Sedang sakit

1265 Words
Seperti di hari kemarin, pagi ini Zoya mendapatkan banyak hadiah dan buket bunga mini di atas mejanya. Bahkan karena terlalu banyak, ada yang di taruh di atas meja Tisa. Berdiri diam dengan helaan napas panjang. Harus dikemanakan itu semua? Dibuang? Bukankah terlalu arogan membuang hadiah dari orang. Menjadi idola memang cukup menyenangkan, tapi ada juga tidak menyenangkannya. "Lo jual aja, eh ada coklat. Minta satu ya, Zo!" Tisa mengambil satu coklat pada buket yang berisikan coklat yang ada di atas mejanya. Tertulis dalam kartu ucapannya, "Selamat pagi cantik!" Tisa tahu itu untuk Zoya. Betapa jahatnya mereka menaruhnya di atas mejanya, tapi memberikan pujian untuk gadis lain. "Mereka harus dihentikan!" Zoya lebih suka jika mereka tidak peduli, dari pada menunjukkan kepedulian yang membuatnya bingung. Mengambil satu foto dengan ponselnya, Zoya mengunggah foto dari hadiah-hadiah yang di dapatkannya ke sosial media miliknya. Dia menuliskan caption, "Terimakasih atas cinta kalian, tapi tolong berhenti mengirimkan hadiah, karena hadiah yang sebelumnya saja masih banyak! Aku menghargai semua usaha kalian! Semoga kalian dapat mengerti!" Zoya akhirnya menelpon sopirnya untuk kembali lagi ke sekolah, dan memindahkan semua hadiah itu untuk dibawa pulang. Setelah semua urusan itu selesai, Zoya bisa mengikuti pelajaran dengan tenang. Tapi kemudian dia menyadari sesuatu yang berbeda, seperti ada yang kurang dan dia baru sadar setelah satu mata pelajaran selesai. "Loh, dimana Lander?" Tersenyum, Tisa berbalik melihat pada Zoya. "Katanya udah gak suka, tapi masih nyariin!" "Apa deh, gak usah mikir aneh-aneh!" Zoya tidak melihatnya, hanya agak merasa aneh saja. "Dia kemaren cidera pas main, lo pasti gak buka grub kelas!" Zoya Menggeleng, dia berusaha mengingat lagi, dan seingatnya dulu Lander tidak cidera. Laki-laki itu bahkan sekolah keesokan harinya untuk menyombongkan diri padanya. Kadang memang semua hal tidak terjadi seperti yang pernah terjadi di ingatannya. "Oh!" Zoya memberikan respon pendek. Tisa memperhatikan wajah Zoya, dan tidak melihat ekspresi aneh, baru dia merasa lega. "Bagus, jangan perduli padanya. Dia bisa mengurus dirinya sendiri!" Mengangguk lagi, Zoya melihat pada kursi kosong di bagian depan. Sebaiknya memang seperti itu, mereka sama-sama tidak perlu memerdulikan. Tersenyum lebar, menarik napas panjang, Zoya mengajak Tisa untuk pergi ke ruang ganti, karena setelah ini adalah jam olahraga. Hari itu semua berjalan baik, dia tidak bermasalah dengan siapapun, tidak dalam mood yang buruk, semuanya benar-benar baik. Saat pulang sekolah, dia menunggu sopir menjemputnya, tapi ternyata Gerald sudah menunggunya di luar gerbang. Karena Mia, dan Ariel juga sedang tidak memiliki jadwal kegiatan yang padat, mereka memutuskan untuk menonton film. Zoya tidak pulang, tapi dia membeli baju saat sedang berada di mall dan mengganti bajunya di sana. Ariel dan Mia juga melakukan hal yang sama. Gerald cukup sabar menghadapi para gadis, dia menunggu di sebuah tempat makan di lantai dua mall tersebut. Memesankan makanan untuk teman-temannya juga. Karena menunggu sendirian, dia mengajak ngobrol seorang wanita cantik yang juga sendirian di meja sebelahnya. Tanpa canggung dan rasa malu, bahkan karena sikap ramahnya, wanita itu juga senang mengobrol dengan Gerald. Zoya datang lebih dulu ke meja Gerald. Karena Mia dan Ariel sedang pergi ke toilet. Dia melihat Gerald yang sudah terlihat akrab dengan wanita cantik yang duduk di meja sebelah. Wanita itu juga bahkan tersenyum padanya. "Ge, makanan gue mana?" Zoya melihat ada banyak makanan yang sudah dipesan Gerald. Tapi dia tidak tahu apa yang dipesankan untuknya. "Tuh, ayam goreng bagian d**a dan salad. Lo katanya nanti malam ada pemotretan. Jadi gue cuma pesenin itu buat Lo!" Gerald membukakan tutup botol air mineral untuk Zoya. Dia juga tidak memesankan minuman untuk Zoya, karena tidak tahu apakah itu akan baik-baik saja untuknya, jadi cukup air mineral saja. "Terimakasih!" Zoya mengambil botol minuman itu, dia tidak bisa tidak kagum dengan kepekaan Gerald. Laki-laki itu sangat pandai memperlakukan wanita. "Orang lain udah bingung kalo disuruh mesenin makanan para gadis, kalo Lo mah udah paham ya, Ge?" "Ya dong!" Gerald sebenarnya tahu Zoya sedang meledeknya. "Nanti malam siapa yang nemenin Lo pemotretan!" Gerald akan mengajukan diri, jika memang tidak ada yang menemaninya, karena dia agak khawatir. "Emh, mama gue kayaknya. Dia kebetulan juga lagi gak sibuk!" Zoya tahu maksud Gerald menanyakannya. Mereka menikmati waktu sore itu dengan sangat bahagia. Belanja bareng, makan bareng, nonton film, dan terakhir Mia mengajak mereka mampir ke pet shop. Membelikan pudel coklat dan putih milik Ariel makanan sebagai hadiah penyambutan untuk di putih. Tapi Zoya harus pulang, jadi dia tidak ikut. Lagipula, lagi tadi Zoya sudah puas menggendong pudel putih itu. Dengan naik taksi, Zoya pulang ke rumahnya. Dia bolos les hari ini, karena main dengan teman-temannya. Maka dirinya harus memiliki penjelasan yang tepat, agar mamanya tidak mengomel. Sampai di rumah, dia langsung pergi mandi untuk bersiap pergi lagi. Ternyata bukan hanya mamanya yang akan menemaninya, ada Raksa juga yang akan menyopir untuk mereka. Saat pemotretan juga Zoya hanya memerlukan waktu sekitar satu jam. Padahal dia sedang disandingkan dengan model profesional. Tapi Zoya sebenarnya lebih profesional, tapi anggapan dia sebagai model baru juga tidak salah. Begitulah adanya, tidak bisa dijelaskan kalau sebenarnya dialah yang lebih profesional. Model profesional itu mencoba mengintimidasi dengan auranya. Lebih lagi, dia wanita dewasa yang merasa senior. Tidak mungkin mau kalah dengan juniornya yang masih anak SMA. Sayangnya, Zoya memiliki perawakan tubuh yang tinggi, dengan bantuan makeup, dan pakaiannya, maka Zoya juga tak kalah menarik. Aura keduanya sangat kuat. Para model lain yang menyaksikan proses pemotretan Zoya juga agak terkejut, Zoya sama sekali tidak tengelam, meskipun di sebelahnya adalah model profesional. Selain mendapatkan pujian dari fotografer, Zoya juga mendapatkan pujian dari berbagai pihak yang berkaitan dengan projek tersebut. Sayangnya, karena hal itu banyak model lain yang jadi tidak menyukainya. Shana dapat merasakannya, meskipun Zoya tidak mengatakan apapun. Tapi dia sangat takjub, Zoya sama sekali tidak khawatir. Padahal dia sendiri takut kalau suasana seperti itu akan menghancurkan mental Zoya. "Sayang, bagus! Apakah kamu baik-baik saja?" Shana memuji hasil kerja keras putrinya, tapi dia juga menanyakan tentang perasaannya. "Okay, mama. Sebentar lagi kita bisa pulang. Tinggal menunggu untuk sesi foto bersama!" Zoya menunggu sesi terakhir sambil memainkan ponsel. Mengecek akun media sosialnya. Membaca komentar dan membalas jika ada yang dikenalnya. "Minum ini!" Raksa datang membawakan s**u hangat. Dari mana dia mendapatkannya? Zoya menerima sebelas s**u itu dengan ekspresi bingung. Dibandingkan dengan s**u, sebenarnya dia lebih butuh kopi. Karena menunggu hampir membuatnya mengantuk. "Tante membuatkannya untukmu, minumlah. Untuk menghangatkan tubuhmu!" Sebelum Zoya bertanya, Raksa lebih dulu memberitahu. Zoya melihat sekitarnya, dia baru sadar jika mamanya tidak ada di ruangan. Dan karena sudah dibuatkan, Zoya meminumnya. Benar kata Raksa, perutnya jadi terasa hangat. "Tante khawatir kamu akan sakit, karena memakai pakaian terbuka dengan AC sedingin itu. Para staf sepertinya lupa, kalau model mereka sedang pemotretan dengan pakaian yang tidak cukup tertutup. Aku bahkan tidak bisa melepaskan jaketku, saat melihatmu di sana tadi!" Raksa membenahi kain yang dipakai Zoya sebagai selimut. Tahu wanita itu pasti kedinginan. "Senangnya memiliki keluarga yang bisa menjaga gue kayak gini!" ujar Zoya yang begitu tersentuh dengan perhatian mereka. Dulu, saat dia ada pemotretan, maka hanya ada asisten dan manager yang menjaganya. Tapi perhatian mereka jelas berbeda dengan perhatian yang ditunjukkan seorang ibu. Dia benar-benar seperti mimpi, memiliki kesempatan ini dalam hidupnya. "Saat sakit, tidak akan terasa menyedihkan, jika memiliki keluarga yang merawat!" Zoya bergumam, mengingat kekosongan yang pernah dirasakannya. "Yah, menyedihkan!" Raksa menyahut, karena dia sangat paham rasanya. Dia bahkan langsung merasakan sakit dihatinya, mendengar hal tersebut. Zoya melihat pantulan di cermin, hingga tiba-tiba dia jadi teringat apa yang dikatakan Tisa pagi tadi. Tentang Lander yang sedang cidera. Laki-laki itu tidak memiliki siapapun di sisinya, apakah dia akan baik-baik saja? "Kakak, apa kamu melupakan sesuatu?" Raksa menggoyangkan bahu Zoya, karena gadis itu termenung cukup lama. "Ah, tidak. Hanya saja rasa dingin juga hampir membekukan pikiran gue!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD