Harapan Karen

1053 Words
Selamat membaca! Setibanya di lantai lima, keempat orang itu mulai keluar dari lift secara bergantian. Mereka segera menuju dua kamar yang posisinya saling bersebrangan. Karen dan Denis masuk ke dalam kamar setelah Abraham dan Valeri masuk lebih dulu dengan kemesraan yang tak berhenti mereka pamerkan. Abraham begitu pengertian karena tidak membedakan antara kamarnya dengan kamar Denis. Pria itu sengaja memesan dua kamar VIP di hotel tersebut dengan fasilitas super lengkap dan kamar yang sangat mewah dilengkapi furniture elegan untuk kedua pasangan pengantin baru yang berbahagia. Sayangnya, itu tidak berlaku untuk pasangan Denis dan Karen yang tidak menikmati honeymoon mereka. "Sepertinya saya akan tidur sebentar, jika kamu mengantuk tidurlah di sofa itu ya!" titah Denis sambil menunjuk sebuah sofa yang berada di samping ranjang. Karen menganggukkan kepalanya, tanda ia mengerti atas maksud perkataan Denis yang tak menginginkan tidur satu ranjang dengannya. Namun, itu bukan masalah bagi Karen, malah ia merasa senang, itu artinya tubuhnya tidak akan di jamah oleh Denis. Kini Denis sudah merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Tak butuh waktu lama, kedua mata pria itu seketika terpejam. Tinggallah Karen seorang diri, berada di kamar mewah itu. Kamar dengan suasana yang terasa hampa untuknya. Wanita itu pun memutuskan untuk keluar dari kamarnya. Ia mencoba mengusir penat yang ada dipikirannya dengan cara berkeliling hotel sambil menikmati suasana pagi di Bali yang baru pertama kali ia kunjungi. Pagi itu suasana di sana begitu terasa sejuk. Kicauan burung-burung camar yang berdecit saling bersahutan, menambah keasrian yang terjadi kala itu. Tiba-tiba kedua mata Karen tanpa sengaja menangkap sosok pria yang kini ada di dalam pandangan matanya. Ya, sosok itu adalah Abraham, pria yang membuat Karen merasa iba dengannya, padahal hidupnya sendiri lebih menyedihkan daripada pria itu. Mereka berdua bisa dikatakan korban atas sandiwara yang dilakukan oleh Valeri dan juga Denis dalam pernikahan yang beselimut dusta. Saat itu Abraham terlihat sedang berolahraga di sebuah taman yang letaknya tidak terlalu jauh dari kedua kamar yang mereka tempati. Sebuah taman kecil. Namun, tampak sangat indah dengan bunga-bunga di sekelilingnya. "Apa ini adalah saat yang tepat untuk aku menceritakan semua kepada Abraham ya?" batin Karen bergelut dengan kebimbangan yang kembali hadir dalam hatinya. Belum sempat Karen menyapanya, Abraham lebih dulu melihat keberadaan wanita itu yang sedang berada di dekatnya. Wanita yang kini tenggelam dalam kebimbangan atas apa yang harus dilakukannya. Walaupun Karen merasa ia harus berkata jujur. Namun, ia takut bila kejujurannya akan membuat Denis murka dan nantinya akan berdampak pada adiknya yang masih membutuhkan donor darah dari pria itu. Lamunan Karen seketika buyar, saat panggilan Abraham mulai terdengar. Karen pun menghampiri pria itu dengan perlahan, langkahnya terlihat ragu bersama rasa bimbang yang masih menguasai dirinya. "Karen, kenapa kamu sendirian, ke mana Denis?" tanya Abraham yang tak melihat keberadaan sepupunya yang ikut serta bersama wanita itu saat berada di luar hotel seorang diri. "Tadi Denis bilang dia kelelahan dan mengantuk. Makanya, sekarang dia sedang tidur di kamar. Aku sengaja keluar karena bosan dengan suasana kamar, jadi aku putuskan untuk mencari udara segar yang ada di luar," jawab Karen menuturkan. Ia tak bisa menampik rasa kalut di dalam hatinya yang sedang khawatir memikirkan kondisi adiknya ketika mulutnya siap untuk melontarkan sebuah rahasia besar kepada pria yang berada di hadapannya