesnya hari ini meminta pertemuan.
"Okay!" Raksa merasa lega melihat Zoya tidak sedang sedih, seperti yang dikatakan teman-temannya. Mereka membual tentang Zoya patah hati, tapi pada kenyataannya Zoya tidak terlihat seperti itu.
_