Zoya dan Alam kembali ke kelas bersama. Beberapa anak lain yang melihat mereka berjalan bersama langsung berbisik-bisik. Meskipun Zoya berpenampilan agak berbeda dengan kacamata yang kini selalu dipakainya, tapi sama sekali tidak mengurangi kecantikannya. Malah jadi terlihat semakin menarik di mata teman-temannya.
Mereka menertawakan Alam. Karena sangat tidak cocok untuk bersanding dengan Zoya. Penampilannya terlalu biasa saja. Berbanding terbalik dengan Zoya yang selalu terlihat kece, menawan juga berkelas. Meskipun tidak berniat bodyshaming, tapi tetap saja tidak bisa dipungkiri Alam memang tidak cocok.
"Zo, tolong kasih ini ke Lander!" Salah seorang anggota basket temannya Lander menghentikan Zoya. Dia menitipkan sepucuk surat padanya.
"Hah, apaan ini. Ogah ah, Lo kasih aja sendiri!" Zoya hendak memberikannya kembali, tapi laki-laki itu malah mundur menjauh.
"Itu dari dari adik kelas. Lo tinggal kasih aja ke dia. Palingan juga bakal dibuang sama Lander. Lo aja yang cantik masih berjuang buat meluluhkan hati kapten kita, apalagi yang biasa aja!" tawanya sembari berjalan menjauh.
Tapi sekilas tatapannya terarah pada sosok laki-laki yang berdiri di sebelah Zoya. Tersenyum miring meremehkan. Seolah-olah apa yang dikatakannya barusan juga berlaku untuk laki-laki itu.
Zoya menghirup napas dalam-dalam. Temannya Lander tadi sengaja meledeknya. Padahal sekarang dia tidak lagi mengejar-ngejar Lander. Melihat kertas di tangannya, Zoya jadi bertambah kesal.
"Sini gue aja!" Alam sangat peka, dia berpikir tidak akan nyaman bagi Zoya menyampaikan pesan dari gadis lain. Sedangkan dia sangat tahu Zoya sudah menyukai Lander lama.
Zoya menggeleng, dia akan memberikannya sendiri. Toh hanya surat, tidak berpengaruh padanya. "Gue aja. Yuk ah, ke kelas!"
Alam tidak lepas memperhatikan Zoya. Dia juga heran, sama seperti yang lainnnya. Kenapa Lander menyianyiakan gadis secantik Zoya, padahal Zoya sendiri seperti paket lengkap.
"Masuk duluan gih!" Zoya berhenti saat sudah di depan kelasnya. Meminta Alam masuk lebih dulu ke kelasnya.
Alam agak sedih, karena ternyata Zoya tidak mau masuk ke dalam bersamanya. Mungkin takut Lander jadi salah paham. Tapi saat dia bahkan sudah duduk di kursinya, dia belum melihat Zoya masuk ke kelas.
Tentu saja Zoya tidak ada, karena dia memang tidak masuk ke kelasnya. Berbalik lagi menuju lorong pemisah antara kelas IPA dan IPS. Tempat nongkrong anak laki-laki dari dua kelas tersebut. Alasan Zoya kembali dan menuju ke sana karena dia melihat Navo. meskipun sebagian tubuhnya tertutupi tembok, tapi dia masih bisa melihatnya di antara anak-anak lain.
Beberapa anak menggoda Zoya, tapi masih dalam batas wajar. Dan saat tahu Zoya ternyata berniat menghampiri Navo, anak-anak lain langsung mengerti sambil memiliki senyum aneh dan beralasan pergi.
"Kenapa?" Navo sama seperti yang lainnya, dia takjub dengan kecantikan Zoya. Jantungnya juga berdegup kencang saat ditatap oleh wanita cantik. Tapi dia tidak memiliki niat lebih, karena dia telah memiliki gadis yang tak kalah cantik dan sangat dia sayangi.
"Gue liat Lo ngerokok!" Zoya melihatnya, meskipun disembunyikan. Karena dulu dia sering memiliki teman perokok saat berprofesi sebagai model.
"Enggak, mana ada!" Navo tidak terlihat gugup saat membantahnya. Dia bahkan sangat santai dalam nada bicaranya.
"Oh, oke. Gue pura-pura gak liat!" Zoya tersenyum tipis, karena dia juga tidak berniat menegurnya. Hanya ingin menemukan topik pembicaraan.
Navo tertawa kecil. Dia berdiri menghadapnya. Sehingga sekarang ini mereka saling menatap. "Ada apa? Tumben ngajak ngobrol!"
Jika saja itu cowok lain, jelas mereka akan senang, ada cewek cantik mengajak bicara. Tapi berbeda dengan Navo, dia masih dalam batas wajar seperti seorang kenalan biasa, menghargai perasaan kekasihnya.
"Gak papa. Lo takut Sari cemburu?" Zoya tertawa tanpa merasa bersalah sedikitpun. Dia mengingat drama yang disaksikannya di ruangan rapat OSIS.
Navo tahu Zoya hanya bergurau. Dia tertawa saja dan berbalik, saat itu dia melihat Lander berdiri dan memperhatikan. Entah sudah sejak kapan Lander ada di sana. Tapi tiba-tiba muncul ide di kepalanya. Tangannya terulur untuk menyentuh pipi Zoya dengan sengaja.
"Apa sih!" Zoya langsung bereaksi menolak sentuhan Navo. Dia kaget dengan sentuhan tangan Navo.
—
Lander melihat kedua orang yang sedang tertawa bersama si ujung lorong. Matanya menyipit, karena awalnya dia pikir Navo sedang bersama Sari. Tapi begitu diperhatikan lagi, Lander langsung mengenali meskipun hanya dari punggungnya saja. Itu Zoya!
Begitu Navo mengangkat tangannya untuk menggoda Zoya, Lander langsung berjalan menghampiri. Dia menarik Zoya pergi dari sana, tanpa mengatakan apapun. Hanya memperingatkan Navo melalui tatapannya.
"Lander?" Zoya bingung.
"Hm!" Lander menjawab tanpa menoleh dan terus berjalan, sambil tangannya masih memegang tangan Zoya.
_