When you visit our website, if you give your consent, we will use cookies to allow us to collect data for aggregated statistics to improve our service and remember your choice for future visits. Cookie Policy & Privacy Policy
Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.
"Makasih, Mas." Mas Pram tak bisa menyembunyikan antusiasmenya di hadapan Mas Arkan yang tampak legawa menuruti keinginan dirinya—pindah bersama anak istrinya—dari rumah ini. Mas Arkan mengangguk pelan. "Nggak perlu berterima kasih, Pram. Ibumu juga ibuku, kan? Ibu kita." Mas Arkan mengurai senyum manis saat mengakhiri kalimatnya. "Tapi … kira-kira, Ibu bakal setuju nggak, ya? Dia bakal marah gak ya kalau tau?" Mas Pram tampak tak yakin ketika memaparkan keresahannya di depan sang kakak. "Ya … harusnya setuju, dong. Entar kalau Dani dapat ibu baru juga aku tetep pengen mandiri. Takut juga istri nggak nyaman campur sama mertua." Mas Arkan terkekeh kemudian. Tak nampak duka yang tersemat di wajahnya. Apakah kematian sang istri sama sekali tak memberikan efek apa pun padanya? Mendengar u