Bagi Zen, komunikasi adalah yang utama. Ia hanyalah manusia biasa. Tentu jika dibanding dengan makhluk besar seperti itu, manusia seperti dirinya tidak punya kekuatan apa-apa. Jika makhluk tersebut bisa diajak untuk negosiasi, itu artinya ada kesempatan baginya untuk menangani kasus kali ini.
"T-turunkan aku dulu! Mari kita bicara, aku hanya ingin berunding dengan kamu!"
Meski gugup melihat jenis makhluk yang baru pertama kali dilihat olehnya. Zen tidak menyerah, ia masih berusaha lolos dari situasi sulit saat ini.
"Berani sekali kamu memerintah aku. Dasar manusia rendahan."
Taaaak ... Makhluk tersebut melempar tubuh Zen dan Zen pun kini tergelak di lantai.
Tubuhnya menabrak tumpukan kardus roti. Meski ia selamat berkat roti-roti tersebut. Tubuh Zen tetaplah serasa remuk dan sakit karena dilempar dengan cukup kuat.
Arrrh.. Rintin Zen sembari memegang bahunya.
"Aku tidak ada niat buruk. Aku hanya ingin bernegosiasi dengan kamu. Untuk tidak menganggu pabrik ini lagi," ucap Zen sekali lagi, mencoba bernegosiasi dengan siluman tersebut.
"Hahaha. Justru aku di sini untuk menganggu manusia. Untuk apa aku malah menurutimu." Siluman tersebut mengibaskan beberapa lidahnya lagi.
Slaaaaaash ...
Clang.. Clang.. Clang..
Zen terpelanting menabrak sebuah rak. Rak-rak tersebut jatuh beserta loyang roti yang mulanya tersusun rapih di atasnya.
"Aduuuh.. lengan Zen kini berdarah kulitnya tersayat ketika menghantam rak dan tubuhnya yang tertimpa beberapa loyang roti yang terbuat dari kaleng tersebut.
"Arrrght.. Arrrg.." Zen mengerang kesakitan.
Lidah siluman itu kini mencekik lehernya. Tubuh Zen mulai tertarik ke atas. Kakinya kini sudah tak lagi menggapai lantai. Zen terus menggeliat berusaha melepas lilitan lidah tersebut. Namun liur lidah tersebut terasa licin dan membuat ia semakin sulit untuk melepaskan dirinya.
"Apa aku akan mati?" benak Zen yang kini mulai kehabisan nafas dan tubuhnya kian melemah.
"Aku rasa aku benar-benar akan mati saat ini," pandangan Zen kian memudar. Kegelapan menyelimuti seluruh pandangannya. Kini ia tak sanggup lagi untuk menarik nafas.
"Hei, hentikan!"
"Lawanmu bukan dia. Hadapi aku, paraNORMAL yang akan menghabisi nyawamu, makhluk gaib." Runa melempar sebuah pisau kecil dan memotong lidah makhluk tersebut dalam sekali serangan.
Zen terlepas dari jeratan siluman tersebut di sela kesadarannya yang menurun. Pertempuran antara Runa dan makhluk tersebut berlangsung sengit.
Di saat kesadaran Zen yang perlahan kembali pulih ia melihat lidah siluman tersebut yang kini sudah menggelepar dan bergeliat di lantai. Ia pun melihat sosok wanita misterius yang muncul entah dari mana. Wanita yang pasti sudah menyelamatkan nyawanya.
Samar terlihat wanita itu bergulat dengan siluman tersebut. Cahaya emas menyelimuti tubuhnya bak malaikat yang turun dari langit. Zen yang masih lemas terkapar di lantai itu hanya bisa menatap dan berharap wanita itu mengalahkan siluman menjijikan tersebut. Akan tetapi kesadaran Zen tak berlangsung lama, Zen pun kembali pingsan.
"Aku rasa ini sudah beres!" Runa menepuk kedua tangannya. Ia merasa tugas kali ini sudah dengan baik ia tangani.
Akhirnya Zen tersadar ia melihat Runa yang akan meninggalkannya di sana. Zen yang penasaran dengan apa yang terjadi mencoba meraih tangan Runa untuk menghentikannya.
"Hei, tunggu!" Zen berhasil meraih tangan Runa.
"Kamu masih sadar?" Runa menatap Zen yang kini sudah dalam posisi duduk di lantai.
"Tidurlah lagi. Begitu sadar kamu akan melupakan hal ini," Runa meletakkan telapak tangannya di kepala Zen dan cahaya keemasan lagi-lagi keluar dari telapak tangannya tersebut.
"Terima kasih!" Zen memegang tangan Runa. Runa terkejut. Biasanya jika cahaya sudah muncul orang tersebut akan melupakannya dan ingatan tentang makhluk gaib pun terhapus. Tapi, pria yang ada di hadapannya ini justru tidak terpengaruh olehnya.
Suasana di pabrik baik-baik saja seperti tidak terjadi apa-apa. Padahal sebelumnya sudah cukup berantakan akibat ulah siluman tersebut. Loyang yang berserakan kini kembali ke tempat semula, kardus-kardus yang rusak kini utuh kembali dan tertata sesuai tempatnya semula. Tak ada bercak darah, lendir yang menjijikan atau lidah yang menggelepar. Keadaan seolah kembali normal.
Zen memeriksa kembali tubuhnya yang terluka, sembuh tak berbekas. Meski nafasnya sedikit terasa sesak namun ia tak merasakan nyeri di lehernya akibat lilitan siluman tersebut.
"Apa siluman tersebut sudah mati?" tanya Zen pada Runa.
"Kamu masih mengingatnya?" Runa terbelalak kaget. Ia yakin sudah menghapus ingatan Zen.
"Tentu saja. Kamu sudah menolong ku. Apa kamu juga siluman? Aku melihat kamu penuh cahaya tadi?" Zen kini telah sadar sepenuhnya. Tubuhnya kembali ringan dan tak terasa apapun. Ia bisa bergerak leluasa kembali.
"Tunggu!" lagi Runa meletakkan telapak tangannya di kepala Zen dan cahaya keemasan itu kembali bersinar.
"Tuh, kan, kamu bisa bercahaya," celetuk Zen yang sontak saja membuat Runa menghentikan aksinya.
"Hmmm.. tampaknya ini tidak mempan." Runa akhirnya ikut memutar otaknya memikirkan langkah apa yang harus ia lakukan pada Zen.
Dia jelas bukan anggota aliansi paraNORMAL. Tanda aliansi tidak terdapat di tubuhnya. Jika dibiarkan tentu saja akan merepotkan. Apa yang harus aku lakukan padanya ya. Runa berpikir keras.
"Ah ... jangan-jangan dia juga memiliki kemampuan khusus," pekik Runa sembari menatap tajam Zen.
"Apa kamu punya kemampuan khusus?" Runa bertanya pada Zen yang masih bingung.
"Melihat hantu?" Zen setengah kebingungan.
"Hmmm.. melihat hantu, itu hal umum. Malah ada yang pura-pura melihat hantu. Kalau kemampuan lain?" tanya Runa lagi.
"Tidak tahu! Lalu bagaimana caranya semua ini bisa kembali normal. Semua yang ada di sini seolah tidak terjadi apa-apa. Ini keren! Apa itu kekuatan kamu?" Zen kembali mengoceh, ia penasaran dengan yang terjadi saat ini.
"Duh, aku tidak tahu bagaimana melihat orang yang memiliki kemampuan khusus. Mungkin ingatan yang tidak bisa di hapus salah satu cirinya ya." Runa mulai kesal ia ingin segera mengakhiri kasus ini dan kembali ke markas justru malah di hadapkan dengan orang yang berisik dan merepotkan.
"Tunggu sebentar ya!" Runa tak menjawab apapun pertanyaan Zen dan malah memintanya menunggu sejenak. Ia merogoh sakunya dan meraih handphone miliknya.
"Halo, Tuan Guntur. Ada seseorang korban yang ingatannya tidak bisa di hapus. Aku tidak tahu harus di apakan bocah itu. Dia terus mengoceh," Runa berbicara pada seseorang di balik telepon tersebut.
"Bawa saja dia padaku. Kita juga kekurangan orang. Mungkin dia bisa kita rekrut," sayup terdengar suara dari balik telepon.
"Baiklah." Runa langsung menyetujuinya tanpa bantahan.
"Yuk, ikut denganku!" Runa tanpa basa-basi langsung mengajak Zen untuk mengikuti dirinya.
"Kemana? Kamu mau menculik aku? Jawab dulu kamu manusia atau bukan? Lalu yang tadi itu apa?"
"Heeeey! Berisik tahu. Aku yang sudah menyelamatkan nyawa kamu. Diam dan ikuti aku jika kamu memang ingin tahu," sentak Runa yang mulai kesal dengan pertanyaan Zen yang bertubi-tubi.
"I-iiiiiyaaa," dengan gugup Zen pun mengiyakan ajakan Runa.
Tak bisa di pungkiri dia bisa saja mati tadi jika Runa tak menolongnya. Ia juga penasaran dengan apa yang terjadi dan siapa Runa sebenarnya.
"Sini!" Runa mengulurkan telapak tangannya. Zen yang mengerti maksud uluran tangan tersebut meraih tangan Runa.
Ngiiiiiiiing ...
Suara nyaring terdengar berdengung di telinga Zen. Bak menembus sesuatu.
Zen merasa yakin sejenak tadi, tubuhnya menembus sesuatu dan terasa seperti masuk ke dalam air bersamaan dengan suara dengung. Zen berdiri dan menatap sekitar. tuan Andi yang tengah mengobrol dengan pak satpam tampak terlihat baik-baik saja dan tak terlihat mengingat kejadian siluman yang sudah membuat mereka pingsan tanpa sebab.
Sembari berpegangan tangan mereka melewati tuan Andi. Tuan Andi tak melirik mereka sama sekali. Mereka bagai manusia transparan yang tidak terlihat.
"Tu-tuan Andi" Zen bergumam berusaha menyapa tuan Andi namun mereka tak melihat ke arah Zen sama sekali.
"Dia tidak melihat kita? Ayo cepat," Runa menarik lengan Zen. Mau tidak mau Zen akhirnya mengikuti langkah kaki Runa.
"Sudah. Lepaskan!" Runa mendelik ke arah tangan mereka yang masih digenggaman erat oleh Zen.
"Eh.. ehmm.. iya," dengan gugup Zen akhirnya melepas genggaman tangannya.
Seketika perasaan seperti berjalan di dalam air itu pun sirna. Tubuhnya ringan seperti biasanya. Ia kini mengerti kenapa tadi tuan Andi tak bisa melihat mereka. Itu karena mungkin saja sosok wanita misterius di hadapannya ini sedang menggunakan kekuatannya.
"Masuk lah! Aku akan membawa mu bertemu Tuan Guntur" Runa mempersilahkan Zen masuk ke dalam mobil di hadapannya.
Gugup, bingung dan penuh pertanyaan menyelimuti hati dan pikiran Zen. Namun ia tak segan mengikuti Runa. Jantungnya berdegup kencang. Ia merasakan adrenalin memacu jantungnya. Entah karena gugup atau terlalu bersemangat dengan hal baru yang ia temui.
"Namaku Zeno Rukas, panggil saja aku Zen" Zen mencoba memecahkan suasana yang hening tersebut.
Sepanjang perjalanan Runa hanya fokus menyetir. Suasana tegang semakin membuat Zen gugup. Ia berusaha mencairkan suasana.
"Runa," jawab wanita itu singkat.
"Apa kamu manusia?" tanya Zen lagi yang masih penasaran.
"Iya," lagi-lagi Runa menjawab singkat dan ketus pertanyaan Zen.
Zen merasa jika ia bertanya lagi. Bisa menimbulkan masalah baginya, akhirnya ia pun menyerah. Ia ikut diam dan hanya memandang keluar jendela.
"Kita sudah sampai. Yuk!" Runa menghentikan mobilnya di sebuah kafe.
"superNATURAL" Zen membaca nama kafe tersebut yang terpajang di depan pintu masuk.
Kafe yang terlihat sangat nyaman begitu kita memasukinya. Kursi dan mejanya yang terbuat dari kayu menambah kesan natural sesuai dengan namanya. Tanaman hias yang menghiasi setiap sudut, gemericik air terdengar dari air terjun yang di buat di tepi bar kafe tersebut. Musik yang mendayu menambah kesan nyaman dan natural
"Selamat malam Tuan!" Runa setengah menundukkan kepalanya yang tentu saja membuat Zen mengikuti tindakan Runa.
"Silahkan duduk!" Tuan Guntur mempersilahkan Zen dan Runa untuk duduk.
"Saya Guntur Triyoga saat ini adalah ketua Aliansi paraNORMAL." Tuan Guntur memperkenalkan dirinya pada Zen yang kini sudah duduk di hadapannya.
"Aliansi paraNORMAL?" Zen mengulang kembali ucapan tuan Guntur.
Raut wajah kebingungan jelas terlihat di wajah Zen. "Hhhm.. mmmm.. saya Zeno Rukas Tuan. Panggil saja saya Zen," nyaris saja ia melupakan untuk memperkenalkan dirinya pada Tuan Guntur.
Tuan Guntur hanya tersenyum melihat reaksi Zen yang kebingungan dan gugup. "Kami adalah Aliansi paraNORMAL tugas kami seperti yang baru saja kamu alami tadi. Mengusir makhluk gaib. Di telepon Runa mengatakan jika ia tidak bisa menghapus ingatanmu. Itu artinya kamu sama seperti kami. Memiliki kemampuan khusus," jelas tuan Guntur lagi, menjelaskan sedikit tentang Aliansi paraNORMAL.
"Aku bisa melihat makhluk gaib!" Zen tampak sangat tertarik dengan apa yang didengarnya.
"Ya, itu salah satunya. Kami kekurangan orang. Jadi, jika kamu mau bergabung bersama kami, tentu kami sangat berterima kasih. Kamu juga akan mendapatkan bayaran sesuai perkejaan yang kamu selesaikan," lanjut Tuan Guntur.
"Bayaran? Berapa kira-kira?" tanya Zen yang semakin tertarik begitu mendengar tentang bayaran.
"Tentu saja itu tergantung misi. Mungkin bisa lihat di sini!"
Tuan Guntur menunjukkan handphonenya. Tampak di layar handphone tersebut sebuah aplikasi yang memuat beragam misi dan tugas untuk paraNORMAL tertera jelas nominal yang sangat besar.
"Kami menggunakan aplikasi ini untuk saling terhubung. Di sini juga terdapat misi yang bisa kamu pilih dan informasi tentang misi tersebut. Bagaimana? Kamu tertarik bergabung bersama kami?" tanya Tuan Guntur lagi.
Zen menatap ke arah Runa yang sedari tadi hanya terdiam dan menyaksikan perbincangan mereka. Runa yang telah menolongnya membuat Zen juga ingin membalas pertolongan Runa padanya.
Mengingat dirinya yang juga pengangguran dan paranormal gadungan tentu saja membuat penawaran Tuan Guntur sangat menggiurkan. Ia juga tidak yakin. Jika ia pergi ke pabrik tadi apakah tuan Andi masih mengingatnya dan membiarkan dirinya bekerja di pabrik.
"Aku setuju." Akhirnya Zen bulat memutuskan untuk bergabung bersama Aliansi paraNORMAL.
"Mungkin aku bisa jadi paranormal sungguhan," benak Zen.
"Baiklah, untuk selebihnya kamu bisa diskusikan dengan Runa. Aku tidak punya cukup waktu. Kalau begitu selamat datang Zeno Rukas di Aliansi paraNORMAL." Tuan Guntur menjabat tangan Zen dan tersenyum lebar tentu saja di sambut antusias oleh Zen dan langsung meraih tangan tuan Guntur.
Saat tangan Zen mulai menyentuh tangan tuan Guntur. Tangan Zen terasa terbakar. Ia merintih sedikit dan segera menarik tangannya.
"Itu tanda kamu anggota kami!" Tuan Guntur tersenyum lebar.
Terlihat sebuah tanda di telapak tangan berbetuk guratan. Tepat di tempat yang tadi terasa terbakar.
"Runa! Mulai sekarang dia adalah partnermu," titah tuan Guntur.
"Zeno, sekarang Runa adalah penanggung jawab sekaligus partner kamu."
"Saya tidak bisa berlama-lama. Jika ada pertanyaan silahkan tanya pada Runa. Saya pamit." Tuan Guntur langsung pamit dan meninggalkan Runa dan Zen berdua di kafe tersebut.
"Aku jadi harus mengurusi kamu," Runa mendelik menatap Zen yang hanya tersenyum polos seolah berkata padanya 'Tolong rawat aku dengan baik.'
"Baiklah, sekarang apa ada hal yang ingin kamu tanyakan?"
Melihat Zen yang tak merespon Runa akhirnya kembali buka suara.
"Ya sudah, aku tidak suka banyak bicara. Besok pagi datanglah ke sini, tepat pukul sembilan pagi. Kita akan langsung praktek saja dari pada harus menjelaskan panjang lebar."
"Ah, iya! Ingat ini baik-baik peraturan utama Aliansi paraNORMAL yaitu kita harus selalu bekerja bersama partner. Makhluk gaib itu berbahaya kita tidak bisa menanganinya sendirian," Runa mengingatkan Zen tentang peraturan utama di Aliansi paraNORMAL.
"Tapi, tadi kamu sendirian?"
"Kamu tidak punya partner?"
"Ah, iya. Aku partnernya. Tapi, tadi itu kan kamu memang sendirian!"
Runa mulai kesal dengan ocehan Zen. Ia mendelik tajam dan menatap Zen dengan tatapan yang penuh emosi.
"Sabar, dia anak baru," gumam Runa yang menelan kekesalannya.
"Aku ini Level S tentu saja berbeda. Tiap anggota memiliki kekuatan yang berbeda-beda. Kami menggolongkannya ke beberapa level. Kamu anak baru, jadi kita juga belum tahu kemampuan kamu sepenuhnya sementara ikuti saja perkataanku. Kelak kamu juga akan menjalani tes untuk mengetahui kemampuan Level mu."
Zen mengangguk penuh semangat. Ia terlihat sangat antusias. Ia juga tak sabar menanti hari esok untuk segera melakukan misinya sebagai paraNORMAL.