PART 6

1020 Words
"Katakan, Jen! Apa jawabanmu?" lirih Jimmy yang sengaja menempelkan keningnya di kening Jenny, "Abang jadi yang kedua pun nggak apa-apa asal ini cuma sementara aja, sampai kamu nemuin cara buat putusin tunanganmu itu. Pleaseee..." "Nggak bisa, Bang!" secepat kilat Jenny menjawab kendati napasnya masih terengah. "Kenapa, Jen. Kamu yakin cintamu ini cuma buat dia? Kalau iya, kenapa kamu balas ciuman Abang tadi?" sahut Jimmy, membuat wajah Jenny bersemu merah seketika, "Abang tau kamu juga punya perasaan sedikit buat ke Abang, Jen. Kamu nggak bisa bohongin itu. Jadi tolong Abang, Jen. Kasih kesempatan buat Abang buktikan ketulusan hati ini. Abang serius pengen jadikan kamu belahan jiwa Abang yang terakhir, Jen. Abang--" "Prettt...! Keren banget aktingnya, Bang. Udah kayak Rio Dewanto aja pas lagi main film apaan tuh?" celetuk Saripah yang tiba-tiba membuka pintu dan membawa susunan rantang di tangannya, "Oh, film--" "Siapa yang suruh lu datang dan gangguin gue, Ipahhh...! Pulang lo sonooo... Pulanggg...!" Skak mat! Wajah merah padam kini gantian dimiliki oleh si tampan Jimmy Waluyo, tentu saja akibat dari perbuatan sang Adik yang tiba-tiba saja datang tak terduga. "Lha, Ipah disuruh Emak kali nganterin makan buat Bang Jimmy. Kan lagi kerja ini ngecat sama pasang wallpaper," kekeh Saripah di tengah jawabannya barusan, "Lagian, ya? Kalau mau ngegombal itu harusnya bukan di tempat kayak begini kali, Bang. Tapi di tempat yang romantisan dikit. Bawa kek Mpok Jejen ke mall, nonton gitu kek, ajak makan kek, atau ajak ke taman bunga kek. Pasti deh diterima cintanya. Bener kan, Mpok Jejen?" lanjut Saripah dan Jenny semakin keras tertawa di sana. Sampai-sampai wanita itu melupakan keadaan tubuhnya yang masih berada di atas pangkuan Jimmy, hingga membuat Saripah berhasil mengambil gambar mereka yang sedang duduk berpangkuan. "Asyik! Dapat deh foto mesra dua orang ini. Nanti Ipah upload ke f*******: ya, Mpok? Terus Ipah tandai juga ke akunnya Mpok biar sekalian bisa dilihat tunangannya Mpok," celetuk Saripah membuat kedua mata Jenny terbelalak, "Biar cepat putus dan Mpok Jejen cepat-cepat bisa jadi Kakak Iparnya Ipahhh... Horeee... Tepuk tangannn... Keren kan, Bang?" lanjut Saripah berbalik dan pergi begitu saja, setelah rantang susun ia letakkan tepat di depan pintu Rusun. "Bang Jimmyyy...! Lepasin tangannyaaa...! Semua gara-gara Abang, kan?! Awas aja kalau sampai Jenny sama Bang Januar putus! Jenny nggak akan mau ngomong sama Abang lagi!" histeris Jenny menghempaskan lengan Jimmy yang masih melingkar di pinggangnya. "Lho! Kok Abang sih yang disalahkan? Kan tadi kita tangan mu juga melingkar di leher Ab--" "Masa bodo! Jejen mau pergi aja! Bang Jimmy jahattt...!" "Lho! Kok malah Abang yang jahat dibilang jahat?" sahut Jimmy berusaha ingin menahan tangan Jenny. "Lepasin, Bang! Jenny mau dagang lagi kaliii...!" tegas Jenny, berbalik dan berusaha menepis tangan Jimmy. "Oke, kamu boleh pergi tapi setelah kamu janji bakalan ikut sama Abang jalan-jalan nanti malam. Gimana?" sahut Jimmy mengiring tubuh Jenny untuk melangkah ke arah tembok yang sejajar dengan pintu. "Jenny capek kalau habis jualan disuruh kemana-mana lagi. Pergi sholat di musola aja sering bolong-bolong efek kecapean. Apalagi mau jalan-jalan. Lain kali aja, Bang. Awas gih! Jenny beneran mau dagang ini, Bang!" ujar Jenny, menolak ajakan tersebut. Jimmy yang geram pun secepat kilat merapatkan tubuhnya di tubuh Jenny, lalu sepersekian detik kemudian bibir keduanya sudah kembali menempel. "Bang Jim-- Hemphhh...! Banggg... Le..passs...! Hemphhh...!" Sayangnya sekali lagi Jimmy tak mau melepaskan pagutan panas itu, dengan tujuan membuat Jenny kapok menolak ajakan kencan darinya. "Bilang iya, Jen! Bilang kalau kamu mau jalan sama Abang nanti malam!" titah Jimmy berbisik dan turun memainkan leher jenjang Jenny. "Achhh... Banggg..." desah Jenny meremas kaos singlet yang Jimmy kenakan. "Bilang dulu, Sayanggg... Mau 'kan nanti malam jalan sama Abang?" lirih Jimmy terus mengecup leher pujaan hatinya. "Iy..iya, Banggg... Ssttt... Iy-- Achhh...!" suara Jenny terbata. Cup! "Pinter! Sekarang Enangnya Abang yang manis ini udah boleh balik ke bawah lagi," ujar Jimmy setelah mendaratkan satu kecupan di bibir Jenny, "Jangan lupa dandan yang cantik dan Abang nggak suka kalau Kamu pakai baju kekurangan bahan. Oke?" lanjutnya mulai mengulurkan jarak dari tubuh Jenny. Hal tersebut lantas di manfaatkan oleh Jenny, "Ughhh...! Dasar Bang Jimmy penjahat kelamin!" dengan mendorong tubuh Jimmy ke belakang. "Aduhhh... Jahat banget, Nenggg...!" "Biarinnn...!" Dan Jimmy yang tak siap, akhirnya jatuh terhempas ke atas tikar pandan. Sementara Jenny? Tentu saja ia sudah keluar dari pintu Rusun baru di lantai lima tersebut dengan sangat tergesa-gesa. Langkah seribu bahkan menjadi pilihannya saat ini. Sampai-sampai kepala yang terus ia toleh ke belakang membuat satu insiden kecil terjadi lagi padanya. BRUGHHH... Namun kali ini hal itu sukses membuatnya terkejut setengah mati. "BA-BANG JANUARRR...!" Karena yang tak sengaja ia tabrak itu adalah seorang Januar Arifin, tunangan yang sudah menunda rencana pernikahan mereka sampai ketiga kalinya. "Udah berapa lama kamu buka warung kopi kayak gini, Jen?" tanya Januar yang duduk di atas kursi kayu sembari mengunyah pisang goreng. "Baru kok, Bang. Belum ada sebulan ini kayaknya," sahut Jenny menatap sekilas wajah tunangannya. Hal itu karena kegugupan dalam dirinya belum dapat ia hilangkan, akibat rentetan ciuman mesra yang Jimmy berikan tadi. "Oh, terus kalau kita nikah nanti kamu bakalan tetap jualan kayak gini? Gimana nasib pernikahan kita?" Deg... Aktivitas mencampur adonan tepung untuk menggoreng pisang pun terhenti seketika. Mata Jenny yang sedari tadi tidak fokus menatap Januar, kini mulai kembali kembali tertuju pada sang tunangan. "Emangnya Abang bakalan nikahin aku? Kapan tuh kejadian bakal terlaksana? Yakin nggak mau pilih perempuan lain? Jenny ini kan nggak cantik dan nggak semontok teman-teman Abang yang di Malaysia tuh. Jadi--" "Jadi apa, Jen?! Jadi kamu suruh aku cari cewek lain buat jadi calon Istri aku?!" sanggah Januar, berdiri dari tempat kursi kayu, "Dengar ya, Jen! Aku akui emang selama ini aku yang selalu menunda pernikahan kita berdua. Tapi apa yang aku lakukan, bukan karena aku nggak sayang sama kamu! Aku serius sama hubungan kita yang sudah selama ini, Jennytha Junitha! Aku rela terus-terusan jadi TKI di Malaysia bertahun-tahun demi masa depan kita. Aku rela harus menunggu majikan aku dapat pengganti ku dulu, karena dia nggak mau aku berhenti kerja. Maka itu aku terus mengulur waktu dan menunda pernikahan kita, Jen. Aku terus berusaha karena aku nggak mau kita menikah tapi saling berjauhan. Maka itu tolong mulai sekarang kamu persiapkan dirimu, karena pernikahan kita bakalan terjadi empat belas hari lagi dari sekarang." "APA?!" 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD