FLASHBACK
Radit memasuki kamarnya, dia menutup pintunya dan berharap Mega keluar dari sana. Katakanlah kalau dirinya adalah sosok kakak yang jahat. Tapi ini demi kebaikannya.
Prilaku menyimpang Mega akan membuat mamanya kecewa, apalagi jika dirinya disangka tidak menjadi kakak yang becus yang menjaga adiknya dari prilaku tersebut, meskipun mereka bukanlah saudara kandung.
“Kuharap dia segera pergi dan tidak melakukan hal hal aneh,” ucap Radit memohon.
Dia memeriksa ponselnya hendak menghubungi Feyra, tapi tiba tiba rasa pusing melandanya. Kepalanya seperti ditusuk tusuk jarum, rasanya begitu menyakitkan hingga membuat Radit menyimpan kembali ponselnya.
“Kenapa kepalaku terasa sangat sakit?” gumam Radit, dia mengingat ngingat dirinya memakan apa saja. “Rasanya tidak ada yang aneh.”
Kakinya melangkah menuju ke ujung ruangan di pinggir jendela, tepatnya di meja kerjanya. Di sampingnya ada dispenser hitam, yang selalu menjadi teman Radit jika merasa kelelahan.
Dia meminum segelas air putih.
“Tunggu…. Apa benar itu jamu dari Mamah?” kecurigaannya mulai terjadi, dia tahu Mega begitu licik.
Dan saat hendak keluar menemui Mega, kaki Radit terasa sangat lemas yang membuat dirinya tiba tiba terjatuh di atas karpet di kamarnya. Dalam keadaan tubuhnya terasa lumpuh, Radit masih sadar, dia mencoba meraih ponselnya yang jauh dari jangkauannya. Dia merasa sesuatu yang buruk akan terjadi.
Namun, saat tangan itu terangkat ingin mengambil ponsel, Radit hanya meraih udara, tangan itu tidak pernah sampai hingga akhirnya membuat kesadarannya hilang sepenuhnya.
FLASHBACK OFF
Radit mengerutkan keningnya mendengar suara keributan, dia membuka mata perlahan, rasa sakit di kepalanya masih mendominasi. Namun keributan di sekitarnya memaksa Radit untuk sadar seutuhnya. Dia mengedarkan pandangan. Hal yang pertama dilihat Radit adalah Mila yang pingsan.
“Mamah? Mamah!” Radit meloncat dari tempat tidur. Dia jelas panic dan takut terjadi sesuatu dengan orang yang sangat dia sayang.
BUG!
BUG!
Sepersekian detik Tom memukulnya kuat hingga Radit tersungkur sebelum menjangkau mamanya.
“Papah?” tanya Radit penuh tanya, dia bingung. Jelas sekali, Tom sangat menyayanginya dan membanggakannya. Kini apa yang terjadi?
“Anak siialan! Kamu tidak tahu terima kasih! Lihat apa yang kamu lakukan pada anakku!”
Kening Radit berkerut, dia menatap arah tangan Tom. “A⸻apa?”
Di sana ada Mega yang tidak berpakaian, hanya memakai selimut tipis sambil menangis ketakutan melihat bagaimana reaksi Radit.
Sadar dengan apa yang dimaksud dengan Tom, Radit menggeleng kuat. “A… aku tidak melakukannya, Papah. Bukan seperti itu, Pah… Radit bisa jelaskan.”
Tom tidak menghiraukan ucapan Radit, dia terlebih dahulu untuk mengamankan Mega. “Ayo… Masuk ke kamar lain.”
“Papah…”
“Diam di sini.” Tom membawa Mega ke kamar lain di apartemen itu, dia harus merawat istrinya dulu.
Saat kembali untuk menemui istrinya, di sana ada Radit yang sudah berpakaian dan hendak menggendong Mila.
“Menyingkir darinya!” teriak Tom murka dan menggendong istrinya untuk di bawa ke rumah sakit.
“Papah…”
“Menyingkir!”
Radit diam menatap kepergian kedua orangtuanya dengan d**a yang terasa sesak. Sedetik kemudian dia mengingat Mega, Radit bergegas menuju kamar satunya lagi.
“Mega?” Pintunya terkunci.
“Papah mengunci pintu supaya kau tidak bisa menyerangku lagi, Kak,” ucap Mega dengan santai di dalam kamar itu.
Tanpa bicara lagi, Radit mengambil kunci cadangan dan masuk ke sana. Mendapati Mega yang sedang tertidur dengan selimut menutupi tubuh tanpa busananya.
Radit menarik Mega seketika untuk berdiri. “Apa yang kamu lakukan?!”
“Apa yang aku lakukakan, Kakak yang melakukannya hingga aku meringis kesakitan semalaman,” ucap Mega mendorong Radit.
“Kamu merencanakannya bukan? Mega, jawab!”
“Kenapa kakak terus berteriak?” Mega melepaskan cengkraman Radit di bahunya. Tanpa tahu malu, Mega beranjak untuk memakai kimono dan menutupi tubuhnya yang banyak luka cakar. “Kakak berisik sekali.”
“Mau ke mana kamu?”
“Mau mandi, kenapa?! Mau ikut? Ayo!”
Radit mengepalkan tangannya kuat melihat Mega melewatinya begitu saja. amarahnya benar benar diuji olehnya, membuat Radit muak sekali.
“Buka pintunya, Mega! Kita harus jelaskan pada Papah dan Mamah!”
“Ogah!” teriak Mega dari dalam kamar mandi.
***
Kim yang sedang memainkan ponsel itu tersenyum, dia melihat foto foto anak majikannya di i********: yang tidak lain adalah Mega. Jujur saja, Kim memiliki ketertarikan pada anak majikannya, tapi dia cukup tahu diri untuk mencintainya. Meskipun Kim dari kelurga terpandang yang keluarganya tinggal di Korea, tapi kekayaannya tidak mampu menyaingi keluarga Alvareza.
Senyumannya mengembang melihat bagaimana i********: Mega memiliki banyak foto yang membuat Kim merasa bahagia, sampai telpon menyadarkan, dia segera mengangkatnya.
“Tuan Besar?”
“Datang kemari.”
“Kemana, Tuan?”
“Apartemen Radit, aku harus membawa istriku ke rumah sakit.”
“Baik, Tuan Besar.”
Dengan kecepatan penuh, Kim melajukan mobil dengan baik. Menyalip hingga akhirnya sampai di basement.
Saat Kim keluar, dia melihat majikannya menggendong istrinya sambil berlari. Dengan sigap sang pengacara membuka pintu mobil.
“Ke rumah sakit.”
“Baik, Tuan Besar.”
Hanya ditempuh dalam waktu beberapa menit, mereka sampai. Mila langsung diperiksa oleh dokter dan diberikan penanganan sehingga tidak ada yang harus dikhawatirkan.
“Bagaimana keadaannya?” tanya Tom masih dengan raut wajah panic, dia tidak bisa kehilangan istri kesayangannya ini.
“Dia mulai membaik, Tuan. Jangan khawatir,” ucap dokter yang memeriksa dan sudah memberikan pertolongan pertama.
Tom berjaga di sana, dia menggenggam tangan istrinya erat sambil memejamkan mata. Tom masih belum percaya dengan apa yang terjadi. Dia melihat semuanya. Bagaimana putra pertamanya tega melakukan itu pada adiknya sendiri.
“Mas?”
“Sayang, kamu udah bangun?” Tom mengusap kepala istrinya.
“Mega?”
“Aku tinggalkan dia di apartemen.”
“Kenapa Mas lakukan itu? Kita harus ke sana!” teriak Mila panic.
“Tidak, Sayang.” Tom menahan Mila untuk tidak bergerak. “Radit sudah aku hajar.”
“Dan Mega?”
“Aku memindahkannya ke kamar lain, jangan khawatir. Aku juga menguncinya dari luar.”
“Mas ini bagaimana?! Dia mungkin trauma! Suruh orang ke sana cepat!”
Melihat Mila yang rapuh membuat Tom lebih sakit, dia menarik istrinya ke dalam pelukannya.
Seketika Mila menangis, dia terisak kuat membuat Kim yang ada di luar ruangan kebingungan.
“Sayang, hei…”
“Bagaimana ini bisa terjadi pada anak anak kita? Bagaimana nasib anakku? Mega? Radit? Kenapa ini terjadi pada keluarga kita.”
“Sayang… kita akan mencari solusinya.”
“Bagaimana jika Mega hamil?”
Tom diam, tidak ada yang bisa dia katakan. Sampai akhirnya suatu ide muncul, “Kita nikahkan mereka.”
“Mas, mereka bersaudara.”
“Radit bukan darah daging kita, tidak masalah jika mereka menikah.”
Mila menyeka air matanya. Dia tidak kuat menghadapi masalah ini. Anak anaknya jauh dari genggamannya, dan Mila tidak percaya jika Radit melakukan itu. Mengingat Mega punya banyak luka di tubuhnya.
“Mungkin ini alasan Tuhan tidak memberikan izin padaku untuk memperkenalkan Radit sebagai anakku, alasan Radit yang selalu menolak, agar aku memperkenalkannya sebagai menantu?”
Mila menangis, dia memeluk Tom erat sambil terseguk seguk. “Ya, kita nikahkan mereka. Mereka harus menikah. Radit akan menikahi anak kita Mega. Tapi kita harus menanyakan ini dulu pada Mega, Mas..”
“Aku tau, Sayang. Tenanglah, kita akan memperbaiki semuanya. Keadaan akan baik baik saja.”