76. Terungkap 2

1212 Words
Aran mendengar kabar mengenai pelaku penculikan dan pembunuh kedua orang tua Moti telah tertangkap. Dia dari Berlin langsung terbang ke Jakarta menggunakan jet pribadinya. Pemuda 25 tahun itu telah menjadi seorang direktur muda diperusahaan senjata milik kakeknya. "Dalangnya siapa?" tanya Aran dingin. "Menurut informasi yang menjadi dalang sesungguhnya yaitu Ikhsan Hadi Kusuma," jawab Peter. Sret Aran berhenti berjalan. "Cari tahu semua mengenai Ikhsan Hadi Kusuma," pinta Aran datar. "Baik, tuan muda," ujar Peter. ♡♡♡ "Bagaimana?" suara pemuda 25 tahun itu mengeluarkan suara datarnya. "Bukti-buktinya memang mengarah ke arah Ikhsan Hadi Kusuma, namun keganjilannya berada pada Christian Hindanata," jawab Leo. Randra mengalihkan pandangannya ke arah sang anak buah. "Informasi yang aku minta sudah kau dapat?" tanya Randra. "Sudah, ini berkasnya, ada di dalam map ini, tuan muda," jawab Leo. Leo memberikan map kuning itu. Randra menerima dan membaca berkas yang dia minta. Pemuda itu dengan telitinya melihat setiap kata yang ia lihat. Setelah beberapa lama ia menganalisa, akhirnya mata pemuda itu membulat. "Ini rekaman rekeningnya selama tujuh tahun ini," ujar Randra. "Dibandingkan dengan rekaman rekening Ikhsan Hadi Kusuma, Christian Hindanata menerima kiriman uang sebesar dua juta dolar Amerika dari rekening putra sulungnya Sebastian Hindanata," ujar Randra. "Dua juta dolar setara dengan tiga puluh milyar," lanjut Randra. "Sedangkan milik Ikhsan, dia hanya menerima uang dari Samsudin Bahar senilai seratus juta, dalam kurung tujuh tahun ini, tidak ada pengiriman atau transfer uang yang berarti dari Ikhsan," ujar Randra. "Periksa lagi anak sulung Christian itu, dari mana dia dapatkan uang senilai tiga puluh milyar itu, dan periksa juga Samsudin Bahar, untuk apa dia kirim uang senilai seratus juta itu," pinta Randra. Leo mengangguk. ♡♡♡ Randra terlihat sedang berpikir. "Moti malam itu ke restoran untuk memberikan berkas yang diminta ayahnya, dan dia lari ketakutan dari sana," ujar Randra. Randra menoleh ke arah Moti yang sedang tertidur. Drt drt drt Ponsel mahalnya bergetar. "Halo, Pa." "Randra, datanglah ke Jakarta sekarang juga," terdengar suara balasan dari Iqbal. "Ada apa, Pa?" "Pelaku penculikan Moti tertangkap, dan pelaku itu mengaku bahwa pria teman ayah Moti sendiri yang menjadi penyuruhnya serta memberikan dia uang agar menculik dan membunuh kedua orang tua Moti," jawab Iqbal dari seberang. Randra diam, dia sudah mengetahui ini. "Tapi ada yang tidak beres, pria lain teman ayah Moti juga dicurigai oleh Jamaludin dan Agil, sebab Agil menemukan keganjilan pada saat Agil mendatangi Ikhsan dan Christian," lanjut Iqbal. "Kau kemarilah, ada berbagai masalah yang timbul, dan papa mendapat laporan dari cabang perusahaan disana bahwa kau tidak datang kesana, kemana kau?" Iqbal bertanya. Randra terdiam, kedua orang tuanya belum tahu mengenai keberadaan Moti. "Perusahaan batu bara di Sumatera membutuhkanmu, ada rekan kerja dan klien bisnis kita yang komplain mengenai beberapa saham mereka, papa mengurusi cabang Surabaya, disana ada salah satu menager keuangan yang terlibat korupsi uang perusahaan," ujar Iqbal. "Jadi, papa mohon, kemarilah, kakak-kakak sepupumu yang lainnya juga dibuat pusing oleh pekerjaan mereka masing-masing." Mohon Iqbal. Randra menahan napas, ia menoleh ke arah Moti yang sedang tertidur. "Huuhh!" hembusan napas susahnya. Dengan berat hati dan tak rela terpaksa Randra harus menjawab. "Besok Randra akan kesana," ♡♡♡ "Bukankah itu putra pengusaha terkenal itu?" tanya seorang polwan cantik. Polwan yang lainnya mengangguk membenarkan. "Dia adalah tuan muda Basri, Randra Adilan Basri, dia yang merupakan tunangan dari salah satu putri pak Baqi, namun tunangannya itu hilang satu hari sesudah pemakaman," jawan polwan itu. Polwan yang bertanya tadi manggut-manggut. "Ada perlu apa dia disini?" tanya polwan itu. "Ingin melihat wajah orang yang telah menculik tunangannya lima tahun lalu," jawab temannya. Kembali ke Randra yang memasuki salah satu ruang introgasi itu. Terlihat Adam yang berada di dalam ruang itu. "Randra," ujar Adam. Randra hanya mengangguk singkat. "Ini pelakunya, dia mengakui perbuatannya lima tahun lalu bahwa dia menculik Moti dan keluarganya atas dasar suruhan dari pak Ikhsan," ujar Adam. Randra menaikan sebelah alisnya. Tak Tak Tak Randra melangkah mendekat ke arah pria itu. Sret Dengan kasar Randra membalikkan kursi yang diduduki pria itu. Wajah pria itu dan Randra berhadapan. Randra dengan wajah datar dan dinginnya menaikan sebelah alisnya. "Kau kenal aku?" nada dingin itu keluar. Pria berumur akhir empat puluhan itu menelan susah salivanya. "Kau tuli?" terdengar lagi suara dingin itu. Lelaki itu tetap berusaha diam dan mempertahankan reaksi yang ditimbulkan tubuhnya. Randra mengangguk singkat. "Beni Baron Tiskal adalah namamu, memiliki dua saudara kandung, Sisi Aprilia Tiskal dan Marlo Tiskal, satu saudara tiri, Jacobus Tiskal, kau anak pertama dari pasangan Marthen Tiskal asal Kupang dan Maria Tetisa dari Kalimantan," ujar Randra dingin. Pria itu melototkan matanya lebar. "Siapa yang menyuruhmu?" tanya Randra dingin. Tubuh pria itu terlihat berusaha tenang. "Adam, ruangan ini aktif rekaman?" tanya Randra. Adam menggeleng. "Tidak, mereka bisa melihat dari luar tapi tidak bisa mendengar, sudah aku urus segala sistemnya," jawab Adam cepat Randra mengangguk singkat. "Leo, ingat kata-kataku, satu pertanyaan dilewati atau tidak dijawab oleh pria sialan ini, satu sayatan untuknya," ujar Randra. Terlihat Leo mengangguk tegas, sedangkan Adam dan pria yang bernama Beni itu melototkan mata mereka. "Kau boleh lakukan apa saja, asal jangan kekerasan," sanggah Adam cepat. "Kau tidak bisa melakukan itu padaku, aku masih terikat kasus penting ini, hak-hak-ku sebagai tersangka dilindungi oleh undang-undang," ujar Beni mencoba tenang. Randra menaikan sebelah sudut bibirnya. "Tidak masalah bagiku," balas Randra dingin. "Rand--," Adam menelan kembali suaranya. "Sekarang kita mulai," sela Randra. "Kau bekerja pada siapa?" tanya Randra. Beni terlihat tenang sekarang. Randra menunggu jawabannya. "Ikhsan Hadi Kusuma," jawab Beni. Adam mengeraskan kuat rahangnya. Randra menaikan sebelah alisnya. "Sekali lagi aku tanya, kau bekerja untuk siapa?" tanya Randra sekali lagi. "Aku bekerja untuk Ikhsan Hadi Kusuma," ujar lelaki yang bernama Beni itu. "Dapat dipertanggung jawabkan?" tanya Randra. Lelaki yang bernama Beni itu diam. Randra menaikan sebelah alisnya. "Dapat dipertanggung jawabkan bahwa kau bekerja untuk dia?" suara dingin nan menusuk dari Randra. Randra memberi kode kepada Leo. Leo terlihat merogoh ponselnya. "Lakukan," pinta Leo. "Akh!" terdengar suara teriakan dari arah ponsel itu. Beni menoleh ke arah ponsel itu. Seketika matanya membulat. "Mama!" Beni berteriak nyaring. Bruk Bruk Beni berontak dari kursi itu. Brak Adam menahannya kembali. Adam bahkan tak percaya dengan penglihatan dan pendengarannya. "Satu sayatan untukmu diwakili oleh ibumu," Randra tersenyum iblis. Beni gemetaran, tubuhnya menegang, dia menoleh ke arah Randra. "Kau! Apa yang kau lakukan?!" teriak Beni. "Untuk yang terakhir kali aku tanya, kau bekerja untuk siapa?" suara dingin itu lagi. "Ikhsan Hadi Kusuma!" teriak Beni. Randra mengibaskan jemarinya ke arah Leo. "Lakukan," pinta Leo lagi. "Aarrghhh!" "Papa!" Beni melototkan matanya. Randra tersenyum iblis. "Bukankah menyenangkan mendengar dan melihat gambar keluargamu sendiri di sayat seperti itu?" Randra menatap tajam ke arah Beni. Adam menelah susah air ludahnya. "Lelaki ini mengerikan." Batin Adam. Beni menggeleng kuat. "Tunanganku, tunanganku koma selama lima tahun," ujar Randra dingin. Beni mengerutkan keningnya. "Ah, kau pasti tidak tahu siapa tunanganku, yah?" Randra tersenyum manis. Satu kibasan jemarinya ke arah Leo disertai ucapan huruf pertama sang tunangannya. "M," "Lakukan," suara Leo. "Aakh!" terdengar teriakan lagi dari ponsel itu. "Mama!" Beni melototkan matanya. Kibasan tangan kedua. "O," "Lakukan," "Aargh!" "Papa!" Kibasan ketiga. "T," "Lakukan," "Arrgh!" "Tidak! Sisi!" Beni menjerit. Kibasan ke empat. "I," "Lakukan," "Argh!" "Marlo!" Beni histeris. Kibasan ke lima "A," "Lakukan," "Argh!" "Hentikan!" Beni berteriak. Kibasan ke enam. "K," "Lakukan," "Arrghh!" "Hentikan! Hentikan! Kau akan memberitahu pelakunya!" Kibasan ke tujuh "I," "Lakukan," "Aakkhh!" "Aku bilang hentikan!" Seakan Randra tuli dengan jeritan dan teriakan dari pria itu. Kibasan tangan ke delapan. "L," "Aakh! Jangan!" "Bukan Ikhsan!" Kibasan jemari selanjutnya. "L," "Lakukan," suara Leo masih setia menginteruksi. "Awh! Jangan!" "Bukan Ikhsan Hadi Kusuma!" Kibasan selanjutnya. "A," "Lakukan," suara Leo lagi. "Sakit! Sakit!" Jeritan kesakitan dari seberang. Kibasan tangan berikutnya. "B," "Lakukan," "Akh! Sakiitt!" "Aku bilang hentikan! Aku akan jawab!" Kibasan berikutnya lagi. "A," "Lakukan," "Mama! Sakiit!" "Aku! Aku bekerja unt--," Kibasan berikutnya lagi. "Q," "Lakukan," intrukai Leo. "Ahh! Sisi! Bangun!" "Chistian Hindanata!" Kibasan berikutnya lagi. "I," "Lakukan," intruksi Leo lagi. "Aarrgh! Tidak, papa! Hiks! Hiks!" "Christian Hindanata adalah orang yang membayarku, aku dan teman-temanku menculik tunanganmu dan dibertahukan agar membunuh salah satu gadis berambut merah bata, kami harus membunuhnya kata bos kami, Christian Hindanata!" "Karena dia saksi mata di restoran itu!" "Saksi mata apa?" Randra bertanya dingin. Beni menelan susah ludahnya. "Malam itu, malam itu...malam itu gadis berambut merah bata itu menyaksikan perbuatan kami yang sedang...sedang...sedang menyembunyikan beberapa karton yang berisi...berisi senjata...ilegal...kami...kami mengejarnya karena...dan...dan ingin...membunuhnya...karena dia...dia mendengar seluruh...seluruh perintah bos...bos kami...dan...karena dia juga...juga merekam...merekam aksi kami...," pengakuan Beni dengan tubuh gemetarannya. Randra terdiam. Aura mengerikan keluar dari tubuhnya. Kibasan tangannya terlihat melambai lagi. "Habisi mereka." "Lakukan final." Intruksi terakhir Leo disertai berakhirnya komunikasinya dengan orang diseberang. "Tidak!" "Jangan!" ♡♡♡
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD