Penampilan baru Zoya membuat para siswi lain berpikir kalau itu adalah gaya baru. Mereka mengira Zoya bosan dengan gaya sebelumnya, dan merubah tampilannya ingin terlihat seperti orang yang serius, dengan kaca mata yang kini bertengger di hidung mancungnya.
Beberapa orang menganggap perubahan tersebut sebagai inspirasi untuk terlihat cantik dan keren, beberapa lagi menganggap Zoya hanya merubah taktik untuk menarik perhatian Lander yang terkenal sebagai anak ambis.
Sebenarnya hal tersebut tidak sepenuhnya salah, karena terbukti Lander jadi terlihat beberapa kali menoleh ke belakang. Dimana memang di ujung bagian belakang adalah posisi tempat duduk Zoya.
Zoya biasanya akan dengan sengaja menunjukkan kepintarannya, untuk menarik perhatian anak-anak di kelasnya. Meskipun tidak diperlukan, karena mereka sudah akan selalu melihat pada Zoya. Gadis cantik yang cukup cerdas, meskipun sikapnya agak arogan. Tapi sudah dua hari ini, Zoya tidak banyak bicara. Dia bahkan selalu menghindari pertanyaan guru, dengan langsung bilang kalau dirinya tidak paham dengan soalnya. Padahal, biasanya Zoya akan dengan mudah menjawab pertanyaan kecil yang diajukan guru padanya.
"Zoya, kamu belum mengumpulkan tugas yang saya berikan kemarin?" Guru bahasa Inggris itu bertanya dengan agak tidak percaya, siapa yang tidak tahu kalau Zoya pandai dalam pelajaran bahasa Inggris, bahkan fasih dalam pengucapannya. Akan aneh saat Zoya beralasan tidak bisa mengerjakannya.
Mengangkat pandangannya, Zoya tahu semua mata sedang terarah padanya. Karena hanya dia yang belum mengumpulkan tugas.
"Saya lupa mengerjakannya!"
"Baiklah, kerjakan saja nanti. Kumpulkan sebelum pulang sekolah ke ruangan saya!" Guru masih mentolerir kesalahan Zoya, karena dia tahu kemampuan Zoya dalam mata pelajarannya.
Zoya mengangguk. Dia sama sekali tidak berniat untuk mengumpulkan tugas. Sengaja membuat kesalahan adalah keinginannya. Agar dia tidak dimasukkan dalam salah satu kandidat yang akan dikirim untuk olimpiade bahasa Inggris.
Jika Zoya di masa lalu memang sengaja ikut olimpiade tersebut, Zoya yang sekarang memilih untuk tidak ikut. Karena tujuan Zoya di masa lalu mengikuti olimpiade adalah agar bisa pergi bersama dengan anak-anak yang juga akan diberangkatkan untuk olimpiade. Agar bisa memiliki alasan untuk dekat dengan Lander. Tetapi tidak bagi Zoya yang sekarang, dia tidak lagi berminat untuk mencari perhatian Lander.
Pada saat jam istirahat, Tisa mengajak Zoya ke kantin. Tapi betapa terkejutnya dia, karena ternyata Zoya membawa bekal. Sungguh tidak pernah terpikirkan, Zoya akan mau repot-repot membawa bekal seperti itu.
"Lo lagi kena alergi ya? Makanya bawa bekal dari rumah?" Tisa mengintip isi bekal yang dibawa Zoya. Isinya nasi merah, potongan daging panggang, dan juga sayuran rebus. "Lo tumben makan nasi untuk makan siang, gak takut gendut?"
Tisa sangat tahu Zoya hanya makan Karbo di pagi hari, untuk makan malam dan makan siang tentu tanpa Karbo. Karena Zoya sangat menjaga berat badannya, berbeda dengan dirinya yang tidak terlalu peduli dengan hal tersebut.
"Gue iri sama Lo. Mulai sekarang, gue bakal makan apapun yang gue mau!" Zoya menunjukkan sedikit senyum, dia ingat dirinya mulai mengalami masalah nafsu makan setelah mamanya meninggal. Dan semenjak itu, dia tidak perlu diet untuk menjaga tubuhnya tidak mengembang. Bagi seorang model, tentu menjaga badan tetap ideal adalah modal utama. Tapi untuk sekarang, dia akan makan apapun yang dimasak oleh mamanya. Selagi dia masih bisa menikmati masakannya.
"Haha, gue kayak ngimpi denger lo ngomong kayak gini. Serius, Lo gak lagi sakit kan Zo? Lo gak menyembunyikan sesuatu dari gue kan?" Tisa tertawa aneh, karena dia pikir ada yang salah dengan Zoya. Selain penampilannya yang berbeda, sikapnya juga sedikit berubah. Dia khawatir temannya itu mengalami masalah tanpa memberitahunya.
"Enggak, udah sana Lo ke kantin. Gue cuma bawa bekal satu porsi. Gak akan cukup untuk berbagi!" Zoya mendorong Tisa agar segera pergi. Karena dia tahu Tisa tidak akan bisa melewatkan jadwal istirahat untuk mengisi perutnya.
"Iya, ya oke! Besok kalau sempet gue juga bawa bekal deh. Buat nemenin Lo. Gak papa 'kan Lo makan sendirian?" Tisa memastikan sebelum pergi.
Mengangguk, Zoya menunjukkan senyum lebar. Tisa memang selalu ada di sisinya. Bahkan sampai mereka sama-sama sudah sangat dewasa, Tisa akan menjadi satu-satunya orang yang masih bertahan di sisinya.
Mengetahui bagaimana masa depan akan terjadi, Zoya sudah merasa sedih. Karena dia tahu, di masa depan dia akan sendirian, mengharapkan kematian segera datang.
Memakan bekalnya, Zoya hanya sendirian di kelas. Teman-temannya sudah keluar untuk ke kantin, untuk mengobrol dengan teman lainnya, atau ke perpustakaan. Ada banyak kegiatan yang bisa dilakukan saat jam istirahat. Karena sekolahnya menyediakan fasilitas lengkap bagi para siswanya.
Saat itu ada satu orang yang masuk ke kelas. Zoya tidak mengenal dekat anak laki-laki tersebut, meskipun dia tahu mereka sudah sekelas sejak kelas satu. Yah, seperti itulah pertemanan.
Anak laki-laki itu sesekali ketahuan melirik ke arahnya. Zoya mencoba mengabaikannya, hingga dia mulai mencari di ingatannya tentang anak laki-laki tersebut. Tidak banyak yang bisa diingatnya, karena anak laki-laki itu sepertinya juga tidak terlalu menonjol.
Zoya menelisik penampilan anak laki-laki itu. Tampak biasa saja, tidak ada yang menarik darinya. Seingatnya juga anak itu tidak terlalu pintar. Itulah kenapa dia tidak memiliki kesan terhadapnya.
"Nama Lo siapa?" Zoya memilih menanyakannya, dari pada mereka terus berada dalam situasi yang canggung. Dan dia menyadari dari pertanyaan tersebut, dia akan memperlihatkan kalau selama dua tahun lebih berada di kelas yang sama, dia bahkan tidak mengetahui namanya. "Gue agak pelupa tentang nama orang!"
Anak laki-laki itu tersenyum. "Gue Alam, dan gak heran kalau Lo lupa nama gue. Ini pertama kalinya Lo ngajak gue ngomong!"
Jawaban dari Alam membuat Zoya agak kesal. Anak itu menyindirnya, lagi pula jika dia tidak mengajaknya mengobrol, harusnya anak itu bisa memulainya lebih dulu, tidak harus dirinya duluan kan.
"Alam, Lo ternyata ngeselin!" Zoya mengatakannya untuk bercanda dengan teman sekelasnya yang baru dia ketahui namanya tersebut.
"Maaf!" Alam tampak malu-malu, karena Zoya tersenyum padanya.
Di pintu masuk, Lander melihat interaksi Zoya dengan Alam. Dia baru saja kembali dari kantor guru dengan membawa buku tebal di tangannya. Melihat bagaimana Zoya tersenyum pada laki-laki lain, Lander membeku di tempatnya.
Lander biasa melihat Zoya berinteraksi dengan anak laki-laki, karena memang banyak anak laki-laki yang dengan sengaja mendekati Zoya. Tapi dia juga tahu, Zoya tidak akan menunjukkan keramahan, karena Zoya hanya menyukainya. Sikap manisnya itu hanya akan ditunjukkan padanya saja. Jadi apa yang dia lihat barusan tentu membuatnya sedikit terganggu.
"Alam, Lo bantu gue panggilin anak-anak lain yang akan ikut olimpiade. Jangan lupa, ingatkan mereka untuk membawa materi masing-masing!" Lander mengatakannya tanpa mengatakan tolong. Karena dia adalah siswa paling cerdas di sekolah ini, membuat dirinya merasa berhak memerintah seperti itu pada anak yang tidak terlalu pintar. Dia adalah kebanggaan sekolah.
Alam langsung mengangguk, karena dia sendiri tidak memiliki sesuatu untuk dilakukan. Saat temannya butuh bantuannya, dia akan membantunya. Juga, dia tahu Lander sangat disibukkan dengan urusan olimpiade dan juga turnamen bola basket. Dia mengerti kerepotan Lander.
Menghiraukan hal lainnya, Zoya kembali menyantap makanannya dengan tenang. Dia berusaha sebaik mungkin untuk tidak lagi terkait dengan Lander. Bahkan dia tidak lagi menatapnya seperti dulu. Jika dulu dia pikir Lander akan luluh dengan usahanya, tapi dia sekarang tahu mereka tidak akan berakhir bersama. Bahkan setelah lulus sekolah, dia tidak akan bertemu lagi dengan Lander sampai di hari pernikahan Lander dan Luna. Hari dimana dia seharusnya meninggal.
"Sini!" Lander tiba-tiba meraih kotak makanan Zoya.
Zoya hanya melongo tak percaya. Dia bahkan baru makan beberapa suap, akan menyebalkan jika Lander membuat masalah dengan makanan yang dimasak oleh mamanya.
"Lo pernah janji bawain gue makanan. Kenapa malah Lo makan sendiri? Pasti karena gak enak!" Lander mencium aroma makanan dengan mendekatkan kotak makanannya.
Zoya membuka mulutnya akan mengatakan sesuatu, tapi tak bisa lagi berkata-kata. Dari mana kepercayaan diri seperti itu muncul? Kenapa dia akan memberikan bekal makan siang buatan mamanya pada laki-laki seperti Lander? Apa dia sudah gila?
"Kayaknya gak terlalu buruk. Gue bakal makan untuk menghargai usaha Lo!" Lander membawa makanan itu ke mejanya sendiri.
"Itu bukan buat Lo. Kapan gue pernah bilang akan bawain Lo makanan, hah?" Zoya benar-benar marah, dia sudah berjalan ke meja Lander, dan hendak mengambil kotak makan siang miliknya itu dari atas meja.
Lander menatap Zoya dengan tatapan meremehkan. Dia kemudian mengangkat tangannya untuk menggetok kening Zoya dengan sendok. "Jangan pura-pura lupa! Gak usah malu juga. Gue bakal makan kok meskipun, jika rasanya gak enak!"
Memegang bekas pukulan Lander, Zoya benar-benar merasa bodoh. Bahkan setelah kembali ke masa lalu, dia masih akan diperlakukan dengan buruk oleh Lander dan dianggap remeh. Apakah dia menjalani kehidupan ini kedua kalinya hanya untuk menerima perlakuan ini?
"Sakit!" Zoya berteriak sambil menepuk keras bahu Lander.
Saat itu Lander sedang menyuap makanan ke dalam mulutnya, sehingga saat Zoya menepuk keras membuatnya tersedak. Dia terbatuk-batuk cukup lama, bahkan wajahnya sampai memerah.
Zoya tidak merasa bersalah. Tapi melihat Lander yang benar-benar kesakitan, dia jadi agak panik. Mengambil botol minum miliknya, dan memberikannya pada Lander. "Minum, cepat!"
"Arghh!" Lander baru merasa lega, setelah meminum hampir setengah dari isi botol minum di tangannya.
"Lo mau bunuh gue?" Lander menuduh dengan ekspresi kesal.
Mendapatkan tuduhan tersebut, Zoya juga tidak terima. "Lo yang duluan bikin masalah. Ambil bekal makan siang gue!"
"Lo pernah bilang sendiri, janji bakal bawain gue bakal makan siang, gantian bekal makan siang pemberian Cindi yang Lo buang. Gue gak minta, tapi Lo sendiri yang ngomong gitu. Ya gue kira ini untuk gue. Atau memang ini sebenarnya buat gue? Tapi Lo malu ngasihnya?" Lander mengingatkan betapa Zoya sangat menyukainya, hingga sangat cemburu saat ada cewek lain memberikan sesuatu padanya.
Mendengar hal tersebut, Zoya mengingat apa yang pernah dilakukannya. Zoya di masa lalu memang seperti itu. Tidak ada yang bisa dia katakan lagi. "Ya udah, abisin aja. Mama gue buat makanan itu dengan susah payah. Awas kalo Lo buang!"
Zoya langsung pergi keluar dari kelas. Dia sedikit menyesali sikap Zoya di masa lalu. Dia bahkan dengan tanpa merasa bersalah membuang kotak makan pemberian Cindi. Jika Cindi tahu makanannya tidak pernah sempat dimakan oleh Lander, tapi dia buang ke tempat sampah, pasti gadis itu sangat sedih.
Navo datang bersama dengan teman-temannya yang ikut serta dalam olimpiade, tentunya dengan Alam juga. Mereka langsung terpaku pada betapa lahapnya Lander makan, dan yang lebih menarik perhatian, botol minum itu sangat mereka kenali.
Saat mereka latihan basket, biasanya Zoya akan datang menonton mereka. Membawakan beberapa minuman untuk semua orang. Tapi Lander selalu mendapatkan air mineral dalam botol yang berbeda. Persis seperti botol minum yang sekarang ada di meja Lander.
"Wah, enak ya kalo punya penggemar yang perhatian. Udah cantik, pinter, pengertian lagi. Kurang apa dah si Zoya. Heran gue, Lo masih gak tertarik dengan yang modelan begitu. Gue curiga mata Lo agak rabun!" Navo meledek sekaligus mengungkapkan bagaimana perasaan laki-laki lain, yang iri dengan Lander.
"Lo harus kayak gue, biar dapet penggemar kayak Zoya. Dan gue gak rabun, cuma gue gak suka cewek cantik!" Lander mengatakan apa yang pernah dia katakan sebelumnya, dia tidak suka cewek cantik.
Navo dan yang lainnya hanya menanggapi dengan senyuman. Lander adalah orang yang ambisius, selalu menginginkan yang terbaik. Tapi dalam urusan percintaan, dia selalu menyebutkan tidak menyukai wanita cantik. Entah itu kebenaran atau hanya candaan.
Di sisi lain, Alam mengenali kotak makan siang dan botol minum yang ada di meja Lander. Itu yang tadi di makan oleh Zoya. Yakin jika tadi Zoya terlihat menikmati makanannya, kenapa malah memberikannya pada Lander.
Alam tersenyum sarkasme. Benar apa yang dikatakan Navo. Lander terlalu serakah, gadis cantik dan baik seperti Zoya, tapi masih disia-siakan. Dia merasa sedikit sakit, karena menurutnya Zoya hanya dimanfaatkan. Jika itu dirinya, maka dia tidak akan mengatakan sesuatu seperti itu. Seolah-olah Zoya hanya mainan bagi Lander.
Tanpa Alam sadari, dirinya telah terpesona oleh Zoya, hanya karena Zoya menanyakan namanya. Sama seperti laki-laki lain yang sudah lebih dulu menyukai Zoya, dia kini mulai berani untuk menyukai gadis itu juga. Pesona Zoya memang sangat kuat.
__