saat ini. "Oh begitu, sama dong ya seperti Valeri, dia juga sedang tidur karena kelelahan terbang selama seharian. Tapi kok kamu tidak lelah sih? Bukannya tidur kamu malah keluar jalan-jalan sendirian, nanti diculik lho sama cowok yang suka cewek bule seperti kamu!" Ledek Abraham untuk menakuti Karen agar segera kembali ke kamarnya. Abraham tetap menampilkan senyuman di wajahnya sambil melanjutkan olahraga dengan gerakan-gerakan kecil yang dilakukannya. "Mana ada cowok yang berani nyulik aku? Mau aku patahin tangannya kalau sampai berani sentuh aku!" jawab Karen menanggapi ledekan Abraham dengan candaan sambil tertawa kecil. "Wush, jagoan juga ya kamu. Kalau gitu sih mereka yang mau culik kamu pasti langsung mengurungkan niatnya karena takut tangannya dipatahin sama kamu." Entah mengapa berada di dekat Abraham tak membuat Karen ketakutan seperti saat ia berada di dekat Denis. Padahal Karen baru pertama kali bertemu dengan Abraham saat di hari pernikahannya, tapi mereka terlihat mudah akrab dan tidak canggung ketika sedang berbincang karena Abraham sangat pintar mencairkan suasana dingin di antara mereka. "Sebaiknya biarlah Abraham tahu rahasia Denis dan Valeri dengan sendirinya. Aku tidak mau menghancurkan perasaannya yang saat ini terlihat sangat bahagia, menikmati honeymoon bersama wanita yang begitu dicintainya. Lagipula kalau aku menyampaikannya sekarang, pasti suasana seketika berubah runyam dan Raina tidak akan mendapat donor darah lagi dari Denis yang pasti akan langsung membenciku!" batin Karen sudah sangat yakin akan keputusannya. "Abraham, kamu lanjut lagi deh olahraganya, aku juga mau lanjut lagi jalan-jalan ke belakang sana!" Pamit wanita itu sambil menarik kedua sudut bibirnya, membentuk seulas senyuman yang semakin membuat wajah Karen tampak cantik di mata Abraham. "Oh iya, tapi kamu hati-hati ya. Kalau ada orang jahat langsung panggil saja nama aku tiga kali, aku pasti akan datang untuk menolong istri sepupuku." Karen pun tertawa singkat ketika ucapan Abraham terasa menggelitik perutnya. "Apaan sih kamu. Sudah ah, kalau ngobrol sama kamu suka lama selesainya. Aku duluan ya, bye!" Karen pun segera melangkahkan kakinya untuk beranjak pergi dari hadapan Abraham. "Entah kenapa aku merasa Karen seperti ingin menyampaikan sesuatu padaku, tapi dia terlihat sangat ragu. Kira-kira apa ya yang membuat Karen sangat ragu seperti tadi?" batin Abraham yang masih menatap kepergian Karen yang semakin menjauh darinya. Karen kini sudah berada di area belakang hotel, lebih tepatnya di pesisir pantai yang terlihat begitu cantik, membuat pandangan mata Karen berbinar sambil berdecak kagum menatap ciptaan Tuhan yang sangat indah dan sempurna. Suasana pantai dan suara deburan ombak selalu mampu membuat hati Karen menjadi lebih tenang, menghadapi setiap masalah yang mendera hidupnya. Pantai adalah salah satu tempat favorit yang sering Karen datangi ketika dirinya butuh tempat untuk menyendiri dari masalah yang selalu datang silih berganti dalam kehidupan Karen yang seolah tak pernah ada habisnya. Karen pun menarik napas panjang, lalu mengembuskan dengan perlahan. Berulang kali itu ia lakukan untuk dapat mengurangi beban yang tengah begitu menghimpit di dadanya. "Cepat sembuh ya Raina sayang. Kakak akan selalu sabar menantikan hari itu. Hari di mana saat kita dapat kembali hidup bersama. Tolong jangan pergi tinggalkan Kakak sendirian karena hanya kamu satu-satunya keluarga yang kakak miliki setelah Tuhan mengambil orang tua kita," batin Karen sambil mengusap air mata yang mulai membasahi kedua pipinya. ()()()()() Bersambung✍️
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD