Mencoba Membujuk Keluarga

1057 Words
"Ayo kita pulang, Ma. Ngapain juga lama-lama di sini tapi yang punya rumah sembunyi," ucap tuan Surya. "Terus barang-barangku bagaimana, Tan?" tanya Sherly. "Ya kamu ambil dulu, nanti bisa sopir antar kamu ke sini lagi. Soalnya kan barangmu sudah di rapikan, takutnya nanti malah ada yang ketinggalan. Kalau masih di koper enak tinggal bawa," jawab nyonya Mary. "Berarti aku ikut pulang dulu ya ke rumah Tante? Apa aku nanti tidak akan diusir sama kak Shaga, Tan?" tanya Sherly takut jika Shaga mengusirnya. "Tidak akan, dia kalau menolak ya sejak awal. Kalau dia sudah terima artinya tidak ada masalah lagi, sudah ayo kita pulang sekarang! Ayo Shelia kita pulang!" ajak nyonya Mary. "Aku mau liat baby Aura dulu ya Ma, sebelum pergi. Sebentar aja kok," ujar Shelia. "Ngapain sih, tadi kamu udah lama di atas. Sudah ayo kita pulang saja, Axel bilang bosmu kalau kamu pulang. Bilang juga padanya harus bersikap baik ada Sherly," ucap tuan Surya berpesan. "Baik, Tuan besar. Akan saya sampaikan," sahut Axel. Mereka pun keluar dari rumah Shaga, yang sama sekali tidak keluar sampai kedua orang tuanya selesai makan siang dan pulang. Shaga merasa lelah jika harus berdebat terus menerus dengan keluarganya, Itu kenapa dia memilih untuk diam di kamarnya saja. Axel mengantar keluarga bosnya, sampai mereka semua meninggalkan rumah Shaga. Axel pun menelpon Shaga untuk memberitahu hal itu. "Syukurlah kalau mereka sudah pulang, aku baru akan turun untuk makan siang. Apa Aldara keluar untuk makan siang tadi?" tanya Shaga. "Tidak, Tuan. Menurut nona Shelia tadi Aura ingin tidur, jadi nona Aldara tidak turun untuk makan siang." "Ya sudah, kalau begitu aku akan sekalian memanggilnya." Shaga pun mengakhiri panggilan, lalu beranjak dari kamarnya menuju kamar Aura. Shaga mengetuk pelan sebelum akhirnya dia masuk dan melihat Aura sedang tertidur dan Aldara duduk di dekatnya. "Dia sudah tidur? Kenapa tidak turun untuk makan siang?" tanya Shaga. "Hust, kita bicara diluar saja, Bos. Dia belum terlalu lama tidur," sahut Aldara pelan dan mengajak Shaga keluar. Mereka pun keluar dari kamar Aura, Shaga kembali bertanya kenapa Aldara tidak keluar dan malah duduk di dekat Aura. "Karena saya merasa tidak enak untuk keluar, apalagi ada keluarga, Bos." "Mereka sudah pergi, meskipun tidak pergi. Harusnya kamu tetap saja keluar dan makan saat Aura tidur, kenapa juga kamu takut pada mereka. Yang menggajimu itu aku bukan mereka," jelas Shaga. "Iya sih, Bos. Ya udah kalau mereka sudah pergi aku mau makan dulu, perutku sangat lapar." Aldara langsung beranjak meninggalkan depan pintu kamar Aura. "Shelia ngomong apa saja tadi?" tanya Shaga seraya membarengi langkah Aldara. "Gak ada sih, Bos. Cuma ngobrol biasa dan tanya-tanya soal Aura, ya saya jawab jujur aja. Tapi adik Bos ternyata tidak seperti orang tua Bos, dia lebih bisa menerima kehadiran baby Aura. Malah dia bisa menggendongnya tadi," jelas Aldara. "Iya, dia pernah cerita kalau dia pernah mengasuh anak orang." Shaga menuruni anak tangga satu persatu. "Bos tau? Kenapa tidak dilarang, kan Bos punya uang harusnya Bos kirim saja buat dia dari pada dia kerja." "Tidak semua hal bisa kamu selesaikan dengan memberi uang, dia harus belajar jika mendapatkan uang itu susah. Dengan begitu dia tidak akan hanya bersenang-senang di sana, dia akan berpikir berkali-kali sebelum memboroskan uangnya. Jadi dia akan menghargai semua itu, dengan merasakan sulitnya mencari uang." Shaga mengungkapkan alasannya tidak memberikan uang pada Shelia saat masih sekolah di luar negeri. "Wah, saya gak sangka kalau Bos bisa sebijak itu. Ternyata dibalik sikap Bos yang ketus, Bos tetap seorang kakak yang memikirkan adiknya." "Aku pikir kamu akan memprotesku, karena melakukan itu dengan alasan seperti itu." "Ya gak lah, Bos. Itu memang terdengar simpel, tapi penuh arti untuk kehidupan adik Bos kedepannya. Dia akhirnya bisa menghargai kehidupannya," jawab Aldara seraya duduk di kursi meja makan. "Itu hanya saat dia sekolah menengah atas saja, setelah kuliah dia mendapatkan kartu kredit yang bebas dia gunakan. Tapi karena dia pernah merasakan sulitnya mencari uang, dia jadi tidak suka boros lagi. Ya meskipun sesekali dia tetap memaksa jika ingin mendapatkan barang branded yang dia sukai," ucap Shaga. "Ya kalau itu sih biasa, namanya juga perempuan. Aku dulu juga gitu, kalau pengen sesuatu aku beli. Meskipun harus menabungnya cukup lama," ujar Aldara. "Sudah, makanlah aku juga sudah lapar." Aldara pun diam dan memulai makan siangnya, sementara itu di mobil dimana keluarga Shaga berada mereka semua sedang membicarakan keputusan Sherly. "Kamu yakin tetap mau menikahi Shaga meskipun dia sudah punya anak?" tanya tuan Surya. "Iya, Om. Aku tidak akan berubah hanya karena alasan itu, lagian semua orang punya masalalu. Anggap saja itu sebagai masalalu," jawab Sherly. "Kamu benar, tidak salah kamu setuju kamu bersama Shaga. Kamu akan memahami kesibukannya kelak, jadi tidak akan ada perdebatan karena dia sibuk. Karena biasanya dalam rumah tangga itu masalahnya," ucap tuan Surya. "Terus bagaimana dengan orang tuamu?" tanya nyonya Mary. "Jangan khawatir, Tante. Merek akan setuju apapun permintaanku, asal aku bahagia mereka akan ikut bahagia. Apalagi Daddy yang selalu menurutiku," jawab Sherly. "Syukurlah kalau begitu, kami jadi lega." Mereka pun diam, setelah nyonya Mary mengungkapkan perasaan leganya. Sampai akhirnya Shelia menyeletuk tentang Aura, karena dia cukup lama bersama Aura tadi. "Aura itu gemesin, Ma. Mirip banget sama foto kakak saat masih kecil," celetuk Shelia. "Ngomong apa sih kamu?" tanya nyonya Mary. "Kan Mama sama papa mau cucu dari kakak, kenapa tidak bisa terima Aura. Bagaimanapun itu anak Kakak," sahut Shelia. "Iya tapi anak haram, kita gak tau kehidupan perempuan yang dihamili kakakmu itu. Bisa jadi dia selalu tidur dengan banyak pria, membuat benih itu bercampur. Hanya saja kakakmu yang membuat dia hamil, jadilah itu DNA si bayi sama dengan kakakmu. Kamu mau kami menerima bayi itu? Sedang kan sudah jelas dia itu aib keluarga," sahut tuan Surya mewakili istrinya. "Tidak ada anak haram, Pa. Semua anak itu suci, kelakuan orang tuanya yang salah. Dia akan jadi aib jika kalian menganggapnya begitu, dia tidak akan jadi aib kalau kalian bisa menerimanya. Seperti kakak yang menerima kesalahan dan memutuskan untuk merawat si bayi," jelas Shelia apa isi pikirannya. "Sudah-sudah, jangan mengajari kami. Kamu itu anak kemarin sore, tau apa tentang kehidupan. Kamu tidak tau bagaimana dunia tempat kita berada, semua orang berlomba mencari keburukan kita untuk menjatuhkan. Jadi tidak semudah yang kamu ucapkan," tegas Tuan Surya. Shelia hanya bisa menarik napas, saat yang percuma untuk menjelaskan pada orang tuanya. Karena saat ini mereka terus berpikir tentang nama baik, tidak ada kasih sayang pada darah daging yang dianggap anak haram.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD