Penantian Malam Pertama

1116 Words
Setelah pesta berakhir, Tom dan Mila kembali ke rumah besar milik mereka. Tom segera mandi untuk membersihkan diri dan mengistirahtkan tubuhnya. Dia telah mengatakan kalimat ini pada Radit sebelumnya. “Kamu tau gimana sifat Mega ‘kan? Dari lahir dia udah sama kamu, Kak. Papah juga minta maaf jika selama ini ada salah sama kamu, yang bikin kamu gak enak hati. Tapi Papah bener bener sayang sama kamu, kamu anak Papah meskipun darah Papah gak mengalir di tubuh kamu. Papah tau kecelakaan itu membuat kamu sendiri kesal, marah, Papah yakin kamu gak berniat menyakiti Mega. Tapi coba ambil hikmahnya, mungkin dengan cara ini kamu bisa bener bener terikat dengan Papah, dengan Mamah. Papah tau betul kamu anak yang baik, jaga putri Papah ya. Dia sekarang jadi istri kamu. Didik dia dengan baik, mari coba lupakan masa lalu. Papah masih kesel aslian, Kak, sama kamu. Tapi kan hidup berjalan, kamu tanggung jawab aja Papah udah bersyukur.” Begitulah petuah yang dikatakan Tom untuk Radit setelah dia menikah dengan Mega. Ketika Tom keluar dari kamar mandi, dia melihat istrinya yang menyimpan telpon di meja. Terlihat istrinya itu lelah, dia mengusap wajahnya yang sayu dan berjalan menuju balkon. Tom segera memeluk istrinya dari belakang. “Kenapa, Mah? Lelah? Istirahat yuk, jangan banyak pikiran. Gak mau dikira Mbak aku kan kalau wajah kamu keriput duluan?” Mila tertawa, dia membalikan wajahnya dan memeluk Tom suaminya. “Aku khawatir sama Mega, Mas. Dia gimana ya? Aku takut dia trauma mengingat yang dulu dulu. Radit gak akan maksa ‘kan ya? Aku gak enak pikiran, Mas.” Tom diam sejenak. “Mega akan baik baik saja, Mah. Jangan memikirkan hal yang tidak tidak. Tadi Papah udah kaish petuah petuah untuk Radit, mana mungkin dia tidak mendengarkan bukan? mamah tau karena Mamah yang membesarkan dia.” “Bagaimana jika…..” Suara Mila menggantung saat dirinya berpikir yang tidak tidak tentang Radit. Dia segera menggeleng menepis hal itu. Mila segera menggantinya dengan kalimat, “Iya, Pah. Radit anak baik, kita yang membesarkannya. Malam itu dia melakukan itu karena mabuk ‘kan? Kalau gak gitu, anak kita gak akan melakukan hal seperti itu.” Tom menganggguk, dia membawa istrinya duduk di kursi yang ada di balkon. Dan menggenggam tangannya kuat. “Ingat kenapa kita mengadopsinya?” “Saat kita kehilangan harapan.” Memang, saat itu Mila sudah diprediksi dokter tidak akan punya anak. Tapi keajaiban terjadi saat Radit masuk ke dalam keluarga. Bukan hanya dirinya yang bisa hamil, tapi juga usaha Tom yang berkembang pesat. Tembakau yang dia miliki menjadi yang terbaik dari Asia. Diekspor ke luar negara dengan mencapai keuntungan triliunan. “Kamu yang bilang, jangan biarkan satu kesalahannya menghancurkan semua yang pernah dia lakukan. Papah juga masih kesel sama Radit, bahkan marah. Tapi toh, sekarang dia menjadi bagian keluarga kita ‘kan? Jadi menantu kita. Mamah juga tau kalau Mega akan lebih baik jika bersama Radit.” Mila mengangguk. Sejak Radit menjadi anggota keluarganya, hanya ada kebahagiaan. Radit tumbuh menjadi anak yang sangat baik dan pintar. “Dia hanya membuat satu kesalahan, dan kesalahan itu mungkin saja jalan untuk Mega menjadi lebik baik. Supaya tidak ada lagi balapan liar, tidak ada lagi hal hal mengerikan terjadi padanya.” Mila mengangguk yakin. “Aku memesankan perjalanan bulan madu ke Hawaii.” “Bagus, berapa minggu?” “Satu minggu, Papah bilang Papah butuh Radit secepatnya di perusahaan bukan?” “Ya, memang. Dia akan mengambil alih semuanya. Papah juga mau kerjanya yang ringan ringan aja, gak bikin nyita waktu. Capek, mana udah tua. Pernah pas jalan sama Mega malah dikira Kakeknya. Heran sama orang orang. Tapi tunda aja dulu, Mah, bulan madunya, biar besok Radit liat liat dulu kerjaannya.” Mila tertawa mendengarnya. “Dan Sekretaris Kim? Dia akan menjadi pendamping Radit?” Tom sedikit berpikir dahulu. “Iya kayaknya, dia udah Papah percaya sebagai kaki tangan Papah, jadi bisalah…. Kalau Papah mau……..” Mila mengangguk. “Bagaimana dengan kuliah Mega? Apa dia benar benar akan berhenti untuk mengurus Radit?” “Sayang, kamu harus tenang. Biarkan semua berjalan dengan semestinya, oke?” “Baiklah, Mamah paham, Pah,” ucap Mila menarik napas dalam. ****** Sesampainya di apartemen baru, Mega mengerutkan keningnya. Cukup bagus memang, bahkan terlalu bagus untuknya yang liar. Benar benar apartemen impiannya, berada di bagian paling atas yang mana membuat Mega bisa melihat seluruh kota dari atap yang disulap menjadi ruangan bersantai. Dia datang seorang diri, Radit masih ada di basement untuk berbicara dengan penjaga apartemen di sini. Penthouse memiliki lift khusus untuk lantai ini sendiri, jadi tidak akan ada yang mengganggu kecuali diizinkan. Hanya ada satu ranjang terbuka yang terhubung dengan balkon. Hanya ada sekat sekat kaca, apartemen ini benar benar dirancang untuk pasangan baru. Saat Radit datang, Mega sedang membuka gaun pengantinnya. Membuat Radit kaget dan segera bergegas menutup tirai. “Bagaimana jika ada yang melihat dari sana?” Mega dengan mudahnya mengangkat bahu. Kini dia hanya memakai jaket saja yang terlalu kebesaran. “Kakak, kita berada di lantai paling atas. Siapa yang mau liat? Burung? Burung Kakak kali,” ucapnya tanpa melihat Radit. Mega mengambil gaun pengantinnya dan mencari bagian ruangan cuci. Di sana Radit menelan ludahnya kasar, dia tidak tahu harus bagaimana cara menghadapi Mega yang begitu datar dan juga terlalu terbuka. “Kak, apa kakak lapar?” “Tidak, kamu mau makan?” “Aku memesan makanan dari caffe bawah untuk setidaknya menyiapkan tenaga.” “Tenaga?” “Ya,” ucap Mega sambil membuka kulkas, terlihat seperti sedang mencari sesuatu. “Tenaga untuk kita melakukan malam pertama, kakak tidak akan melewatkannya bukan? gila saja. kakak tau beraoa lama aku menunggu untuk ini? uh…., Aku tidak sabar.” “Mega, bisakah kamu tidak bicara dengan frontal tentang hubungan ini? Kakak belum terbiasa dengan ini. rasanya aneh, dan malah Kakak menjadi kesal dengan hal ini mengingat kamu mengambil jalan yang salah.” “Apa salahnya? Aku cinta sama kamu, Kak. Cintaaaa banget..” “Oke oke.” Rasanya ada sensasi aneh saat Radit mendapatkan pengakuan itu. “Aku tahu, tapi mari lakukan dengan perlahan.” “Apanya?” “Hubungan ini, Mega. Aku masih menganggapmu sebagai adikku. Semua ini sulit dicerna, obsesimu, rasa cintamu padaku. Aku masih harus memprosesnya supaya tidak menelannya bulat bulat.” Mega menutup kulkas dan menatap Radit. “Maka darinya kakak harus mulai menganggapku sebagai istrimu, Kak.” “Secara perlahan.” “Ya, kita akan melakukannya perlahan malam ini. Aku akan mandi dulu, jangan pakai pengaman saat melakukannya.” Radit berdiam di sana masih belum percaya, Mega mengatakannya dengan wajah yang datar seolah tidak punya batasan akan dirinya. “Atau kita harus mandi bersama, Kak?” “Tidak, tidak perlu.” “Baiklah. Setelah mandi aku makan sebentar, lalu kita melakukannya.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD