Part 1

2171 Words
"Wah gila! Sudah jam tiga ternyata!" Aku kaget, setelah menamatkan episode terakhir anime yang baru saja ku tonton, ternyata waktu sudah menunjukkan pukul tiga pagi. Sungguh cukup tidak baik rasanya begadang demi mengejar target menghabiskan wish list anime yang ingin aku tonton. "Sudah saatnya aku tidur." Bukan tanpa alasan, selain melanjutkan begadang ini tidak baik untuk kesehatan, besok, maaf, maksudnya hari ini aku harus masuk kelas kuliah jam delapan pagi. Wah, aku tidak boleh melupakan bahwasanya aku masih berstatus sebagai mahasiswa semester tujuh. Satu hari saja tidak masuk kuliah akan berdampak kedepannya. Ku rebahkan tubuhku setelah mematikan lampu. Ya! Aku adalah seorang gadis yang tidak bisa tidur dalam keadaan lampu hidup. Mata ini terasa tidak nyaman, dan kamar tanpa adanya kipas ini juga serasa panas. Sudah paling baik aku tidur dengan keadaan lampu mati. "Alarm jam enam. Harus bangun." Ku ambil gawaiku untuk memasang alarm jam enam pagi. Sekedar jaga-jaga saja! Mana tahu aku ketiduran. oke, waktunya tidur! *** Kring kring kring Aku terbangun mendengar suara alarm ku yang terdengar sangat kuat. Hoaemmm Mataku terbuka menyipit. Kucoba bangkit dari atas tilam ini menuju saklar lampu. ctakk Lampu bersinar tidak terang benderang. Mataku masih mencoba menangkap cahaya yang masuk setelah beberapa jam menikmati kegelapan. Tunggu! Mengapa sinar lampunya kurang terang? HAH?! Aku buru-buru membuka pintu kamarku dengan hati seakan mati rasa karena terlalu panik. Deg Sudah terang rupanya keadaan diluar sana. Aku berlari meraih gawaiku. Dalam sekejap itu semua emosi menjadi satu, ingin menangis, marah, teriak, kecewa, intinya kacau parah. Sudah jam delapan kurang 15. Dengan sigap kuambil handuk dan peralatan mandi lalu keluar menuju kamar mandi. Perlu diketahui, kamar mandi kos ini berada diluar kamar, letaknya paling ujung pula. Sial Dalam hati masih menggerutu karena tak bisa menerima kenyataan kalau aku terlambat bangun. Sesampainya di kamar mandi, alangkah mengejutkannya ketika di dalam bak mandi tidak ada air setetes pun. Kucoba memutar keran air, berharap bahwa pikiran negatif kalau air mati itu tidak nyata. Dan, benar. airnya memang tidak ada. Dengan hati yang berat ku langkahkan kakiku kembali ke kamar. Kulihat waktu sudah kurang 10 menit lagi. Tanpa pikir panjang, kuambil segelas air putih lalu berkumur dan membuangnya keluar. Ku basahi sedikit wajahku lalu mengganti baju secepat yang ku bisa. Tak lupa menyemprotkan parfum sebanyak mungkin supaya tidak kentara kalau si malang yang sial ini belum mandi. Tanpa banyak ini itu, aku berlari secepatnya ke halte bus. Beruntung tempatnya hanya beberapa meter dari kos ku. Namun, masih saja aku merasa beruntung, sebuah bus di depanku sudah menutup pintu dan hendak berangkat pergi. Aku berteriak sekuat tenaga sambil berlari dengan cepat. Pada saat ini, aku hampir saja menangis putus asa. Benar-benar putus asa. Rasanya d**a begitu sesak, sampai untuk berteriak saja sudah kewalahan. Sial sekali rasanya. "Pak, berhenti!" Pintaku sambil berteriak. Kuangkat tanganku seakan memberi kode kepada supir bus itu. Berharap dia mau memakai sedikit hati nuraninya untuk berhenti . Tuhan, tolong kali ini saja! Tit tit tit tit Busnya berhenti di depanku. Seketika ingin aku melayang terbang menemui Tuhan dan menyalamNya, ingin mengucapkan terimakasih karena doaku dijawab secepat itu. "Terimakasih pak!" Kataku ketika sudah masuk kedalam bus dengan tergesa-gesa. Jujur, jika saja bus ini sepi, pasti air mata sudah mengalir dengan deras. Bibirku bergerak atas bawah menahan tangisan ini. Dengan keadaan berdiri, bus penuh ini menjadi saksi bisu seorang gadis berparfum menyengat karena tak mandi menahan tangisan dalam diam. Baru semenit setidaknya aku bersyukur kepada keadaan, tiba-tiba seorang pemuda dengan gaya rambut acak-acakan menghimpitku ketika bus berhenti. Gaya dorong membuat tubuh penumpang seakan maju kedepan. Sial Dalam keadaan matanya tertutup, kami berdua sama-sama memegang pegangan bus, dan dia yang menghimpitku tanpa sadar membuat darah tinggiku naik lagi. Tubuhku terhimpit ke arah tempat duduk penumpang. Benar-benar tidak nyaman. "Misi bang, saya terhimpit!" Kataku pelan kepada lelaki itu. Dia membuka sedikit matanya, melihatku sekilas dengan wajah datar, lalu diam saja seakan tidak menggubris perkataanku barusan. Ku lirik dia dengan tajam. Rasanya ingin marah, tetapi ya sudahlah. Habis tenaga menghadapi drama pagi ini. Dan aku juga harus mengingat, sudah pukul berapa sekarang. Kuangkat tanganku hendak melihat jam tangan. HAH?! SUDAH JAM DELAPAN TEPAT! Keringat dingin mulai bercucuran. Aku mencoba menenangkan diriku sendiri. Batas keterlambatan'kan ada 15 menit. Pasti bisa! Ku paksakan diriku untuk tenang. Dan mengingat bahwa semua tugas sudah siap kukerjakan, setidaknya aku merasa tenang. Tetapi, itu tidak berlangsung beberapa menit. Masih saja aku sudah mulai tenang, lelaki yang tadi menghimpitku bergerak merogoh kantung kemejanya. Mohon maaf sebelumnya, tampaknya pagi ini kami berdua sama-sama tidak mandi. Soalnya, bisa terlihat belek matanya yang masih putih, wajahnya yang kusam berminyak, dan pakaiannya yang terlihat kumal. Selain itu, aroma tubuhnya tidak nyaman untuk dihirup dalam waktu lama. Fix, dia tidak mandi atau sekedar memakai parfum dan berganti pakaian. Sial! Kembali aku memaki dalam diam ketika melihatnya mengambil sebuah rokok putih lalu membakar ujung rokok tersebut dengan sebuah pematik. Dia mengembalikan pematik tersebut ke dalam sakunya, dan mulai merokok dengan bebas. Semua penumpang meliriknya tajam. Salah satunya aku. Aroma nafasnya yang membuatku mual semakin membangkitkan gairah ingin memukul wajahnya dengan sekali pukulan. Huhhhffff Asap rokoknya memenuhi bus. Semua penumpang mulai menegurnya. "Dek, dilarang merokok dalam bus." Ucap seorang wanita tua dengan ekspresi wajah yang terlihat seperti pemeran antagonis dalam sebuah film. Jika aku jadi lelaki itu, mungkin malam ini akan sulit tidur karena wajahnya terngiang-ngiang dalam ingatan. "Kamu udah tau padat! Masih merokok! Kan ada tulisannya dilarang merokok! Gimana sih!" Lanjut si wanita tadi sambil menunjuk sebuah gambar dilarang merokok disini. Lelaki tadi kembali melakukan reaksi yang sama ketika kepadaku. Melirik wanita itu sekilas lalu kembali diam saja dengan ekspresi wajah datar yang sangat menyebalkan. Baru kali ini bertemu dengan nyata seorang manusia paling bodo amat. "Dek, kamu-" Tit tit tit tit Baru saja si wanita tadi mulai menaikkan suaranya, suara bus berhenti langsung menyadarkan semua orang untuk bergegas turun ke halte. Aku dan si lelaki tadi juga bergegas keluar. Setelah membayar menggunakan smart card, dengan sigap aku berlari menuju kampus tercinta. Sudah tidak ada harapan Waktu menunjukkan tepat 08.15, yang artinya kelas akan ditutup. Dengan putus asa namun masih tersimpan sedikit harapan, aku berlari dengan tenaga yang kubisa. Berlari dan terus berlari. Untuk saat ini aku tidak peduli apakah orang-orang melihat ku, atau apapun yang terjadi. Wah, kelas masih buka! Tampaknya ada secercah harapan, pintu kelas sudah didepan mata dengan kondisi belum terkunci. Tinggal beberapa langkah untuk sampai ke sana,tangan sudah kuangkat kedepan hendak mendorong pintu. Cekrek Semua mata tertuju pada seorang mahasiswi penuh keringat dan tampak kacau yang membuka pintu dengan keras. "Kenapa terlambat dek? Saya sudah akan memulai kelas ." Ucap bapak dosen kepadaku. "Maafkan saya pak, tadi saya ketinggalan bus karena hari ini padat sekali. Mohon berikan saya kesempatan satu kali ini saja pak!" Pintaku dengan mata membesar, bahasa tubuh memelas dan suara penuh berharap. "Kali ini saya bolehkan, kedepannya tidak ada ya!" Syukurlah! "Silahkan masuk, lain kali jangan telat. " Ucap bapak dosen kemudian memulai perkuliahan. Aku berjalan ke belakang, mencari tempat kosong dengan mengesampingkan rasa malu yang luar biasa ingin membuat ku menghilang dalam waktu sebentar saja. Setelah kudapatkan tempat duduk, tepatnya dibawah pendingin ruangan, akhirnya aku menghela nafas lega. Baju yang basah karena keringat perlahan mengering. Jantung yang berdegup kencang perlahan normal. Untung mandi parfum. *** Akhirnya kelas hari ini selesai. Dengan langkah yang ringan aku berjalan menuju kantin kampus. Perut yang sudah keroncongan mewajibkan aku untuk memasukkan makanan dan minuman yang bergizi. Aku berhenti tepat didepan pelayan menu makanan. Masih saja mempertimbangkan, menu apa yang hendak kumakan, tiba-tiba seseorang dibelakangku menyerobot untuk memesan. "Mbak, ayam geprek sama teh manis dingin 2 porsi ya!" Ucapnya lantang. Aku dengan ekspresi masih tidak terima menatapnya tajam. "Antri bang, budayakan antri!" Ketusku sambil mengambil posisi ke depannya lagi. Rasanya ingin kuceramahi tentang pentingnya budaya antri. "Maaf kak, Kaka kelamaan mikirnya, yang dibelakang juga lapar ." Jawabnya lantang. Aku menarik nafas dalam-dalam. Mengeluarkannya dengan berat. Kenapa lelahnya bertambah lagi ya? "Mbak, saya bungkus nasi pecel sama s**u kedelai ya! Satu porsi aja." Kataku pelan. Untung saja mbaknya langsung sigap menulis pesanan ku. Kemudian kuberikan uang untuk membayar pesananku itu. "Mohon bersabar ya kak, pesanan sedang dibuat! " Katanya dengan senyum manis yang sedikit menyembuhkan kesalku. Aku berjalan tanpa memperdulikan lelaki itu lagi. Jika saja aku ingin mengamuk, aku ingin menjelaskan, tak sampai 1 menit aku berpikir, hanya melihat menu dan hendak memesan. Dengan cara dia menerobos seperti itu, benar-benar tidak cocok. Tapi, sudahlah! Aku duduk di ujung kantin, melihat sekelilingku yang ramai. Setiap orang memiliki teman untuk makan bersama. Aku? Bukan! Aku bukan seseorang yang tidak memiliki teman. Aku hanya lebih suka sendiri. Aku berteman dengan siapa saja! Aku memang ya begitu, lebih suka sendiri. Kemana saja, kalau sendiri aku merasa lebih tenang. Aku begitu juga bukan tanpa sebab, aku hanya merasa, aku tidak bisa mempercayai siapapun untuk kujadikan teman. Aku hanya ingin lepas dari banyaknya drama pertemanan. Karena dulu, aku hampir setiap saat berhadapan dengan drama itu. Kini, aku cukup muak. Dan ternyata, sendiri itu menyenangkan! Cukup tentang diriku. Ku ambil handset berwarna hitamku, kupakai lalu kudengar lagu kesukaanku. Mungkin terlalu banyak kata ku dalam setiap saat. Karena jujur saja, semuanya, dan apapun yang terjadi kedepannya, hanya tentang aku dan kehidupanku. Runtuh Lagu Feby Putri dan Fiersa Besari Ku terbangun lagi Di antara sepi Hanya pikiran yang ramai Mengutuki diri Tak bisa kembali 'Tuk mengubah alur kisah Ketika mereka meminta tawa Ternyata rela tak semudah kata Tak perlu khawatir, ku hanya terluka Terbiasa 'tuk pura-pura tertawa Namun bolehkah s'kali saja ku menangis? Sebelum kembali membohongi diri Ketika kau lelah Berhentilah dulu Beri ruang, beri waktu Mereka bilang, "Syukurilah saja" Padahal rela tak semudah kata Tak perlu khawatir, ku hanya terluka Terbiasa 'tuk pura-pura tertawa Namun bolehkah s'kali saja ku menangis? Sebelum kembali membohongi diri Ha, ha, ha-ah Ha, ha, ha-ah Ha, ha, ha-ah-oh Kita hanyalah manusia yang terluka Terbiasa 'tuk pura-pura tertawa Namun bolehkah sekali saja ku menangis? Ku tak ingin lagi membohongi diri Ku ingin belajar menerima diri "Nasi pecel, s**u kedelai kak?" Baru saja lagunya selesai, seorang lelaki dengan pakaian serba putih menyentuh bahuku. Menyadarkanku dari hanyutan lagu yang indah ini. "Eh iya, bang. Makasih ya!" Kataku sambil melepas kedua handset yang masih melanjutkan lagu lain. Lelaki itu mengangguk sambil tersenyum kemudian meninggalkanku. Oke, semua berakhir. Aku hanya perlu pulang ke kos, makan, mandi, tidur. *** Rumah kosku sudah terlihat. Cuaca hari ini seperti membakar semua lemak yang ada dalam tubuhku. Panas sekali. Keringatku kembali bercucuran. Jika saja aku bisa memiliki kekuatan sihir, ingin aku terbang langsung ke dalam kamarku. Sedikit lagi Sangking panasnya, aku berjalan sambil menutup mata. Tanganku menyentuh dinding kos sebagai penunjuk jalan. Wah, hari ini aku ingin merilekskan tubuh dan pikiranku. Ini bukan hari buruk! Ini bukan- Aku terhenti. Firasatku menyiratkan ada hal tidak baik. Kubuka mataku perlahan dan kuangkat kaki sebelah kananku menyamping. Benar . Aku menginjak tai kucing. Pantas saja beberapa detik lalu aku merasa lantai yang kupijak berubah menjadi lembek dan licin. Ternyata itu rupanya. Lambat laun aroma tidak menyedapkan mulai menjajah lubang pernafasanku yang sensitif. Sial . Dengan cepat aku berlari ke kamar mandi. Berharap aku bisa menggesekkan alas sepatu ini kepada lantai kasar sambil disiram air. Membersihkan sebuah seni metabolisme yang indah ini. Deg Lagi dan lagi, air belum menyala. Bak mandi kering. Dan sekarang tambah permasalahan baru, tai kucing yang kupijak di sepatuku sudah meninggalkan setiap jejak langkah yang kupijakkan. Tenang. Ini bukan hari buruk. Aku hanya perlu melepas sepatu ini dan menyiramnya dengan air minum . Mencoba menenangkan diri, ralat, lebih tepatnya memaksakan diri untuk tetap tenang adalah tindakan paling wajib yang harus kulakukan sekarang. Kulepas sepatu ini, dan berjalan seperti orang pincang. Setelah sampai di depan kamar, aku memeriksa sekeliling, dan menaruh sepatu didekat tempat sampah. Untuk apa dibawa kedalam kamar'kan? Ku buka pintu, kuambil air secangkir, dan kusiram kotoran di sepatuku. Meskipun sebenarnya aku tau, itu sia-sia. Air secangkir untuk membersihkan ukuran kotoran selebar itu sangat tidak masuk akal. Tapi tidak apa! Daripada tidak berbuat sama sekali? Kupaksakan menyanyikan sedikit lagu Spongebob "it's a best day ever" untuk menghibur diri setidaknya sebentar saja. Setelah melakukan hal itu, aku masuk ke kamar. Melepaskan semua beban yang kubawa. Dan bersiap untuk makan. Sebelum makan nasi, aku selalu meminum s**u kedelai kesukaanku. Yang sehat dan bergizi. "Kok aromanya beda ya?" Kataku sendiri ketika melihat s**u itu mengeluarkan aroma aneh. "Udah, paling karna belum sikat gigi. Aroma nafas sendiri terkadang lebih busuk ." Kataku kembali mencoba menenangkan diri. Akupun duduk bersila diatas lantai putih kosku. Mencari posisi nyaman sebelum menyantap makanan enak ini. Kubuka bungkus s**u kedelai tadi, lalu kuminum. "Ah sial! Susunya sudah basi!" Aku terdiam sejenak, benar-benar lelah. Sudah tidak ada niat untuk melakukan apapun lagi. Aku bangkit dan membuang s**u itu keluar. Rasa marah, kesal, kecewa seperti santapan nikmat sebagai makan siang hari ini. Ketika aku keluar, kucing kesayangan ku tak muncul. Aku berharap sebuah seni metabolisme yang kupijak tadi bukan miliknya. Aku masuk kembali ke kamarku. Selera makanku hilang. Akhirnya aku memilih tidur. Setidaknya, tubuh ku saja dulu yang beristirahat. Sudahlah, nanti malam pasti lebih baik Semoga saat aku terbangun nanti, air sudah ada, dan mood-ku kembali membaik. ***

Great novels start here

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD