Menahan Amarah

1482 Words
Selamat membaca! Keesokan harinya, perjalanan ke Bali pun telah dimulai. Kini Karen sudah berada di dalam pesawat dan duduk bersebelahan dengan Valeri, istri dari Abraham. Sementara Denis memilih untuk duduk bersama Abraham di kursi yang berada di belakang Karen. Ini adalah perjalanan jauh yang baru pertama kali akan Karen tempuh, ada rasa takut di dalam hatinya saat pesawat lepas landas, ia takut karena jika dirinya sampai kenapa-kenapa bagaimana dengan nasib Raina, adiknya yang sangat membutuhkan sosoknya sebagai keluarga satu-satunya yang tersisa. Namun, ditengah ketakutan Karen saat itu, tiba-tiba saja wanita yang duduk di sampingnya bertanya tentang sesuatu yang membuat Karen kebingungan untuk menjawabnya. "Bagaimana menjadi istri dari Denis? Apa kamu bahagia?" Pertanyaan yang tiba-tiba terlontar dari mulut Valeri, membuat Karen seketika langsung menoleh ke arahnya. "Aku harus berkata apa ya? Tidak mungkin aku mengatakan yang sebenarnya, mungkin ada baiknya aku berbohong saja pada wanita itu agar Denis tudak marah bila aku berkata jujur pada istrinya Abraham!" batin Karen bergelut dengan kebimbangannya. "Aku bahagia kok menikah dengan Denis, sangat bahagia!" Jawab Karen dan langsung memalingkan pandangan matanya, ia tak berani menatap wajah Valeri dalam kebohongan. Jawaban Karen ternyata membuat raut wajah Valeri memerah dan terlihat begitu geram. "Kamu tidak perlu berbohong, Karen! Denis itu menikah denganmu bukan karena cinta 'kan?" Valeri memelankan suaranya dengan penuh penekanan. Karen tersentak tak menyangka saat mendengar pertanyaan yang kembali terlontar dari mulut Valeri. Kali ini raut wajahnya tak mampu lagi menampilkan ketegaran, ia terlihat sendu dan memutuskan untuk berkata yang sebenarnya kepada Valeri. "Semua yang kamu katakan itu benar, tapi bagaimana kamu bisa tau tentang hal pernikahan kami yang terpaksa ini?" tanya Karen dengan menautkan kedua alisnya penuh rasa penasaran. Valeri terkekeh sangat pelan, agar suaranya tak terdengar oleh Denis yang berada di belakangnya, ia pun menatap remeh ke arah Karen, seolah benar-benar menganggapnya sebagai wanita yang tak punya harga diri. "Kamu yang sabar ya wanita malang!" bisik Valeri dengan mendekatkan wajah ke arah telinga Karen. Karen terhenyak mendengar sindiran yang begitu kejam dari Valeri. Ia langsung teringat akan pertemuan Valeri dengan Denis saat di Bandara yang terasa janggal untuknya. Saat itu Karen melihat tatapan mata Denis yang berbeda saat menatap Valeri, belum lagi senyuman manis Valeri saat menjawab teguran Denis, menyiratkan sesuatu di antara keduanya. Karen semakin memutar otaknya lebih keras, untuk mencerna apa yang telah didengarnya. Hingga akhirnya titik terang mulai terbesit di dalam pikirannya. Karen menarik kedua sudut bibirnya hingga membentuk sebuah senyuman ketika dirinya sudah dapat membaca maksud dari perkataan Valeri. "Sekarang aku tau, kalian itu sebelumnya pasti pernah memiliki hubungan spesial 'kan. Maka dari itu kamu bisa tau bahwa Denis menikahiku bukan atas dasar cinta, karena Denis sudah mengatakan padamu kalau dia masih mencintaimu!" ucap Karen mengungkapkan segala yang ada dipikirannya, setelah mencerna kejadian saat di bandara dan sewaktu menghilangnya Denis beberapa saat di hari pernikahan, bersamaan dengan Abraham yang mencari keberadaan Valeri yang tak kunjung kembali dari toilet. Valeri tersenyum miring dan menatap penuh rasa kagum dengan pemikiran Karen. "Kamu memang cerdas, Karen. Benar kata Denis, gelar pendidikan yang kamu sandang memang membuatmu sangat pintar ya." Valeri menarik lengan Karen dengan kasar, hingga wanita itu meringis kesakitan, merasakan perih pada lengannya karena tersentuh kuku Valeri yang panjang dan sangat tajam. "Kalau sampai kamu mengatakan pada Denis tentang semua yang aku katakan ini, aku akan membuat perhitungan denganmu. Ingat itu!" bisik Valeri penuh ancaman. Karen akhirnya kembali pada posisi duduknya, ketika Valeri melepaskan cengkraman tangannya dengan kasar dari lengan wanita itu. "Ya Tuhan, kasihan sekali Abraham. Ternyata Valeri dan Denis merencanakan honeymoon ini untuk dapat bersama-sama tanpa sepengetahuan Abraham. Apa sebaiknya aku memberitahukan ini pada Abraham saja ya, aku tidak mau jika sampai mereka berdua melakukan hubungan terlarang dengan status yang bukan lagi lajang, melainkan sudah menjadi istri dan suami dari orang lain!" batin Karen menimang-nimang segala sesuatunya sebelum memutuskan. Valeri terlihat sudah memejamkan kedua matanya, mengabaikan Karen yang masih termangu dalam kebimbangannya. "Ya Tuhan, kenapa aku harus berada dalam situasi seperti ini? Kenapa aku harus terjebak dalam pernikahan yang berselimut dusta ini, tolong bantu aku untuk dapat keluar dari jalan yang telah salah aku pilih ini, Tuhan…" Karen mengesah pelan, rasanya ia ingin keluar dari dalam pesawat dan melompat untuk mengakhiri hidupnya. Namun, satu alasan yang masih membuatnya tetap tegar adalah keberadaan adiknya, satu-satunya keluarga yang saat ini masih terbaring lemah di ranjang rumah sakit. Memori bersama keluarganya muncul bergantian di dalam pikiran Karen, membuat bulir bening mulai lolos dengan cepat dari kedua sudut matanya. Karen begitu perih menahan rasa sakit di dalam hatinya. Ia tak pernah membayangkan akan menjalani kehidupannya yang seperti ini. "Kamu itu bisa diam enggak sih? Suara tangisan kamu itu ganggu aku tahu!" ketus Valeri sambil memukul lengan Karen sedikit keras. Valeri akhirnya mengambil earphone dan memakaikannya di kedua telinga agar suara Karen tak lagi terdengar olehnya dan mengganggu waktu tidurnya. Sementara itu Karen semakin berusaha untuk menahan suara isak tangisnya rapat-rapat. Ia menekan dadanya dengan kuat untuk menahan sesak yang membuatnya menjadi sulit bernapas. Wanita itu tak dapat melawan Valeri karena Karen takut Denis akan marah padanya. Amarah Karen kini larut bersama kesedihan di dalam hatinya, entah berapa banyak bulir air mata yang telah ia tumpahkan selama perjalanan menuju Bali karena rasa sedih harus menahan rindu atas kepergian orang tuanya yang telah tiada dan malah terjebak dalam pernikahan tanpa cinta demi menyelamatkan nyawa keluarga yang satu-satunya ia miliki saat ini. Saking larutnya dalam kesedihan, sampai-sampai membuat mata Karen kini terlihat sembab dan kelelahan hingga tanpa sadar kedua matanya mulai terpejam erat. ()()()()()() Setelah menempuh perjalanan selama dua puluh satu jam lamanya, akhirnya pesawat yang ditumpangi mereka sudah mendarat dengan sempurna di Bandara I Gusti Ngurah Rai tepat pukul 05.00 pagi, kala itu hari masih tampak gelap. Setelah menaiki taksi Bandara, mereka kini sudah tiba di sebuah hotel mewah berbintang 5, tempat mereka akan menghabiskan honeymoon selama satu Minggu di Bali. Sepanjang perjalanan di dalam taksi, sebenarnya Denis ingin sekali menegur Karen, namun dirinya tidak nyaman bila Abraham harus mendengarnya. Denis begitu kesal dengan wajah yang ditampilkan oleh Karen, sejak mereka turun dari pesawat. Wajah yang sendu dengan kedua mata yang sembab, membuat Abraham sempat bertanya kepada Karen tentang apa yang menimpanya, hingga membuat honeymoon yang seharusnya diawali penuh kebahagiaan menjadi tampak begitu menyedihkan, tapi saat itu Karen berkilah dengan tak menceritakan hal yang sebenarnya kepada Abraham. Karen hanya mengatakan bahwa ia hanya mengkhawatirkan keadaan adiknya yang saat ini masih dirawat intensif di rumah sakit. Abraham segera melangkah menuju bagian resepsionis hotel untuk menanyakan kamar VIP yang telah dipesannya, meninggalkan ketiganya di tengah-tengah lobi. Denis masih terus memperhatikan wajah Karen dengan seksama, hingga gurat kekesalan mulai terlihat pada wajahnya. Denis yang sudah tak tahan lagi, dengan segera menarik tangan Karen secara kasar untuk ikut dengannya, agar menjauh dari Valeri. Denis tidak ingin apa yang dikatakannya terdengar oleh Valeri. "Kamu itu kenapa sih selama perjalanan terus menangis, memangnya apa yang kamu tangisi? Buat aku malu saja, sampai Abraham bertanya padaku, apakah aku membuatmu bersedih!" Karen sebenarnya ingin menceritakan semua kepada Denis, tentang apa yang telah dilakukan oleh Valeri. Namun, Karen mengurungkan niatnya, karena teringat ancaman yang dilontarkan oleh Valeri sewaktu dalam pesawat. Denis yang tak suka menunggu, semakin kesal ketika pertanyaannya tak langsung mendapat jawaban dari Karen, akhirnya ia memutuskan untuk melangkah pergi meninggalkan Karen begitu saja dan langsung dihampiri oleh Valeri yang sangat penasaran apa yang dilakukan Denis pada istri yang tak dicintainya itu. "Kasihan sekali nasib pengantin baru ini, harusnya 'kan pengantin yang lagi hangat-hangatnya itu di sayang, di manja, diperlukan sebaik dan selembut mungkin, tapi kok ini malah ditinggalin begitu saja sih!" sindir Valeri tanpa menghiraukan perasaan Karen yang saat ini benar-benar terluka. "Puas kamu melihat aku dengan Denis bertengkar! Tidak seharusnya aku bertemu dan mengenal dirimu, Valeri!" Ujar Karen sambil mengesah kasar, ia segera mengusap bulir kesedihan yang lagi-lagi lolos dari kedua mata indahnya. Valeri tertawa mengejek sambil bersedekap memandang Karen. "Aku sangat puas! Asal kamu tau ya, alasan aku kenapa begitu membencimu adalah karena kamu itu mendapatkan restu dari Mommy Victoria, sedangkan aku tidak, dia malah memintaku untuk meninggalkan Denis, padahal kita berdua saling mencintai!" Valeri menatap tajam wajah Karen yang ternyata lebih cantik darinya, ia menjadi takut Denis akan jatuh cinta pada wanita itu dengan seiring berjalannya waktu hingga terlihat rona kebencian pada gurat wajah Valeri yang rahangnya terlihat mengeras. Kemudian wanita itu melangkahkan kakinya dengan cepat, hingga membuatnya dengan sengaja menabrak pundak Karen. Valeri terus melangkah pergi dengan langkah penuh kemenangan. Sementara itu, Karen hanya menatap nanar kepergian Valeri yang semakin menjauhinya. Walaupun saat ini dirinya terus mendapatkan perlakuan yang tak menyenangkan dari Denis maupun Valeri. Namun, di dalam hatinya ada sebuah tekad yang kuat untuk melawan mereka berdua suatu hari nanti. "Saat adikku sudah sembuh nanti, dan dia tidak membutuhkan donor darah dari Denis lagi, aku akan pergi dari kehidupan kalian untuk selamanya setelah membongkar hubungan kalian di hadapan Abraham!" gumam Karen penuh keyakinan, sambil memegangi pundaknya yang terasa nyeri akibat ditabrak oleh Valeri dengan kasar. ()()()()() Bersambung✍️
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD